Indonesia jadi Model Perlindungan Laut Filipina Barat

Philippine Business Club Indonesia (PBCI) sukses menyelenggarakan forum bertajuk “Dampak Laut Filipina Barat terhadap Perdagangan & Investasi ASEAN”

oleh Elyza Binta Chabibillah diperbarui 26 Okt 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2024, 16:00 WIB
Philippine Business Club Indonesia (PBCI) sukses menyelenggarakan forum bertajuk “Dampak Laut Filipina Barat terhadap Perdagangan & Investasi ASEAN”
Philippine Business Club Indonesia (PBCI) sukses menyelenggarakan forum bertajuk “Dampak Laut Filipina Barat terhadap Perdagangan & Investasi ASEAN”

Liputan6.com, Jakarta Philippine Business Club Indonesia (PBCI) sukses menyelenggarakan forum bertajuk “Dampak Laut Filipina Barat terhadap Perdagangan & Investasi ASEAN” di Hotel Westin Jakarta, Jum’at (25/10/2024). Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh terkemuka yang membahas isu-isu utama terkait Laut Filipina Barat, serta dampaknya pada perdagangan, investasi, dan keamanan kawasan Asia Tenggara.

Pidato utama disampaikan oleh CEO dan Pendiri ASEAN International Advocacy and Consultancy, Shanti Shamdasani serta Presiden Pendiri Kerjasama Pembangunan Internasional & Keamanan dari Universitas Filipina, Chester B. Cabalza, PhD. Hadir pula HE Gina Jamoralin, PhD, dari Kedutaan Besar Filipina di Indonesia yang memberikan sambutan, serta Ketua PBCI Antonio Capati yang membuka forum.

Acara ini dihadiri oleh para perwakilan Komunitas Ekspatriat Filipina, komunitas diplomatik, serta pihak-pihak dari Philippine Trade & Investment Corp (PTIC) Jakarta. Fokus diskusi mencakup dampak ekonomi dari konflik Laut Filipina Barat, keputusan UNCLOS, hingga ketegangan yang dipicu oleh klaim tumpang tindih Tiongkok di Laut Cina Selatan yang juga diklaim beberapa negara ASEAN.

Forum ini juga menyoroti praktik terbaik dari perlindungan Indonesia terhadap Kepulauan Natuna. Pengalaman Indonesia dalam menjaga kedaulatan di wilayah tersebut dipandang sebagai model yang dapat diadopsi dalam melindungi Laut Filipina Barat. Para peserta juga menekankan pentingnya Kode Etik dalam menangani konflik maritim, yang dinilai dapat meredam ketegangan dan meningkatkan stabilitas di perairan yang diperebutkan.

Topik menarik lainnya adalah pembicaraan bertajuk “Apa yang Diinginkan Filipina? Melindungi Laut Filipina Barat (WPS) di Laut Cina Selatan (LCS).” Para pembicara menggarisbawahi pentingnya pengakuan tatanan berbasis aturan di kawasan maritim yang disengketakan, terutama dalam upaya menjaga keseimbangan antara kepentingan perdagangan dan keamanan di Asia Tenggara.

 

  

Isu Strategis

Bendera negara anggota ASEAN (Wikimedia Commons)
Bendera negara anggota ASEAN (Wikimedia Commons)

Pembahasan ini juga mengangkat isu strategis terkait peran Filipina dalam menghadapi ancaman keamanan eksternal, khususnya dalam konteks dinamika baru di kawasan Indo-Pasifik. Para pembicara menekankan bahwa Filipina tengah mengembangkan strategi pertahanan teritorial yang kuat untuk mengelola tantangan di perairan sengketa, sekaligus memperkokoh posisi ASEAN di kawasan tersebut.

Forum PBCI ini bertepatan dengan perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Filipina dan Indonesia. Momentum ini dinilai dapat menjadi landasan yang kuat bagi kedua negara untuk memperkuat kerja sama dalam menjaga stabilitas di Laut Filipina Barat dan Laut Cina Selatan. 

Kerja sama dalam penyusunan dan peningkatan kode etik di kawasan maritim pun diharapkan dapat menciptakan hubungan yang lebih solid antara kedua negara sebagai sekutu strategis di Asia Tenggara.

 

Langkah Kohesif

Bendera ASEAN
Ilustrasi (AFP)

Dalam penutupan forum, para peserta sepakat bahwa ASEAN perlu mendorong langkah yang lebih kohesif dalam menghadapi isu Laut Filipina Barat. Upaya ini diharapkan dapat meminimalisir konflik dan membangun blok yang solid di antara negara-negara pengklaim di kawasan Laut Cina Selatan.

Filipina menyatakan harapannya agar Tiongkok menghormati dan mengakui hak kedaulatan Filipina di Laut Filipina Barat. “Kami membutuhkan bantuan ASEAN, Indonesia, agar kami bisa lebih baik mengartikulasi norma maritim ini ke China, dan China harus mengenali Arbitral Award 2016,” tutup Chester, sambil menambahkan bahwa dialog yang lebih terbuka diharapkan dapat membawa stabilitas bagi kawasan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya