Liputan6.com, New York - Sebuah dokumen Rusia beredar di PBB, berisi tentang usulan proses reformasi konstitusi di Suriah yang dilaksanakan selama 18 bulan. Lalu, rencana itu diikuti dengan pemilihan presiden.
Dokumen tersebut tidak menjelaskan, apakah Presiden Suriah Bashar al-Assad akan tetap berada di kursi kekuasaan selama proses itu berlangsung. Namun, kelompok oposisi dikatakan harus diikutsertakan dalam perundingan tentang krisis negara itu yang rencananya akan diadakan Sabtu mendatang di Wina, Austria.
Baca Juga
Sementara itu, militer Suriah berhasil menghentikan pengepungan di bagian utara. Tentara yang sedang dalam perjalanan ke pangakalan udara Kuwairis, timur Aleppo, berhasil membumihanguskan sekelompok besar anggota ISIS.
Advertisement
Fasilitas itu dikuasai oleh kelompok militan tersebut dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Hal tersebut merupakan kemenangan bagi pasukan rezim terlebih setelah Rusia meningkatkan kekuatan militer mereka pada akhir September.
Jet-jet Rusia telah menargetkan ISIS yang selama ini menguasai sebagian besar Aleppo. Setidaknya 22 orang tewas di Latakia, kota dekat laut Mediterania.
Juru bicara menteri luar negeri Rusia mengatakan prioritas pertemuan pada Sabtu mendatang harus memilih siapa kelompok oposis yang pantas sebagai partner untuk proses perdamaian. Bagi mereka yang berlabel 'teroris' tidak bakal diterima, seperti dilansir BBC Kamis (12/11/2015). Ada 20 negara dan grup internasional yang akan hadir dalam pertemuan tersebut.
Ada 8 proposal dari Rusia yang menyatakan tidak akan mengesampingkan keikutsertaan Presiden Assad pada pemilihan umum yang akan datang. "Presiden terpilih Suriah akan menjalankan fungsi komandan tertinggi militer, penguasa badan khusus dan kebijakan luar negeri," demikian sebagian isi dokumen yang bocor ke media. (Rie/Mut)