Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan menjadi tuan rumah Co-operation Forum ke-15, yang berlangsung di Hotel Merusaka, Nusa Dua Bali. Forum ini bertujuan memperkuat dialog terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Baca Juga
Co-operation Forum (CF) merupakan pertemuan tahunan di bawah Cooperative Mechanism, yang dilakukan secara bergiliran oleh tiga negara pantai—Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Advertisement
Pertemuan ini penting karena mempertemukan pejabat eselon I dari ketiga negara, serta para pemangku kepentingan dari negara pengguna selat, asosiasi, dan organisasi internasional.
Pentingnya Selat Malaka dan Singapura
Dalam sambutannya, Menteri Perhubungan yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Budi Mantoro, menekankan bahwa Selat Malaka dan Singapura merupakan jalur pelayaran strategis, dengan 35% dari kapal internasional melintasi wilayah ini, membawa sepertiga komoditas perdagangan global.
"Volume lalu lintas di kedua selat ini terus meningkat, mencapai 130.000 kapal per tahun. Hal ini menimbulkan tantangan besar, termasuk kemacetan dan kecelakaan yang mengancam kelancaran rantai pasokan global, katanya ditulis Rabu (23/10/2024).
World Economic Forum memperkirakan kapasitas Selat Malaka akan melebihi batasnya pada akhir dekade ini akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat.
Peran Cooperative Mechanism dalam Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan
Cooperative Mechanism dibentuk pada 2007 dengan dukungan International Maritime Organization (IMO). Tujuannya adalah untuk mendorong dialog, berbagi informasi, dan meningkatkan kerja sama antar negara pantai dan negara pengguna selat terkait keselamatan dan perlindungan lingkungan.
Budi menyampaikan bahwa sebagai anggota Dewan IMO, Indonesia sangat mengutamakan keselamatan pelayaran internasional dan selalu mengikuti ketentuan IMO dalam mengatur perairan Indonesia, terutama di Selat Malaka dan Singapura.
Inisiatif Indonesia dalam Keselamatan Navigasi
Pada pertemuan ini, Indonesia mengumumkan pembentukan Maritime Safety Information (MSI) yang berbasis sistem penyiaran e-navigasi untuk meningkatkan keselamatan navigasi. Indonesia juga telah mengimplementasikan Ship Reporting System (SRS) untuk efisiensi navigasi dan keselamatan pelayaran.
Selain itu, Indonesia juga meningkatkan kapasitas sarana bantu navigasi seperti GMDSS, AIS, VTS, dan sistem rute kapal untuk memastikan keselamatan maritim dan perlindungan lingkungan sesuai standar IMO.
Penetapan PSSA dan Penggunaan Biodiesel
Indonesia berhasil menetapkan Kepulauan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) dalam Sidang IMO pada Oktober 2024. Dengan ini, Indonesia menjadi negara ke-19 yang memiliki PSSA, serta negara Asia kedua setelah Filipina.
Selain itu, Indonesia juga memulai penggunaan biodiesel kelapa sawit dengan campuran 35% untuk mendorong dekarbonisasi pelayaran, sejalan dengan strategi IMO 2023 tentang pengurangan emisi gas rumah kaca dari kapal.
Advertisement