Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pengecer tidak akan lagi menerima distribusi LPG 3 kg dari Pertamina mulai 1 Februari 2025.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung menjelaskan, pihaknya sedang melakukan penataan agar pasokan LPG 3 kg yang dikonsumsi oleh masyarakat dapat memenuhi batas harga yang ditentukan oleh pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi yang pengecer justru kita jadikan pangkalan. Itu ada formal untuk mereka mendaftarkan nomor induk berusaha terlebih dahulu," ungkap Yuliot saat di wawancarai di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat, 31 Januari 2025, seperti dikutip (1/2/2025).
Advertisement
Namun, Yuliot menegaskan, pengecer LPG 3 kg tidak akan hilang sepenuhnya. Pengecer masih dapat menerima pasokan dan menjual tabung gas melon, asalkan memiliki nomor induk berusaha (NIB) dan mendaftar di sistem Online Single Submission (OSS).
"Per 1 Februari, peralihan. Karena itu ada jeda waktu. Kita berikan untuk satu bulan, pengecer jadi pangkalan," ia menambahkan.
Yuliot menuturkan, NIB tersebut diterbitkan melalui OSS sehingga perorangan dapat ikut mendaftar.
"Nomor induk berusaha itu diterbitkan melalui oss. Jadi perseorangan pun boleh. Itu bisa mendaftarkan nomor induk kependudukannya sebagai dasar, kemudian masuk dalam skema OSS."
Ia juga menambahkan, sistem ini sudah terintegrasi dengan data kependudukan yang ada di Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Yuliot, perubahan dalam skema distribusi LPG 3 kg ini bertujuan memutus mata rantai penyaluran yang seringkali tidak tepat sasaran. "Kita enggak ada istilah naik kelas. Mereka mendaftarkan saja. Justru dari pengecer kalau mereka jadi pangkalan, itu kan justru mata rantainya akan lebih pendek. Ini juga ada satu layer tambahan. Ini yang kita hindari," tuturnya.
Sebuah Rantai Distribusi
Pemerintah telah meluncurkan skema baru yang memastikan pemantauan kebutuhan masyarakat terhadap LPG 3 kg dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Pendistribusian gas tersebut akan dilakukan melalui pangkalan resmi Pertamina serta pengecer yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan terdaftar di Online Single Submission (OSS). Dengan langkah ini, diharapkan tidak ada lagi praktik penimbunan tabung gas melon oleh pihak pengecer.
"Jadi satu mata rantai pengecer itu kan sudah enggak ada lagi. Kita catatkan, jadi distribusi ini tercatat secara keseluruhan," ujar Yuliot.
Dengan adanya pencatatan yang sistematis, pemerintah dapat mengetahui kebutuhan distribusi LPG secara akurat.
"Jadi kalau ini tercatat, berapa kebutuhan distribusi, ya kita akan siapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jadi mungkin itu juga tidak terjadi oversupply untuk penggunaan LPG yang tidak tepat," pungkasnya.
Melalui pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap LPG 3 kg tanpa adanya gangguan dari praktik-praktik yang merugikan. Dengan demikian, skema baru ini diharapkan mampu menciptakan keadilan dalam distribusi energi bagi masyarakat.
Advertisement
Sri Mulyani: Harga LPG 3 Kg Seharusnya Rp 42.750 per Tabung.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawatimemberikan penjelasan terkait penggunaan pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah.
Sebagai pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ia memanfaatkan pajak untuk memberikan subsidi bagi kebutuhan dasar masyarakat. Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menyatakan, harga beberapa komoditas saat ini adalah harga yang telah disubsidi.
"Itu bukanlah harga yang seharusnya, karena barang-barang tersebut mendapatkan bantuan berupa subsidi ataupun kompensasi. Apa artinya?" tulisnya di akun Instagram @smindrawati, yang dikutip pada Kamis (30/1/2025).
Contoh yang diberikan oleh Sri Mulyani adalah harga jual eceran LPG 3 kg yang mencapai Rp 12.750 per tabung, padahal harga yang seharusnya adalah Rp 42.750 per tabung. Ia juga mencatat masyarakat membeli solar seharga Rp 6.800 per liter, sementara harga yang seharusnya adalah Rp 11.950 per liter.
Ia menekankan selisih harga ini, yang mencapai Rp 30.000 per tabung untuk LPG 3 kg dan Rp 5.150 per liter untuk solar, ditanggung oleh pemerintah melalui anggaran APBN yang berasal dari pajak masyarakat. Subsidi dan kompensasi ini bertujuan untuk melindungi kelompok masyarakat yang paling rentan serta memberikan manfaat signifikan bagi kelas menengah.
Jumlah Bantuan Subsidi
Sri Mulyani kemudian menjelaskan rincian jumlah subsidi yang akan diberikan pada 2024. Untuk LPG 3 kg, alokasi subsidi mencapai Rp 80,2 triliun yang ditujukan bagi 40,3 juta pelanggan. Sementara untuk solar, subsidi yang disiapkan adalah Rp 89,7 triliun untuk lebih dari 4 juta kendaraan.
Pertalite mendapatkan alokasi subsidi sebesar Rp 56,1 triliun yang diperuntukkan bagi lebih dari 157,4 juta kendaraan. Selain itu, minyak tanah juga akan mendapatkan subsidi sebesar Rp 4,5 triliun untuk 1,8 juta rumah tangga.
Untuk listrik dengan daya 900 VA, total subsidi mencapai Rp 156,4 triliun, yang mencakup 40,3 juta pelanggan melalui subsidi dan 50,6 juta pelanggan melalui kompensasi. Terakhir, pupuk urea dan pupuk NPK akan disubsidi sebesar Rp 47,4 triliun untuk 7,3 juta ton pupuk yang akan digunakan oleh petani.
"Ini merupakan bentuk nyata manfaat APBN yang langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Melalui belanja subsidi dan kompensasi, APBN melindungi daya beli masyarakat, sehingga perekonomian kita tetap terus bergerak di tengah tekanan geopolitik dan situasi global yang penuh ketidakpastian," pungkas dia.
Dengan demikian, subsidi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan membantu menjaga stabilitas ekonomi di saat-saat yang sulit. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung kebutuhan dasar rakyat dan menjaga agar perekonomian tetap tumbuh meskipun menghadapi tantangan global yang berat.
Advertisement