Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diterbitkan 29 Juli 2024 mendapat tanggapan dari Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya.
Ketua Gapero Surabaya, Sulami Bahar mengatakan klausul pada PP 28/2024, mengatur antara lain larangan bahan tambahan, batasan tar dan nikotin di setiap batang rokok, larangan menjual eceran atau batangan, larangan menjual di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan menjual produk tembakau kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun, besaran gambar peringatan kesehatan di kemasan 50%, waktu iklan di media penyiaran dari pukul 22.00-05.00.
Baca Juga
"Klausul pengaturan tersebut sangat menakutkan bagi ekosistem pertembakauan terutama Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif. Hal ini seolah membuat tembakau sebagai barang terlarang. Kendati demikian, kami akan mematuhi mandat dalam PP 28/2024 untuk dijalankan dengan baik," tegas Sulami Bahar dihubungi di Jakarta, Minggu (4/08/2024).
Advertisement
Merujuk data Gapero Surabaya, saat ini jumlah industri hasil tembakau (IHT) legal di Jawa Timur mencapai 538 industri, dengan jumlah buruh sekitar 186 ribu tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja tersebut mencapai 60 persen terhadap nasional yang mencapai sekitar 360 ribu tenaga kerja. Adapun jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
Menurut Sulami Bahar, dengan perjalanan waktu jumlah tersebut turun terus, pasti akan terjadi gulung tikar.
"Mengingat IHT legal nasional saat ini padat aturan (fully regulated), mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah, belum lagi kebijakan cukai yang restriktif. Ditambah terbitnya PP 28/2024 akan semakin memberatkan kelangsungan usaha industri pertembakauan nasional," terang Sulami Bahar.
Â
Massifnya Rokok Ilegal
Menurut Sulami Bahar, pengaturan yang restriktif termasuk terbitnya PP 28/2024 yang mengatur rokok legal tersebut akan makin memperburuk kelangsungan usaha industri hasil tembakau legal secara nasional, sehingga akan makin meningkatnya peredaran rokok ilegal.
Rokok ilegal diketahui menjadi penyebab kerugian pendapatan negara sekaligus penghambat berkembangnya industri rokok nasional.
Mengutip data Ditjen Bea dan Cukai, bahwa tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
"Maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia tak lepas dari harga rokok yang dianggap semakin mahal di pasaran. Harga rokok terus melambung dari tahun ke tahun seiring tarif cukai yang meningkat, sehingga konsumen beralih ke rokok murah/rokok ilegal," kata Sulami Bahar.
Â
Advertisement
Edukasi Masyarakat
Peran pemerintah untuk mengedukasi masyarakat dan mengawasi pertumbuhan perokok pemula diharapkan dapat dimitigasi secara optimal sehingga prevalensi perokok menurun.
Sulami juga berharap, pemerintah tidak bisa hanya dengan membuat aturan yang menyudutkan industri hasil tembakau legal saja. Pasalnya, selama ini IHT legal sudah sangat patuh terhadap aturan pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok anak, tetapi tentu IHT juga tidak bisa ikut mengawasi semuanya. Maka itu, di sinilah peran aktif pemerintah dibutuhkan.
"Kami berharap terbitnya PP 28/2024 dibarengi dengan regulasi turunan yang tetap memperhatikan keberlangsungan Industri Hasil Tembakau legal, serta keseriusan Pemerintah dalam memitigasi dampak dari peraturan ini," pungkas Sulami Bahar.