Kudeta Militer, Thailand Masih Aman untuk Turis?

Kudeta terjadi di Thailand, tentara bersenjata berseliweran, jam malam diberlakukan. Situasi terakhir membuat wisatawan takut berkunjung.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 23 Mei 2014, 12:56 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2014, 12:56 WIB
Belum Kondusif, Militer Thailand Terus Berjaga
Tentara bersenjata lengkap terlihat berjaga di jalan-jalan di pusat kota Bangkok, Thailand, (22/5/2014). (AFP PHOTO/Manan Vatsyayana)

Liputan6.com, Bangkok - Tentara-tentara yang menyandang senjata berseliweran. Kendaraan-kendaraan tempur seperti tank disiagakan. Sejumlah jalan diblokade. Kudeta telah terjadi. Thailand saat ini memberlakukan darurat militer. Di negara lain, kondisi tersebut mungkin menyebabkan kengerian. Namun tidak untuk warga Bangkok.

Sejak 1932 -- tahun ketika Thailand menjadi negara monarki konstitusional -- setidaknya telah terjadi 19 kudeta dan percobaan pengambilalihan kekuasaan oleh militer. Kondisi ini terus terjadi. Pada November 2013, protes meluas dan ancaman kekerasan terus-menerus melanda ibukota Bangkok. Dua kubu saling bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan Negeri Gajah Putih.

Sesaat setelah kudeta diumumkan Kamis, 23 Mei 2014, oleh Kepala Angkatan Bersenjata Jenderal Prayuth Chan-ocha, jam malam pun mulai diberlakukan pukul 22.00 hingga 05.00 di seluruh negeri. Meski demikian, pimpinan militer mengimbau warga untuk melakukan kegiatan seperti biasa. Aparat juga menjamin keamanan pada warga negara asing, termasuk wisatawan.

Pekan ini situasi Bangkok berjalan seperti biasa, di tengah konflik politik dan situasi darurat militer yang diberlakukan Selasa lalu. Para pekerja pergi ke tempat tugas, terjebak kemacetan, atau berdempetan dengan penumpang lain di bus dan BTS Skytrain.

Di jalan-jalan populer, warga lokal mengambil foto para tentara yang menyandang senjata, sejumlah orang yang punya nyali bahkan mengajak para serdadu berfoto 'selfie'.

Di sosial media, hashtag berhuruf Thailand yang bisa diterjemahkan sebagai "Tunjukkan padaku tentara yang ganteng" menjadi populer dengan cepat.

Jumlah Wisatawan Menurun



Namun, untuk turis mancanegara yang sudah berencana berlibur ke Thailand, itu adalah situasi yang sulit.

Protes jalanan, serangan granat, status darurat militer, dan kudeta adalah hal luar biasa. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir sudah jatuh koban nyawa.

Akibatnya, industri pariwisata Thailand menurun. Pelaku industri berharap konflik akan segera berakhir dan mereka bisa meraup rezeki.

"Banyak orang Thailand menunggu, melihat, dan berharap stabilitas politik kembali ke Kerajaan lebih cepat lebih baik," kata direktur eksekutif Mekong Tourism Coordinating Office, Mason Florence seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Jumat (23/5/2014). "Selama bertahun-tahun Thailand telah membuktikan diri tangguh menghadapi kudeta, bencana alam, dan konflik politik."

Florence menambahkan, wisatawan mulai mengeksplorasi tempat-tempat seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar. "Dulu  hampir semua perjalanan sekitar negara-negara Mekong akan dimulai dan diakhiri di Bangkok, kini wisatawan makin punya banyak pilihan."

"Thailand harus bekerja keras lebih dari biasanya untuk mempertahankan daya saingnya di wilayah ini."

Menurut Badan Pariwisata Dunia atau World Travel and Tourism Council, sektor wisata menghasilkan pendapatan 2,4 triliun bath atau US$ 73,8 miliar  terhadap PDB Thailand pada tahun 2013, atau sekitar 20% dari total PDB.

