Mengenal Fenomena 'Quiet Quitting' di Kalangan Generasi Z dan Milenial, Apa Itu?

Quiet quitting saat ini sedang menjadi istilah yang ramai digunakan khususnya di kalangan generasi Z dan generasi millenial, lantas apa artinya?

oleh Afifah Nur Andini diperbarui 25 Nov 2022, 16:45 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2022, 16:45 WIB
Quiet Quitting
Quiet Quitting (Unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Quiet quitting saat ini sedang menjadi istilah yang ramai digunakan khususnya di kalangan generasi Z dan generasi millenial. Banyaknya unggahan di media sosial yang menggunakan tagar ini seolah menunjukkan situasi tersebut tidak hanya terjadi pada satu atau dua orang saja. Jadi, apa itu quiet quitting?

Melansir situs Very Well Mind (25/11/2022), seorang profesor di Universitas of Nottingham dan direktur dari Centre for Interprofessional Education and Learning, Maria Kordowicz, mendeskripsikan quiet quitting sebagai kegiatan melakukan hal yang diperlukan secara minimum, untuk bertahan dalam pekerjaan seseorang tanpa membiarkan hal itu memengaruhi area kehidupan yang lain.

Di samping dari istilahnya, quiet quitting tidak berarti seseorang benar-benar berhenti dalam pekerjaannya. Sebaliknya mereka menolak melakukan pekerjaan yang berlebihan dan menolak berkomitmen dengan 'hustle culture'. Mereka memilih untuk menetapkan batasan untuk diri sendiri di tempat kerja dan semua kegiatannya.

Hal ini mengartikan mereka akan mengeluarkan usaha yang lebih sedikit dan hanya melakukan pekerjaan yang dibutuhkan bagi mereka untuk selesai, serta menetapkan batasan dengan atasannya.

Saat melakukan quiet quitting, pekerja tersebut bisa saja sedang berusaha menemukan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupannya yang lebih baik. Mereka akan berhenti melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan di luar jam kerja dan tempat kerja. Bentuknya bisa seperti tidak akan membalas pesan dari kantor soal pekerjaan dan pulang kerja tepat waktu.

Namun, setiap praktik quiet quitting bisa tampak berbeda pada setiap individu. Praktik ini bisa memiliki efek positif ketika pekerja memaksimalkan kualitas kerjanya di jam kerja. Akan tetapi, hal ini akan berdampak sebaliknya pekerja kekurangan motivasi dalam bekerja.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Seperti Apa Fenomena Quiet Quitting?

Ilustrasi bekerja keras, lelah, letih
Ilustrasi bekerja keras, lelah, letih. (Photo by Tim Gouw on Unsplash)

Setiap individu memiliki cara melakukan quiet quitting yang berbeda. Namun, berdasarkan situs Very Well Mind, terdapat tanda-tanda umum yang menandakan seseorang melakukan quiet quitting. Tanda-tanda tersebut di antaranya sebagai berikut.

1. Sering menolak pekerjaan di luar jam kerja dan deskripsi jobdesc.

2. Tidak membalas email atau pesan yang berkaitan dengan pekerjaan di luar jam kerja.

3. Pulang dari kantor tepat waktu.

4. Tidak melibatkan sisi emosional dalam pekerjaan.

5. Tidak berminat untuk mencapai prestasi yang berlebihan.

6. Berkurangnya minat bekerja untuk mendapatkan promosi naik jabatan.

Mengapa Seseorang Melakukan Quiet Quitting?

Lelah - Vania
Ilustrasi Lelah/https://unsplash.com/Ephraim Mayrena

Ada berbagai alasan mengapa seseorang melakukan quiet quitting. Menurut Kordowicz, hal ini merupakan semacam strategi koping yang diadopsi seseorang untuk melindungi dirinya dari bekerja secara berlebihan dan berakhir kelelahan.

Terlalu sibuk bekerja bisa memengaruhi kehidupan seseorang. Mereka bisa kekurangan waktu istirahat, sulit untuk rileks, tidak ada waktu untuk melakukan perawatan diri, sampai berkurangnya waktu untuk dihabiskan bersama teman dan keluarga. Oleh karena ini, perlahan-lahan seseorang akan merespons efek tersebut dengan melakukan quiet quitting.

Permulaannya terkadang dilakukan secara tidak sadar. Terdapat pergeseran cara berpikir dan semangat yang menurun saat bekerja. Kita kemungkinan menganggap telah mengerahkan sejumlah besar upaya untuk memenuhi persyaratan kerja, tetapi mengalami kurangnya pengakuan.

Hal ini kemudian menyebabkan mereka kekurangan motivasi dan perlahan meninggalkan pekerjaannya secara mental. Ini pun berujung menjadi pergeseran perilaku mereka yang membuatnya tampak berhenti bekerja secara diam-diam. 

Quiet Quitting Memberikan Kepuasan dan Kebahagiaan Pribadi

Cegah Rasa Lelah, Coba Lakukan 5 Cara Ini
Ilustrasi (Sumber: Freepik)

Di samping dari dampak negatif yang disebabkan oleh quiet quitting, nyatanya hal ini juga memberikan manfaat secara mental bagi para pekerjanya. Kegiatan ini dapat memberikan kelegaan jangka pendek bagi karyawan dari lingkungan kerja yang terlalu fokus dengan hasil.

Quiet quitting membantu seseorang untuk mengembalikan fokus mereka terhadap pekerjaan, dengan cara tidak menyentuh tugas kerja di luar jam kerja. Hal ini kemudian akan membantu mereka memulihkan diri mereka dari kondisi burnout dan menyadari keinginan serta batasan mereka dalam pekerjaan.

'Berhenti bekerja diam-diam' dapat memberikan seseorang waktu untuk menenangkan diri dan mendapatkan waktu lebih untuk bersama keluarga dan teman. Selain itu, ini juga dapat membuat seseorang merasa lebih memegang kendali terhadap diri mereka sendiri.

Infografis: Siapa Generasi Sandwich (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Siapa Generasi Sandwich (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya