Polisi Lumpuhkan 2 Penembak Massal California

Pelaku ke-3 masih dalam pengejaran. Penembakan massal kali ini merupakan insiden ke-342 di AS, tahun ini. Motif belum diketahui.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 03 Des 2015, 10:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2015, 10:00 WIB
20151202-Lagi, Penembakan Massal di AS Tewaskan 14 Orang-California
Petugas penyelamat memberikan pertolongan pada para korban penembakan di sebuah pusat layanan bagi kaum difabel Inland Regional Center di San Bernardino, California, Rabu (2/12). Sedikitnya 14 tewas dan 17 lainnya terluka. (REUTERS/NBCLA.COM)

Liputan6.com, California - Dua pelaku penembakan massal ditembak mati oleh Polisi AS saat melakukan pengejaran setelah mereka membabi buta menghujani peluru ke sebuah fasilitas untuk disabilitas yang menewaskan 14 orang serta melukai 17 orang. Sementara itu, polisi masih melakukan terhadap pelaku lainna.

Penembakan massal ini merupakan yang terburuk setelah insiden serupa terjadi di sekolah Sandy Hook pada 2012. Tidak hanya itu, tragedi ini hanya berselang 1 bulan setelah Chris Harper-Mercer mengosongkan selongsong senjatanya membunuh 9 orang murid di Oregon.

Menurut saksi mata, 3 orang pelaku membawa senjata laras panjang dan memakai baju yang sepertinya rompi anti peluru. Polisi San Bernardino mengatakan 2 pelaku tersebut merupakan pria dan wanita. Mereka tewas saat pengejaran berlangsung.

Kepala Polisi Jarrod Burguan mengatakan bahwa 1 orang polisi terluka dalam insiden itu.

Pelaku ke-3 kini masih dalam pengejaran di Kota San Bernardino, 60 mil timur Los Angeles.

Para korban selamat mengatakan penembak memasuki gedung pada pukul 11.00 waktu setempat. Mereka menjelaskan bahwa 3 orang pelaku membawa senjata laras panjang.

David Bowdich, asisten direktur FBI untuk wilayah Los Angeles mmengatakan ia belum memastikan apakah serangan itu merupakan aksi teroris.

"Saya tahu, akan ada pertanyaan 'ini serangan teroris?' namun kami belum memastikanan hal itu. Bisa jadi benar, tapi sekali lagi kami belum tahu. Dan kami tidak mau menyimpulkan seperti itu," kata Bowdich seperti dilansir dari The Guardian, Rabu 2 Desember 2015.

Hal senada dikatakan oleh kepala polisi Burguan. "Kami belum tahu apa motif mereka," ujar Burguan.

Kendati demikian, dalam pernyataan sebelumnya ia mengatakan bahwa pelaku itu memasuki pusat disabilitas tersebut dengan membawa misi.

"Mereka datang dengan maksud... Kami belum dapat informasi yang mengindikasikan apakah ini serangan teroris atau bukan. Namun, pasti setidaknya serangan ini boleh dikatakan situasi terorisme domestik," terang Burguan dalam sebuah pernyataan.

Salah satu saksi mata, kameramen NBC4, Alex Vasquez yang sedang mengendarai mobilnya melewati tempat kejadian mengatakan ia mendengar suara tembakan berkali-kali.

"Saya melihat orang lari keluar, orang-orang ditembaki dari belakang, peluru mengenai punggung, lengan dan dada. Setelah mereka pergi, saya melihat seorang perempuan sekarat, dan menyaksikannya meninggal," tutur Vasquez sedih.

"Mereka ini orang-orang yang berangkat dari rumah di pagi hari untuk bekerja, dan hidup mereka berakhir seperti mimpi buruk," tambahnya lagi.

Penembakan massal terjadi di Inland Regional Center, sebuah fasilitas untuk para penyandang disabilitas. Di laman Facebook, pusat kesehatan penyandang cacat itu menyebutkan telah mempekerjakan hampir 670 orang dan memberikan layanan kepada lebih dari 30.200 orang

Penembakan massal kali ini adalah penembakan ke-342 di Amerika Serikat tahun ini saja, menurut data dari shootingtracker -- sebuah laman yang mencatat insiden yang melibatkan empat atau lebih korban (termasuk pelaku). Total kematian tercatat 447 dan 1.292 terluka.

Presiden AS Barack Obama pernah geram sesaat setelah insiden di Oregon Oktober lalu yang mengatakan bahwa penembakan menjadi hal yang rutin di negerinya.

Untuk tragedi kali ini, Obama yang tengah berada di Paris meminta kongres untuk melakukan sesuatu agar penembakan massal dihentikan.

"Amerika Serikat sekarang punya pola penembakkan massal di negeri itu yang tak sebanding dengan negara manapun," kata Obama dalam wawancara dengan ABC News sesaat setelah insiden terjadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya