Pemerintah berupaya menekan impor minyak melalui penggunaan bahan bakar nabati (BBN) sebagai pengganti solar. Dalam paket kebijakan ini akan ada peningkatan penggunaan BBN dari 5% menjadi 10%.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pemerintah akan mendorong penggunaan BBN menjadi 20% ke depan.
"Jadi di mandatory dari 5% menjadi 10% sebagai substitusi solar. Pertamina sekarang sudah bisa membuat 7,5% tapi baru masuk 5%. Ke depan, digenjot lebih tinggi menjadi 20%," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Lebih jauh Jero menerangkan, industri pengolahan kelapa sawit mengaku sudah siap merealisasikan arahan pemerintah sehingga proses peralihan pencampuran BBM dengan BBN dapat berjalan dengan lancar.
"Tadinya kan penggunaan BBN di BBM tidak diharuskan (tidak mandatory) jadi tidak lancar. Dengan mandat ini, 100 liter solar harus dicampur dengan 10 liter nabati. Bahan bakar ini jauh lebih murah dibanding solar, karena solar harus impor," ujarnya.
Dampak penggunaan BBN, dia menuturkan, akan mengurangi impor solar serta menciptakan lapangan kerja mengingat bahan baku dari BBN ini adalah kelapa sawit. Peningkatan pemakaian BBN harus direalisasikan dalam waktu segera.
"BBN produksi dalam negeri bisa mengurangi devisa yang tersedot dan membuka lapangan kerja tambahan. Sekarang kan penggunaan solar ada yang subsidi dan non, jadi dua-duanya kami substitusi," tandas Jero.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, pemakaian BBN ini untuk jenis biodiesel dan hukumnya wajib.
"Biodiesel akan diolah oleh pihak swasta, sehingga harganya juga bisa lebih murah. Ini bertujuan untuk memperkecil porsi impor minyak yang berkontribusi besar kepada defisit perdagangan dan transaksi berjalan," pungkas dia.  (Fik/Ndw)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pemerintah akan mendorong penggunaan BBN menjadi 20% ke depan.
"Jadi di mandatory dari 5% menjadi 10% sebagai substitusi solar. Pertamina sekarang sudah bisa membuat 7,5% tapi baru masuk 5%. Ke depan, digenjot lebih tinggi menjadi 20%," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Lebih jauh Jero menerangkan, industri pengolahan kelapa sawit mengaku sudah siap merealisasikan arahan pemerintah sehingga proses peralihan pencampuran BBM dengan BBN dapat berjalan dengan lancar.
"Tadinya kan penggunaan BBN di BBM tidak diharuskan (tidak mandatory) jadi tidak lancar. Dengan mandat ini, 100 liter solar harus dicampur dengan 10 liter nabati. Bahan bakar ini jauh lebih murah dibanding solar, karena solar harus impor," ujarnya.
Dampak penggunaan BBN, dia menuturkan, akan mengurangi impor solar serta menciptakan lapangan kerja mengingat bahan baku dari BBN ini adalah kelapa sawit. Peningkatan pemakaian BBN harus direalisasikan dalam waktu segera.
"BBN produksi dalam negeri bisa mengurangi devisa yang tersedot dan membuka lapangan kerja tambahan. Sekarang kan penggunaan solar ada yang subsidi dan non, jadi dua-duanya kami substitusi," tandas Jero.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, pemakaian BBN ini untuk jenis biodiesel dan hukumnya wajib.
"Biodiesel akan diolah oleh pihak swasta, sehingga harganya juga bisa lebih murah. Ini bertujuan untuk memperkecil porsi impor minyak yang berkontribusi besar kepada defisit perdagangan dan transaksi berjalan," pungkas dia.  (Fik/Ndw)