Industri ini menghasilkan 2.563.000 pekerjaan secara langsung pada tahun 2013 (6,6% dari total lapangan kerja). Ini diperkirakan akan turun sebesar 7,2% pada tahun 2014 menjadi 2.377.500.

Bangkok Paling Terpukul



Meskipun sejumlah wisatawan tetap tinggal di Bangkok, menghindari protes dengan cara mengikuti perkembangan berita, dalam beberapa bulan terakhir banyak memilih untuk mengikuti saran dari puluhan negara yang mengeluarkan peringatan kepada warganya tentang situasi di ibukota Thailand itu.

Makin banyak yang menghindari Bangkok dan memilih tujuan populer lainnya di Thailand itu seperti Chiang Mai, Koh Samui, atau Phuket.

Akibatnya, tingkat okupansi hotel di Bangkok melorot tajam, dan ini mempengaruhi performa seluruh negeri. Demikian menurut STR Global.

Tingkat hunian di ibukota turun menjadi 55,2% di kuartal 1 2014 (dibandingkan dengan 79,7 % di kuartal 1 2013).

"2013 adalah tahun yang baik bagi hotel-hotel di Bangkok, namun 2014 adalah ke awal yang berat," kata Elizabeth Winkle, managing director STR Global, dalam sebuah pernyataan.

"Pada bulan Februari dan Maret, Bangkok melaporkan angka hunian terendah sejak Agustus 2010. Kekhawatiran terbesar adalah soal ketidakpastian berapa lama konflik ini akan berlangsung."

Seperti halnya di wilayah Thailand yang lain, di Bangkok, bandara dan tempat-tempat wisata utama tetap buka.

Setelah jam malam diberlakukan, mal-mal besar di Bangkok mengumumkan jadwal tutup lebih awal. Bus kota, BTS Skytrain, dan kereta bawah tanah MTR juga menghentikan layanan lebih awal dari biasanya.

Terdapat banyak laporan kemacetan lalu lintas di jalan-jalan kota, karena warga bergegas untuk pulang sebelum jam 22.00.

Imbauan untuk Wisatawan

Sejumlah negara telah memperbarui peringatan perjalanan mereka sejak darurat militer dideklarasikan pada Selasa lalu.

"Warga negara AS disarankan untuk tetap waspada, berhati-hati, dan memantau liputan media," demikian  pesan keamanan yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar AS di Bangkok.

"Disarankan untuk menghindari daerah-daerah di mana ada kegiatan protes, pertemuan-pertemuan besar, atau operasi keamanan. Dan ikuti petunjuk dari pemerintah Thailand."

Sementara, KBRI Bangkok mengeluarkan 5 peringatan untuk WNI. Pertama, seluruh WNI menjauhi tempat-tempat demonstrasi atau titik berkumpulnya massa, terutama pada malam hari, dan tetap memantau perkembangan situasi di sekitar secara seksama. Selain itu, bila melihat pergerakan massa, sebaiknya segera menghindar ke tempat yang lebih aman.

Kedua, untuk para turis (WNI) yang sedang berada di Thailand, jangan meninggalkan tempat tinggal atau penginapan jika tidak ada keperluan mendesak, terutama pada malam hari. Ketiga, hindari penggunaan atribut atau pakaian berwarna merah, kuning, dan hitam yang bisa disalahtafsirkan sebagai anggota atau bagian dari kelompok tertentu di Thailand yang sedang bertikai.  

Keempat, WNI harus selalu membawa kartu identitas diri di mana pun berada. Kelima, WNI perlu mengikuti perkembangan informasi selanjutnya dari KBRI Bangkok dari waktu ke waktu.

"Bila anda mengalami masalah terkait kondisi di Thailand, segera hubungi KBRI Bangkok. Nomor telepon yang dapat dihubungi adalah: 0929-031103; 0929-951595; 0929-951596, dan website KBRI Bangkok di www.kemlu.go.id/bangkok, atau www.facebook.com/komunitas indonesia di thailand." (Sun)

X

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya