Menteri ESDM: Indonesia Tak Boleh Sembrono Ekspor Energi Hijau

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor energi baru terbarukan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Sep 2024, 11:15 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 11:15 WIB
Bahlil Lahadalia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru Bahlil Lahadalia saat acara serah terima jabatan Menteri ESDM di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/8/2024). (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa energi baru terbarukan (EBT) saat ini menjadi incaran sektor manufaktur global. Namun, ia menegaskan Indonesia tidak boleh gegabah dalam mengekspor energi hijau tersebut.

Menurutnya, permintaan energi hijau oleh sektor manufaktur terus meningkat, terutama di kawasan ASEAN. Pernyataan ini disampaikan Bahlil di hadapan Presiden Joko Widodo pada pembukaan The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (18/9/2024).

"Bapak Presiden, kami melaporkan bahwa energi baru terbarukan saat ini menjadi salah satu yang diperebutkan di kawasan Asia Tenggara. Seluruh dunia sedang mengejar manufaktur yang berorientasi pada energi baru terbarukan dan harus menjadi green industry," ujar Bahlil.

Potensi Indonesia

Ia juga menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor energi baru terbarukan. Selain itu, Indonesia sudah memiliki fasilitas carbon capture storage (CCS), yang belum dimiliki negara lain.

"Saya telah memerintahkan Dirjen Listrik dan EBTKE untuk tidak terburu-buru dalam mengekspor EBT. Kami setuju untuk mengekspor energi hijau, tetapi harus diatur dengan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu," tegasnya.

Bahlil meyakini bahwa nantinya pelaku industri manufaktur global akan berusaha keras menarik Indonesia agar bersedia mengekspor energi hijau.

"Pasti akan banyak rayuan. Seperti halnya wanita cantik yang pasti banyak dirayu. Namun, kita harus menjadi wanita cantik yang berkarakter, bukan yang mudah tergoda oleh pihak-pihak yang tidak jelas," katanya.

Selain itu, Bahlil juga menjelaskan bahwa Indonesia saat ini memiliki total kapasitas listrik sebesar 93 gigawatt (GW). Namun, hanya 13,7 GW atau sekitar 15 persen yang berasal dari EBT.

"Sesuai dengan target kebijakan energi nasional 2025, porsi EBT dalam bauran energi nasional diharapkan mencapai 23 persen. Namun, kenyataannya kita belum mencapai 23.000 MW, masih ada kekurangan 8 GW," pungkas Menteri ESDM.

 

Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Sentuh 3.677 Gigawatt

Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani kunjungan kerja ke PT LCI, di Cilegon, Banten, Rabu (11/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani kunjungan kerja ke PT LCI, di Cilegon, Banten, Rabu (11/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkap Indonesia memiliki potensi energi terbarukan hingga 3.677 Gigawatt. Potensi itu berasal dari tenaga surya, energi angin, hydro, biomassa, arus laut hingga panas bumi.

"Jika melihat energi yang berpotensi untuk di Indonesia baru terbarukan nilainya 3.677 gigawatt, kita bicara potensi yang di mana berasal tenaga surya, angin, hydro, arus laut, biomass, panas bumi dan lain-lainnya," ungkap Rosan dalam pidatonya di St. Regis Jakarta, Selasa (17/9/2024).

Rosan yakin potensi tersebut dapat membantu Indonesia mencapai cita-cita net zero emission pada 2060. Namun, dia juga mengakui target penurunan emisi karbon telah mengalami perlambatan.

"Saat ini, energi terbarukan yang dipakai itu 14%, padahal target kita pada tahun 2025 setahun dari sekarang itu sebetulnya adalah 23%. Jadi kita memang ketinggalan dari target-target kita," jelas dia.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan bahwa dibutuhkan tata kelola dan fasilitas pendukung yang baik untuk mendatangkan investor asing menanamkan modalnya pada sektor energi terbarukan di Indonesia.

"Untuk mereka (investor) ber-investasi (di Indonesia), yang berhubungan dengan tata kelola yang berkelanjutan dan berkesinambungan dari lingkungan hidup, itu menjadi salah prioritas utama,” bebernya.

"Sebagai contoh, mereka mau bikin EV (mobil listrik) di sini, harus ada manufaktur. Mereka inginnya ya tenaga energinya dari energi yang bersih," tambah Rosan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya