Angkutan Penyeberangan Makin Memprihatikan, Pengusaha Ngeluh Begini

Kondisi angkutan penyeberangan di Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang tidak bisa membayar gaji karyawan tepat waktu, bahkan terpaksa harus gulung tikar ataupun dijual.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Agu 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2024, 18:30 WIB
Pantai Pancer di Banyuwangi, pelabuhan kecil tempat kapal-kapal menuju Wedi Ireng
Pantai Pancer di Banyuwangi, pelabuhan kecil tempat kapal-kapal menuju Wedi Ireng. (Dok: Liputan6.com/dyah)

Liputan6.com, Jakarta Kondisi angkutan penyeberangan di Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang tidak bisa membayar gaji karyawan tepat waktu, bahkan terpaksa harus gulung tikar ataupun dijual.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan kondisi iklim usaha yang kurang bagus menjadi penyebabnya.

Dia menuturkan jika tarif yang berlaku saat ini masih tertinggal sebesar 31,8 persen dari perhitungan HPP yang telah dihitung bersama-sama antara Kemenhub, Gapasdap, PT ASDP, perwakilan konsumen dan juga Kemenko Marvest.

Kondisi tersebut diperparah dengan kenaikan nilai tukar kurs dollar yang hingga saat ini masih diatas Rp 16.000.

 

"Padahal 70% komponen biaya angkutan penyeberangan sangat dipengaruhi kurs dollar, seperti biaya perawatan, spare part, biaya doking, alat-alat keselamatan dan sebagainya," katanya.

Perhitungan Tarif

Menurut dia, pehitungan tarif yang saat ini masih tertinggal 31,8%, dihitung pada tahun 2019 dimana saat itu nilai kurs dollar atas rupiah masih Rp. 13.391 per dollar. "Belum lagi bicara kenaikan biaya UMR setiap tahun, inflasi yg terjadi dari tahun 2019 sampai dengan sekarang," katanya.

Kondisi ini semakin parah karena hari operasi kapal yang rata-rata hanya beroperasi sebanyak 30 persen sampai dengan 40 persen saja setiap bulannya akibat dari kurangnya dermaga dihampir semua lintas penyeberangan komersial.

Semua itu, katanya, akan menyulitkan pengusaha dalam menutup biaya operasional yang ada, terutama fix cost yang tetap muncul ketika kapal tidak beroperasi

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penyesuaian Tarif

FOTO: Pelabuhan Kali Adem Dipadati Wisatawan Usai Rayakan Tahun Baru
Kapal yang membawa wisatawan usai liburan Tahun Baru mendekati Pelabuhan Kali Adem, Jakarta, Minggu (2/1/2022). Wisatawan memadati Pelabuhan Kali Adem usai berlibur ke pulau-pulau kecil di utara Jakarta untuk merayakan Tahun Baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Terkait dengan kondisi tersebut, Gapasdap meminta agar pemerintah segera merealisasikan penyesuaian tarif paling tidak secara bertahap hingga 15%. "Kami berharap ini tidak ditawar lagi. Karena jika kita lihat, sebenarnya harga tiket penyeberangan yang berlaku dimasyarakat lebih tinggi lagi akibat sistem penjualan ferizy yang tidak dijual oleh PT ASDP secara langsung dan harus melalui calo-calo.

"Bahkan selisih harganya jauh diatas kenaikan tarif yang kami minta. Dan selama ini tdk ada yg memberantas hal tersebut, sementara kami harus berjuang menyeberangkan pengguna jasa dengan jaminan keselamatan yang tinggi." sambung Khoiri.

Dia juga menjelaskan pihaknya harus memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah.

 


Minta Insentif

FOTO: Pelabuhan Kali Adem Dipadati Wisatawan Usai Rayakan Tahun Baru
Kapal yang membawa wisatawan usai liburan Tahun Baru mendekati Pelabuhan Kali Adem, Jakarta, Minggu (2/1/2022). Wisatawan memadati Pelabuhan Kali Adem usai berlibur ke pulau-pulau kecil di utara Jakarta untuk merayakan Tahun Baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Khoiri Soetomo menambahkan jika memang kenaikan tarif yang diusulkan saat ini masih membutuhkan proses, maka sambil menunggu proses tersebut kami mohon kepada pemerintah untuk dapat memberikan insentif, seperti pembebasan biaya PNBP, pengurangan biaya-biaya kepelabuhanan, seperti yang saat ini dilakukan untuk angkutan udara.

Ketua Umum GAPASSAP ini menyayangkan kenapa justru angkutan udara yang segmen penggunannya masyarakat kelas atas yang justru mendapatkan banyak perhatian dari pemerintah, seperti penghilangan berbagai pajak baik untuk avtur, spare part, landing fee dan ground handling yg dipangkas biayanya oleh pemerintah.

"Padahal kami memiliki fungsi ganda, yaitu selain sebagai alat transport juga sebagai inftrastuktur jembatan yang tdk tergantikan. Selain itu segmen pengguna angkutan penyeberangan adalah golongan kelas bawah sampai kelas atas." tegas Khoiri

"Kami juga berhak mendapatkan hal yang sama dengan kebijakan pemerintah yang diberlakukan untuk angkutan udara. Apalagi kami beroperasi secara penuh selama 24 jam dan ini merupakan satu2nya moda yg beroperasi secara penuh 24 jam dan terjadwal, dengan tarif tetap, tidak ada tarif batas bawah dan batas atas." tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya