Pengusaha Kripto Roger Ver Terlilit Kasus Penipuan Pajak Rp 809,6 Miliar

Dakwaan tersebut menuduh Ver gagal melaporkan keuntungan modal dari aset Bitcoinnya yang besar setelah melepaskan kewarganegaraan AS pada 2014.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 03 Mei 2024, 13:36 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2024, 13:35 WIB
Pengusaha Kripto Roger Ver Terlilit Kasus Penipuan Pajak Rp 809,6 Miliar (Foto By AI)
Roger Ver atau juga dikenal sebagai Bitcoin Jesus, seorang pengusaha mata uang kripto dan promotor Bitcoin Cash, ditangkap di Spanyol atas tuduhan menghindari pajak AS (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta - Roger Ver atau juga dikenal sebagai Bitcoin Jesus, seorang pengusaha mata uang kripto dan promotor Bitcoin Cash, ditangkap di Spanyol atas tuduhan menghindari pajak AS senilai hampir USD 50 juta atau setara Rp 809,6 miliar (asumsi kurs Rp 16.192 per dolar AS) dan melakukan penipuan surat, menurut Departemen Kehakiman AS (DOJ).

Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (3/5/2024), dakwaan tersebut menuduh Ver gagal melaporkan keuntungan modal dari aset Bitcoinnya yang besar setelah melepaskan kewarganegaraan AS pada 2014. DOJ sekarang sedang mengupayakan ekstradisi Roger Ver untuk diadili di Amerika Serikat.

Kasus terhadap Ver menuduh Ver dan perusahaannya, MemoryDealers dan Agilestar, memiliki sekitar 131.000 Bitcoin pada 2014, dengan perusahaan tersebut memiliki 73.000 di antaranya.

Meskipun menjual puluhan ribu Bitcoin dengan harga sekitar USD 240 juta atau setara Rp 3,8 triliun pada November 2017, Ver diduga gagal mengungkapkan keuntungan ini kepada departemen pajak AS (IRS).

Surat dakwaan tersebut menuduhnya memberikan informasi palsu kepada firma hukum dan penilai untuk menyembunyikan ukuran sebenarnya dari kepemilikan Bitcoinnya. 

Ver dikenal karena mempromosikan Bitcoin Cash, sebuah spin-off Bitcoin. Dia mendapat julukan “Bitcoin Jesus” karena menjadi promotor awal Bitcoin.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

CEO JPMorgan Jamie Dimon Anggap Kripto Penipuan, Mengapa?

Ilustrasi Kripto (Foto: Traxer/unsplash)
Ilustrasi Kripto (Foto: Traxer/unsplash)

Sebelumnya, Kepala eksekutif JPMorgan Chase, Jamie Dimon, belum berubah pikiran pada pendapatnya terkait Bitcoin (BTC).Eksekutif raksasa bank asal Amerika Serikat itu masih bersikeras memandang aset kripto sebagai penipuan.

"Kripto seperti Bitcoin, saya selalu bilang itu penipuan," ucap Dimon, dikutip dari News.bitcoin.com, Rabu (1/5/2024).

"Jika mereka mengira (kripto) itu adalah mata uang, maka tidak ada harapan untuk itu. Itu adalah skema Ponzi," ujar Dimon dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg, ketika ditanya apakah ada harapan untuk kripto.

Namun, dia melanjutkan; "jika koin kripto dapat melakukan sesuatu seperti, kontrak pintar, maka aset digital tersebut memiliki nilai. Akan ada kontrak pintar, dan blockchain berfungsi. Sejauh ''kripto' mengakses hal-hal blockchain tertentu, ya, itu mungkin memiliki beberapa nilai".

Seperti diketahui, Dimon telah menjadi kritikus vokal terhadap Bitcoin dan mata uang kripto secara keseluruhan.

Pada Maret 2024, CEO JPMorgan Chase itu menegaskan bahwa dia tidak akan pernah berinvestasi secara pribadi dalam Bitcoin. Dia kerap mengatakan bahwa beberapa kasus penggunaan aset kripto terkait dengan penghindaran pajak, pencucian uang, dan pendanaan terorisme.

