Industri Lokal Pamer Pasar Halal Indonesia ke Pemerintah Thailand

Agrinesia Raya hadir untuk mempresentasikan topik mengenai gambaran pasar produk halal dan peluangnya di Indonesia, dan memberikan pandangan menyeluruh tentang tren pasar,

oleh Septian Deny diperbarui 05 Sep 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2024, 17:00 WIB
Logo Halal Indonesia
Logo Halal Indonesia terbaru yang disebut mirip wayang (Foto: Dok. Kemenag)

Liputan6.com, Jakarta PT Agrinesia Raya berupaya mewujudkan nilai Sharing secara nyata dengan berbagi pengalaman dalam 2024 Thailand Halal Business Matching. Pada kesempatan ini, PT Agrinesia Raya hadir untuk mempresentasikan topik mengenai gambaran pasar produk halal dan peluangnya di Indonesia, dan memberikan pandangan menyeluruh tentang tren pasar, dinamika konsumen, serta tantangan regulasi yang perlu dipahami oleh pelaku usaha dari Thailand.

Diselenggarakan oleh Kantor Atase Perdagangan, Kedutaan Besar Thailand di Jakarta, seminar ini dihadiri oleh 20 perusahaan dan 40 delegasi dari Thailand yang ingin mengeksplorasi peluang pasar serta membangun kemitraan strategis dengan pelaku industri di Indonesia.

Dengan keahlian dalam industri makanan, dan telah memiliki 7 brand terkemuka seperti Lapis Bogor Sangkuriang, Lapis Kukus Pahlawan, Bolu Susu Lembang, Bakpia Kukus Tugu Jogja, Bolu Malang Singosari, Bolu Stim Menara, dan Bolu Nusarasa, Agrinesia juga berbagi pengalaman kepada audiens yang hadir.

"Lebih dari 13 tahun beroperasi di pasar domestik, kami menyadari pentingnya memahami kebutuhan konsumen lokal dan mematuhi standar Halal yang ketat di Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan salah satu pasar Halal terbesar di dunia, dan potensi ini perlu dimanfaatkan secara optimal dengan pendekatan yang tepat," ujar Marketing Director PT Agrinesia Raya Nanang Siswanto dikutip Kamis (5/9/2024).

Pada pemaparannya, Nanang menyampaikan bahwa Agrinesia selalu memastikan setiap produk yang dihasilkan telah memperoleh sertifikasi Halal secara resmi.

"Komitmen kami terhadap kehalalan produk tidak hanya sebatas label, tetapi menjadi bagian dari seluruh proses produksi kami. Sertifikasi Halal untuk setiap produk Agrinesia maupun produk UKM yang bekerja sama dengan Agrinesia, merupakan bentuk tanggung jawab kami kepada konsumen dan mitra bisnis," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemitraan Pelaku Industri

Agrinesia Raya
Marketing Director PT Agrinesia Raya, Nanang Siswanto menyampaikan pemaparan dan berbagi pengalaman mengenai gambaran pasar Halal Indonesia dalam 2024 Thailand Halal Business Matching di Jakarta pada, Senin (2/9/2024). Seminar ini dihadiri oleh 20 perusahaan dan 40 delegasi dari Thailand yang ingin mengeksplorasi peluang pasar serta membangun kemitraan strategis dengan pelaku industri di Indonesia. (Dok Agrinesia Raya)

Melalui partisipasi dalam acara seperti ini, Agrinesia berharap dapat menjalin kemitraan yang strategis dan berkelanjutan dengan para pelaku industri dari berbagai negara, termasuk Thailand.

"Kami yakin bahwa dengan kolaborasi yang kuat dan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pasar, kita dapat menciptakan peluang baru yang bermanfaat bagi semua pihak. Agrinesia siap untuk terus berinovasi dan berkontribusi pada pertumbuhan industri Halal global, dengan tetap memegang teguh komitmen terhadap kualitas dan kehalalan produk," tutup Nanang Siswanto.


Punya Potensi Besar, Ini Sulitnya Kembangkan Ekonomi Syariah di Indonesia

Halal Park Senayan
Pengunjung melihat produk UMKM dari Rumah Kreatif BUMN (RKB) binaan BNI saat Launching Halal Park di Senayan Jakarta, Selasa (16/4). Halal Park yang akan bertransformasi menjadi Halal Distrik didesain menjadi ekosistem bagi pelaku industri gaya hidup halal di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, bukan sebuah rahasia lagi, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini karena banyak sebab, salah satunya adalah Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. 

Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabin Indrajad Hattari menjelaskan, sebanyak 87,2 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Hal ini tentu saja sangat potensial untuk mengembangkan ekonomi syariah.

"Semuanya memberikan landasan yang kuat bagi orang Indonesia untuk menjadikan negara kita sebagai pusat ekonomi Syariah global," kata Rabin dalam acara The Sharia Economy And Finance, Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Potensi ini terlihat dari pertumbuhan kelas menengah yang pesat, berkembangnya pasar kesehatan global, serta potensi besar dari Zakat, Infaq, Sadaqah, dan Wakaf.

Rabin menjelaskan semua faktor tersebut memberikan landasan kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah global.

Namun, dia juga mengakui adanya sejumlah tantangan yang harus diatasi, termasuk rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah, kurangnya inovasi produk dan layanan syariah, serta terbatasnya sumber daya manusia (SDM) di sektor ini.

Saat ini, penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih rendah, hanya sebesar 6,87 persen, yang merupakan angka terendah di antara negara-negara Muslim lainnya.

Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, literasi keuangan syariah mencapai 39,11 persen, sedangkan inklusi keuangan syariah hanya 12,88 persen.

Ini berarti dari 100 orang, 39 orang mengetahui tentang keuangan syariah, tetapi hanya 12 orang yang aktif menggunakan produk keuangan syariah.

"Inilah kendala yang harus kita atasi bersama," imbuh Rabin

 


Kurangnya Produk dan Layanan Syariah

Halal Park Senayan
Pengunjung melihat produk UMKM dari Rumah Kreatif BUMN (RKB) binaan BNI saat Launching Halal Park di Senayan Jakarta, Selasa (16/4). Halal Park yang akan bertransformasi menjadi Halal Distrik didesain menjadi ekosistem bagi pelaku industri gaya hidup halal di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Masalah lainnya termasuk kurangnya produk dan layanan syariah yang inovatif. Daya saing dan inovasi dalam industri keuangan syariah masih kalah dibandingkan dengan industri keuangan konvensional. Produk keuangan syariah menunjukkan inovasi yang lebih sedikit, harga yang lebih tinggi, dan jaringan kantor yang kurang luas.

Selain itu, keterbatasan SDM di sektor keuangan syariah juga menjadi kendala. Survei menunjukkan bahwa 90 persen SDM di lembaga syariah tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang ekonomi atau perbankan syariah, yang menghambat perkembangan lembaga keuangan syariah.

Rabin mencontohkan pengalaman BUMN dalam mendirikan Bank Syariah Indonesia (BSI), yang menghadapi kesulitan dalam menemukan pakar sektor keuangan syariah yang berbakat.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, pemerintah Indonesia telah merumuskan strategi ekonomi dan keuangan syariah dengan beberapa pilar utama.

Langkah-langkah strategis meliputi peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah melalui edukasi masyarakat, pengembangan produk dan layanan syariah yang inovatif, serta pemanfaatan teknologi digital.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya