Dorong Literasi Bencana yang Inklusif, Kemenag Latih Kesiapsiagaan Organisasi Disabilitas hingga Pengurus Masjid

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara yang banyak mengalami bencana alam. Mulai dari banjir hingga gunung meletus.

Maka dari itu, setiap masyarakat perlu memiliki pengetahuan tentang kesiagaan bencana sebagai bekal penyelamatan jika suatu saat tertimpa bencana.

Hal ini melatarbelakangi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dalam melatih takmir masjid, penyuluh agama, dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) agar siap siaga saat menghadapi bencana alam.

Pelatihan digelar dengan kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Management of Social Transformation Programme (Most UNESCO), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat. Kegiatan workshop digelar dua hari, 30 – 31 Juli 2024, dihadiri takmir masjid, penyuluh, dan 15 difabel.

Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, wilayah Sumatera Barat memiliki potensi bencana yang tinggi.

"Sumatera Barat memang rawan terhadap bencana, baik banjir, gunung meletus, galodo (tanah longsor), gempa bumi, dan tsunami," kata Mahyeldi saat membuka Workshop Penguatan Literasi Kebencanaan Berbasis Pengetahuan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana di Sumatera Barat, Bukittinggi, Selasa (30/7/2024).

Mahyeldi berharap, workshop tersebut dapat memberi wawasan tentang bencana dan kesiapsiagaan, terutama bagi kelompok difabel, yang paling rentan saat terjadi bencana.

"Workshop ini dapat mendukung masyarakat Sumatera Barat untuk bisa menyikapi bencana dan mengurangi risikonya," tambahnya mengutip keterangan pers.

Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Kepustakaan Islam Kemenag Nur Rahmawati mengatakan, terdapat tiga tujuan dari pelatihan tersebut.

Pertama, mampu memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan lokal dalam meningkatkan pengurangan risiko bencana di Sumatera Barat.

Kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membangun kesiapsiagaan dan adaptasi, melalui pendidikan literasi bencana yang inklusif dan keberlanjutan.

"Terakhir, diharapkan mampu melahirkan rekomendasi berupa kebijakan yang efektif untuk pemanfaatan pengetahuan lokal dan teknologi informasi dalam mitigasi dan manajemen risiko bencana," jelasnya.

Nur menambahkan, workshop tersebut merupakan bentuk perhatian pada masyarakat Sumatra Barat agar peka terhadap bencana.

"Mereka (takmir dan penyuluh agama) adalah tokoh di lingkungan mereka masing-masing. Dengan pelatihan ini, diharapkan mereka dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekitar terhadap bencana," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Most UNESCO, Fakhriati mengatakan, workshop ini merupakan respons terhadap kejadian bencana yang dahsyat beberapa bulan lalu di Sumatera Barat.

"Banjir galodo di selingkar Gunung Marapi, Kabupaten Agam dan Tanah Datar, serta banjir di Pesisir Selatan dan kabupaten lainnya menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.