Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah berjangka AS turun sedikit pada perdagangan Senin (Selasa waktu Jakarta) karena para pedagang menarik napas lega setelah Israel menangkis serangan udara skala besar oleh Iran. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) menekankan keinginannya untuk menghindari perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Dikutip dari CNBC, Selasa (16/4/2024) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan Mei turun 25 sen atau 0,29%, menjadi USD 85,41 per barel. Sedangkan harga minyak berjangka Brent untuk kontrak Juni turun 35 sen atau 0,39% menjadi USD 90,10 per barel.
Baca Juga
Harga minyak mentah AS ditutup ke level USD 85,66 per barel pada hari Jumat, sedangkan patokan harga minyak global menetap di level USD 90,45. Harga minyak WTI mengawali tahun ini di kisaran USD 71 per barel.
Advertisement
“Pelaku pasar telah memutuskan bahwa babak kisah perang ini telah berakhir untuk saat ini,” kata Kepala Strategi Komoditas di RBC Capital Markets Helima Croft.
Namun kabinet perang Israel masih mempertimbangkan bagaimana mereka akan menanggapi serangan tersebut:
“Anda masih bisa melihat sejumlah pembalasan signifikan Israel,” kata Croft.
Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal terhadap sasaran militer di Israel pada hari Sabtu dalam serangan yang digambarkan oleh Presiden Joe Biden sebagai hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
AS melakukan intervensi untuk membantu Israel secara langsung menembak jatuh hampir semua amunisi yang masuk, kata Biden dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.
Meskipun skalanya signifikan, serangan Iran hanya menimbulkan sedikit kerusakan di Israel. Pangkalan Angkatan Udara Nevatim di Israel selatan mengalami kerusakan ringan dan seorang gadis berusia 10 tahun menderita luka-luka, menurut juru bicara Pasukan Pertahanan Israel Daniel Hagari.
“Serangan senjata udara begitu mudah digagalkan sehingga semuanya tampak terencana untuk membuat pernyataan tanpa menimbulkan konflik lebih lanjut dengan Israel,” kata John Kilduff, Pakar Energi dan Mitra Pendiri Again Capital.
Konflik Iran-Israel
Menurut Wakil Presiden Senior Rystad Energy, Jorge Leon, pasar minyak mentah sekarang bersiap menghadapi tanggapan pemerintahan Benjamin Netanyahu terhadap serangan tersebut dan apakah ini menandai dimulainya perang langsung antara Israel dan Iran.
“Dalam skenario terburuk, pembalasan yang kuat oleh Israel dapat memicu peningkatan eskalasi, yang berpotensi menyebabkan konflik regional yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Leon dalam sebuah catatan pada Minggu.
“Dalam keadaan seperti itu, premi geopolitik akan meningkat secara signifikan," lanjut dia.
Serangan udara tersebut adalah pertama kalinya Iran menyerang langsung wilayah Israel, kata para pejabat senior militer AS kepada wartawan melalui sambungan telepon pada Minggu.
Serangan itu diluncurkan dari lokasi di Iran, Irak, Suriah dan Yaman, kata para pejabat. Lebih dari 100 rudal balistik ditembakkan ke Israel serta rudal jelajah serangan darat dan drone, kata seorang pejabat senior pemerintah.
Serangan tersebut merupakan balasan atas serangan Israel terhadap fasilitas diplomatik Republik Islam di Damaskus, Suriah, awal bulan ini yang menewaskan tujuh pejabat militer Iran termasuk seorang komandan senior.
Advertisement
Harga Minyak hingga Emas Siap-Siap Melambung Tinggi Jika Konflik Iran-Israel Berlanjut
Sebelumnya, ekonom Mari Elka Pangestu memperingatkan harga emas dan minyak berpotensi melonjak jika konflik Iran dan Israel berlanjut. Menurutnya, bila kedua negara lanjut berperang, maka rantai pasok dunia akan terganggu, sehingga terjadi kenaikan harga komoditas pangan. Kemudian disusul oleh kenaikan harga minyak.
“Gejolak harga minyak, inflasi, dan gejolak harga komoditi yang lain juga akan memengaruhi Indonesia,” kata Marie dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).
Mari menambahkan, dampak konflik tersebut disebutnya tentu akan berpengaruh pada nilai tukar Rupiah yang kini sudah melemah dan lebih jauh lagi akan berdampak pada penurunan bond yield dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Dengan harga minyak di luar hal terkait dengan inflasi dan harga produksi naik, tentunya masalah kepada anggaran dan fiskal. Defisit anggaran dan fiskal karena kalau harga naik tentunya subsidi BBM juga akan naik ya kecuali harga BBM-nya mau dinaikkan,” jelasnya.
Selain itu, The Fed juga berpotensi tahan penurunan suku bunga, imbas serangan Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April 2024.
Menurut, Marie perlambatan penurunan suku bunga ini menjadi efek domino lain dari konflik Iran-Israel seperti naiknya harga minyak dunia, harga emas, hingga menguatnya dolar AS.
"Jadi ini skenario di mana diperkirakan harga minyak akan naik, production cost naik, inflasi naik dan ini akan memengaruhi pemulihan di AS, memperlambat penurunan suku bunga yang harusnya terjadi di second half of this year," pungkasnya.
Tembus 16.000 per USD, Rupiah Bakal Makin Anjlok Imbas Konflik Iran dan Israel?
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS telah melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 15 April 2024 pukul 12.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.071 per dolar AS).
Selama libur Lebaran 2024, rupiah cenderung lesu terhadap dolar AS, lantas bagaimana potensi Rupiah dengan adanya konflik Israel dengan Iran?
Ekonom sekaligus Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019-2021 Bambang Brodjonegoro menjelaskan Rupiah telah melemah sebelum ada isu Iran dan Israel karena Dolar AS terus menguat dibandingkan mata uang lain, semua pihak menyangka The Fed akan segera menurunkan suku bunga, tetapi tidak.
“Saya sendiri prediksi The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga sampai tengah tahun ini karena tingkat inflasi AS masih di atas target. Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius. Ini bisa membuat Rupiah tertekan. Sampai level berapa tentu sulit,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024).
Bambang menambahkan, situasi yang terjadi saat ini adalah The Fed belum menurunkan suku bunga dan adanya konflik Iran dan Israel membuat Dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang lainnya.
Advertisement