Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menganggap penolakan India untuk mengalah pada kebijakan ketahanan pangan pada konferensi WTO di Bali merupakan langkah pemerintah guna melindungi para petani lokal.
"Masing-masing negara punya interest kepada para petaninya. Indonesia juga punya nasional interest karena kalau liberalisasi pangan terjadi, beras bebas masuk ke sini, bagaimana dengan nasib petani kita," kata dia di Jakarta, Kamis (5/12/2013) malam.
Meski begitu, terwujudnya kesepakatan perdagangan global menjadi agenda penting dalam forum internasional tersebut. Sehingga Hatta meminta kepada negara-negara maju untuk membuka pasar seluas-luasnya bagi negara berkembang untuk masuk.
"Kita minta negara maju buka pasarnya, jangan ada unfair trade, tapi ciptakan keadilan. Jangan tidak dibuka karena dalam keputusan APEC lalu berbicara mengenai kesepakatan dagang dunia," jelasnya.
Terpenting, menurut Hatta, setiap negara wajib memberikan akses subsidi besar kepada para petani lokal. "Subsidi ke petani masih harus dilakukan supaya produktivitas meningkat," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan India menyatakan dengan tegas pihaknya tidak akan bernegosiasi soal kebijakan ketahanan pangan yang melibatkan pemberian subsidi makanan terhadap rakyat kurang mampu.
Meskipun draft kesepakatan Bali mengizinkan India untuk tetap mensubsidi pangan selama empat tahun, tapi para pembuat kebijakan di India meminta pertambahan waktu.
Persoalan tersebut cukup rumit menjelang masuknya India ke tahun politik membuat kemiskinan dan ketahanan pangan menjadi isu penting di negaranya. Jika India tetap gigih menolak, kesepakatan dagang dunia tak bisa dicapai di Bali.
Meski begitu, para wakil perdagangan dari Amerika Serikat tetap berpegang teguh pada keyakinannya untuk mewujudkan perjanjian global tersebut. "Kemarin, kami mendengar setiap delegasi menyatakan keinginannya, mereka ingin mencapai kesepakatan di sini, di Bali. Jadi kami masih punya sedikit waktu dan kami sangat berharap dapat mewujudkannya," papar Wakil Perdagangan AS Michael Froman. (Fik/Dw)
"Masing-masing negara punya interest kepada para petaninya. Indonesia juga punya nasional interest karena kalau liberalisasi pangan terjadi, beras bebas masuk ke sini, bagaimana dengan nasib petani kita," kata dia di Jakarta, Kamis (5/12/2013) malam.
Meski begitu, terwujudnya kesepakatan perdagangan global menjadi agenda penting dalam forum internasional tersebut. Sehingga Hatta meminta kepada negara-negara maju untuk membuka pasar seluas-luasnya bagi negara berkembang untuk masuk.
"Kita minta negara maju buka pasarnya, jangan ada unfair trade, tapi ciptakan keadilan. Jangan tidak dibuka karena dalam keputusan APEC lalu berbicara mengenai kesepakatan dagang dunia," jelasnya.
Terpenting, menurut Hatta, setiap negara wajib memberikan akses subsidi besar kepada para petani lokal. "Subsidi ke petani masih harus dilakukan supaya produktivitas meningkat," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan India menyatakan dengan tegas pihaknya tidak akan bernegosiasi soal kebijakan ketahanan pangan yang melibatkan pemberian subsidi makanan terhadap rakyat kurang mampu.
Meskipun draft kesepakatan Bali mengizinkan India untuk tetap mensubsidi pangan selama empat tahun, tapi para pembuat kebijakan di India meminta pertambahan waktu.
Persoalan tersebut cukup rumit menjelang masuknya India ke tahun politik membuat kemiskinan dan ketahanan pangan menjadi isu penting di negaranya. Jika India tetap gigih menolak, kesepakatan dagang dunia tak bisa dicapai di Bali.
Meski begitu, para wakil perdagangan dari Amerika Serikat tetap berpegang teguh pada keyakinannya untuk mewujudkan perjanjian global tersebut. "Kemarin, kami mendengar setiap delegasi menyatakan keinginannya, mereka ingin mencapai kesepakatan di sini, di Bali. Jadi kami masih punya sedikit waktu dan kami sangat berharap dapat mewujudkannya," papar Wakil Perdagangan AS Michael Froman. (Fik/Dw)