Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengingatkan, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat.
"Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 3,2%, lebih tinggi dari perkiraan awal terutama dengan lebih baiknya pertumbuhan India dan Tiongkok," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, disiarkan pada Kamis (20/6/2024).
Gubernur BI Perry menyoroti perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor, dengan penurunan inflasi yang masih berjalan lambat.
Advertisement
"Kondisi ini mendorong Fed Fund Rate diperkirakan baru akan turun pada akhir tahun 2024. Sementara itu, European Central Bank telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya lebih cepat sejalan dengan tekanan inflasi yang lebih rendah," ujar dia.
Perry melanjutkan, divergensi kebijakan moneter negara maju serta masih tingginya ketegangan politik menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
"Berbagai perkembangan tersebut terlihat dengan tingginya yield US Treasury yang menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat sehingga meningkatkan tekanan nilai tukar berbagai mata uang dunia, dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," ujar dia.
Maka dari itu, menurut dia, ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, terhadap ekonomi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Sementara itu, di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global didukung oleh bauran kebijakan BI dan Pemerintah.
"Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen," kata Perry.
BI Tahan Bunga Acuan 6,25% di Juni 2024 Meski Rupiah Terus Tertekan
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 6,25 persen. Keputusan suku bunga itu diambil setelah hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni 2024.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 7 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, disiarkan pada Kamis (20/6/2024).
Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025.
Kebijakan ini didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektifitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan masuknya aliran masuk modal asing, jelas Perry.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," lanjutnya.
Perry juga memastikan, Bank Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dan sistem pembayaranuntuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginta ketidakpastian pasar keuangan global.
Advertisement
Rupiah Masih Tertekan, Ekonom Prediksi BI Naikkan Suku Bunga
Sebelumnya, Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berhasil menguat tipis pada pembukaan Rabu, 19 Juni 2024. Berdasarkan data Google Finance, rupiah berada di level 16.406 per dolar AS. Nilai tukar rupiah sempat mencapai 16.486 per dolar AS pada Jumat lalu.
Ekonom sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelemahan rupiah disebabkan adanya perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan China yang semakin panas. Uni Eropa menerapkan tarif tinggi untuk komponen mobil listrik.
Ibrahim menuturkan hal ini membuat China sedikit kewalahan karena saat ini China adalah salah satu negara yang gencar melakukan produksi mobil listrik. Sehingga ada kemungkinan besar akan melakukan perlawan dengan memberikan pajak bea impor besar untuk barang dari Eropa.
“Ini yang membuat ketegangan sehingga dolar AS menguat dan berdampak pada melemahnya Rupiah,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Rabu (19/6/2024).
Meskipun begitu, Ibrahim mengungkapkan adanya jeda hari libur perayaan Idul Adha di Indonesia membuat Rupiah kembali menguat walaupun hanya sebesar 36 poin. Namun, tidak menutup kemungkinan pekan ini Rupiah akan kembali melemah disebabkan oleh berbagai sentimen.
“Bisa saja ini kembali lagi mengalami pelemahan di minggu ini ada neraca perdagangan yang akan dirilis minggu ini. Ada yang bilang terjadi surplus ada yang bilang defisit tetapi informasi perang dagang ini sudah tidak terdengar lagi. Sehingga membuat pasar sedikit lebih tenang pada perdagangan hari ini,” jelas Ibrahim.
Menunggu Pengumuman Suku Bunga BI, Rupiah Anjlok
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan Kamis ini. Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah penantian investor dan pelaku pasar akan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Pada Kamis (20/6/2024), nilai tukar rupiah turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi 16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.365 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, pada perdagangan Kamis ini rupiah dibuka merosot menjelang keputusan rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
"Hari ini pasar menantikan hasil rapat RDG BI. Kali ini sebagian pelaku pasar ada yang memprediksi BI akan mengambil kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam pelemahan rupiah," kata dia dikutip dari Antara.
Kebijakan kenaikan suku bunga tersebut memang sedikit banyak bisa meredam pelemahan tapi di tengah sentimen terhadap dolar AS yang masih kuat, penguatan rupiah mungkin tidak besar dan masih berpeluang melemah.
Di sisi lain, potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini karena pelaku pasar kelihatannya masih terpengaruh dengan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Ariston menuturkan potensi pelemahan ke arah 16.450 per dolar AS dengan potensi support di kisaran 16.350 per dolar AS untuk hari ini.
Advertisement