Selama sidang Senat, Dimon pun mengungkapkan seandainya dia masuk ke pemerintahan, dia akan menutup mata uang kripto.

"Saran pribadi saya adalah jangan terlibat. Tapi saya tidak ingin memberi tahu siapa pun apa yang harus dilakukan. Ini adalah negara bebas," ungkap Dimon pada Januari 2024, terkait penggunaan aset kripto.

Di sisi lain, Bos JPMorgan juga mengakui minat kliennya terhadap mata uang kripto dan mendukung kebebasan mereka untuk berinvestasi.

Google Gugat 2 Warga China Terkait Tuduhan Penipuan Aplikasi Kripto

Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)
Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)

Sebelumnya, raksasa teknologi Google mengajukan gugatan terhadap dua warga China di Distrik Selatan New York, terkait tuduhan menggunakan Google Play Store untuk melakukan penipuan terhadap lebih dari 100.000 pengguna di seluruh dunia,melalui aplikasi investasi kripto.

Melansir News.Bitcoin, Jumat (5/4/2024) gugatan tersebut menuduh bahwa Yunfeng Sun (alias Alphonse Sun) dan Hongnam Cheung (alias Zhang Hongnim atau Stanford Fischer) menjalankan skema penipuan ini setidaknya sejak tahun 2019.

"(Mereka diduga membuat) beberapa pernyataan keliru kepada Google untuk mengunggah aplikasi palsu mereka ke Google Play, namun tidak terbatas pada pernyataan keliru tentang identitas, lokasi, dan jenis serta sifat aplikasi yang diunggah," demikian keterangan penggugat.

"Ini adalah kesempatan unik bagi kami untuk menggunakan sumber daya kami untuk benar-benar memerangi pelaku kejahatan yang menjalankan skema kripto ekstensif untuk menipu beberapa pengguna kami," ungkap Halimah DeLaine Prado, penasihat umum di Google.

Pada 2023 saja, Halimah mengungkapkan, pihaknya mendapati lebih dari satu miliar dolar penipuan dan penipuan kripto di Amerika Serikat.

"(Gugatan) ini memungkinkan kami tidak hanya menggunakan sumber daya kami untuk melindungi pengguna, namun juga berfungsi sebagai preseden bagi pelaku kejahatan di masa depan yang kami tidak tolerir," ujar dia.

Gugatan tersebut menuduh Sun, Cheung, dan rekan mereka merancang aplikasi tersebut agar tampak sah.

Pengguna kemudian melihat saldo dan pengembalian yang diharapkan dalam aplikasi, tetapi pada akhirnya tidak dapat menarik investasi mereka atau mengklaim keuntungan.

Korban di AS dan Kanada

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

Sun dan Cheung diduga membujuk korban untuk mengunduh aplikasi mereka menggunakan berbagai cara, seperti mengirim pesan teks menggunakan Google Voice untuk menargetkan korban di AS dan Kanada, memposting video promosi di Youtube dan platform media sosial lainnya, dan menjalankan kampanye pemasaran afiliasi yang membayar komisi dengan mendaftarkan orang.

"SMS tersebut konon berasal dari nomor yang salah, namun kemudian pengirim SMS tersebut memulai percakapan dengan para korban, mengembangkan ‘persahabatan’ dan ‘keterikatan romantis,'" menurut dokumen pengadilan.

Google menjelaskan dalam keluhannya bahwa ketika aplikasi tersebut offline, para penipu membuat aplikasi baru dan mengunggahnya ke Google Play menggunakan "berbagai infrastruktur jaringan komputer dan akun untuk mengaburkan identitas mereka, dan membuat representasi yang keliru kepada Google dalam prosesnya".

Raksasa teknologi ini menuntut ganti rugi lebih dari USD 75.000 atau setara Rp 1,1 miliar dan perintah pengadilan permanen terhadap para terdakwa dan rekan mereka. Larangan ini akan mencegah mereka membuat akun Google dan mengakses layanan Google apa pun di masa mendatang.

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya