Dikasih Gaji Kecil, Pembantu Indonesia Ogah Kerja di Malaysia

Malaysia saat ini tengah mengalami kelangkaan pasokan Pembantu Rumah Tangga (PRT), khususnya dari Indonesia.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 26 Agu 2013, 21:15 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2013, 21:15 WIB
tki-malaysia-130826b.jpg
Malaysia saat ini tengah mengalami kelangkaan pasokan Pembantu Rumah Tangga (PRT), khususnya dari Indonesia. Pesona Malaysia kian memudar untuk menarik minat tenaga kerja Indonesia bekerja sebagai PRT di sana. Mengingat gaji yang lebih besar, PRT Indonesia lebih memilih bekerja di Hong Kong, Taiwan dan Singapura dibandingkan Malaysia.

Seperti dilansir dari The Malay Mail Online, Senin (23/8/2013), upah bulanan sebagai PRT di Hong Kong dan Taiwan tercatat yang paling tinggi sebesar RM 2.292 (Rp 7,6 juta). Tak hanya dua negara tersebut, Singapura juga menjadi lahan kerja yang menarik mengingat PRT Indonesia memperoleh bayaran sekitar RM 1.200 (Rp 3,9 juta) per bulan di sana.

Sebaliknya, upah per bulan PRT Indonesia di Malaysia hanya sekitar RM 700 (Rp 2,3 juta). Bayarannya tetap tak meningkat, meski pada 2011 Malaysia sempat mengajukan kebijakan kenaikan gaji menjadi RM 900.

Hal ini karena Malaysia menganggap perekrutan PRT asal Indonesia membutuhkan biaya selangit. Meski demikian Malaysia tetap memerlukan pasokan PRT dari Indonesia mengingat sejumlah kendala yang timbul jika perekrutan dilakukan dari Vietnam atau Sri Langka.

Sebelum pemberlakuan larangan pengiriman TKI sebagai PRT di Malaysia pada 2009, tenaga kerja Indonesia memenuhi 90% kebutuhan PRT di Malaysia. Indonesia tercatat sebagai negara pemasok pembantu terbanyak ke Malaysia mengingat budaya dan bahasa kedua negara yang cenderung mirip.

Tahun lalu hanya 238 ribu orang Indonesia yang melamar untuk menjadi pembantu di negara lain. Jumlah tersebut menurun lebih dari setengahnya dari angka 451 ribu pada 2010.

Sementara itu, pemerintah Indonesia saat ini tengah berupaya keras melatih sumber daya manusianya agar terampil bekerja. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk berhenti mengirim PRT ke luar negeri pada 2017 mendatang.

Lonjakan permintaan pembantu di Negeri Jiran tersebut terus meningkat sementara pasokannya terus berkurang. Tak hanya rencana Indonesia, kebijakan keras Kamboja melarang warganya bekerja sebagai pembantu di Luar negeri juga menyebabkan kelangkaan PRT di Malaysia.

Dampak kelangkaan tersebut dapat dirasakan lewat berkurangnya omset industri Pembantu Rumah Tangga (PRT) Malaysia. Pendapatan tahunan yang awalnya sekitar RM 300 juta menjadi hanya RM 160 juta saat ini.

Mengatasi kelanggkaan pembantu di negaranya, pemerintah Malaysia menghimbau warganya untuk menitipkan anaknya di tempat penitipan anak saat bekerja. Warganya juga disarankan untuk merekrut pembantu paruh waktu untuk membersihkan rumah dan memasak.

Pemerintahnya  juga telah menganggarkan RM 15 juta untuk mendirikan sedikitnya 1.000 pusat penitipan anak. Langkah ini guna mengurangi kebutuhan pembantu dari luar negeri.

"Yang pasti, rendahnya tingkat perekrutan PRT bisa membantu industri penitipan anak berkembang," ujar Kepala National Association of Early Childhood Care and Education, Radziah Daud. (Sis/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya