Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) turut membongkar penyebab tren deflasi yang menerpa Indonesia selama 5 bulan berturut-turut.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendagri, Moga Simatupang mengindikasikan, sejumlah konflik yang terjadi di beberapa negara sebagai salah satu alasan utama penyebab deflasi 5 bulan beruntun.
Baca Juga
Itu membuat permintaan dari pasar global menurun. Sehingga ekspor beberapa produk dalam negeri turut terkena imbas penurunan.
Advertisement
"Dengan demikian industri ini agak berkurang produksinya. Dampaknya ada beberapa terjadi PHK, pengurangan jam kerja. Sehingga berdampak ke daya beli," ujar Moga di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Dari faktor dalam negeri, ia melihat saat ini belum ada lagi peristiwa besar yang menggerakkan daya beli. Alhasil, ia menaruh harapan pada dua event besar pada akhir tahun, yakni pemilihan kepala daerah (Pilkada) hingga libur Natal dan Tahun Baru atau Nataru 2024.
"Kita berharap besok Pilkada dan Nataru akan normal kembali. Kami berharap Pilkada nanti dan juga Nataru akan segera membantu," kata Moga.
Moga juga tak memungkiri maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) ikut mempengaruhi pelemahan daya beli masyarakat. Namun kembali, ia memproyeksikan momen Pilkada dan Nataru nanti bisa memacu ekonomi.
"Iya, (imbas PHK) tentunya daya belinya akan berkurang. Kami berharap dengan adanya event besar ke depan seperti Pilkada dan Nataru itu akan kembali normal," pungkas Moga.
Jokowi Buka Suara soal RI Deflasi 5 Bulan Berturut-turut
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Artinya, Indonesia mengalami deflasi secara lima bulan berturut-turut hingga September 2024.
BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.
"(Apa) sebab penurunan harga barang? pasokannya baik, distribusinya baik, transportasi nggak ada hambatan atau (apa) karena memang ada daya beli yang berkurang?,” kata Jokowi kepada awak media di IKN, Minggu (6/10/2024).
Meski begitu, Jokowi memastikan deflasi dan inflasi harus dikendalikan, sehingga harga barang tetap stabil dan tidak merugikan produsen seperti petani, nelayan, pedagang UMKM atau pun pabrikan termasuk konsumen.
“Jangan sampai harga-harga terlalu rendah supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang produksi tidak dirugikan. Itu menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus,” pesan presiden.
Advertisement
Ingatkan soal Momen Kelam Tahun 1999
Diketahui deflasi lima bulan berturut-turut membuat publik khawatir momen kelam pelemahan ekonomi tahun 1999 akan terulang.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, deflasi pada tahun 1999 waktu itu terjadi selama tujuh bulan berturut-turut. Dalam catatannya, deflasi terjadi pada Maret hingga September.
Selain itu, Amalia juga mencatat, deflasi secara berturut-turut juga pernah terjadi pada Desember 2008 sampai dengan Januari 2009 akibat anjloknya harga minyak dunia.
Sri Mulyani Sebut Deflasi 5 Bulan Beruntun Bukti Keberhasilan Pemerintah, Kok Bisa?
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menilai deflasi yang dialami Indonesia secara 5 bulan berturut-turut merupakan hal yang positif.
"Jadi, kalau deflasi ini lima bulan terutama dikontribusikan oleh penurunan harga pangan, itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Menkeu menjelaskan, jika dilihat dari sisi komposisi inflasi. Pemerintah memang berupaya menjaga inflasi tetap rendah karena itu menentukan daya beli. Pasalnya, dilihat ke belakang inflasi itu banyak dipengaruhi oleh volatile food.
“Kenaikan inflasi yang tinggi semenjak tahun lalu itu karena banyak sekali dipengaruhi oleh food atau makanan,” ujarnya.
Jika volatile food tidak ditangani dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama kepada masyarakat konsumen kelompok menengah bawah. Pasalnya kelompok ini banyak menggunakan uangnya untuk makanan.
“Jadi kalau harga pangan stabil atau bahkan menurun karena waktu itu memang sempat meningkat, itu adalah hal yang positif,” ujarnya.
Advertisement
Keberhasilan Pemerintah
Sri Mulyani mengatakan, deflasi yang dialami Indonesia selama 5 bulan berturut-turut ini merupakan keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan volatile food.
“Di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food, itu adalah memang hal yang kita harapkan bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah, itu baik untuk konsumen di Indonesia yang terutama menengah bahwa mayoritas belanjanya adalah untuk makanan,” katanya.
Bendahara Negara ini menegaskan, dengan menekan volatile food, ia menilai daya beli masyarakat dapat terjaga, dan itu merupakan hal baik bagi perekonomian.
“Jadi dalam hal ini kita menyikapi sebagai hal yang positif, terutama juga kalau dari sisi fiskal kan kita menggunakan APBN fiskal itu pertama untuk menstabilkan harga belanja kita untuk makanan dalam hal ini bantuan dalam bentuk bantuan bansos dalam bentuk pemberian ayam, telur, beras, waktu itu itu adalah tujuannya untuk menurunkan beban,” pungkasnya.