Liputan6.com, Okinawa - Pangkalan militer Amerika Serikat di Pulau Okinawa, Jepang memberlakukan jam malam dan larangan menenggak alkohol, menyusul penahanan eks marinir yang diduga membunuh seorang wanita Jepang.
Para serdadu, yang jumlahnya mencapai 30 ribu orang, juga tak diizinkan mengunjungi klub atau bar. Larangan juga diberlakukan pada keluarga anggota militer dan pegawai sipil.
"Tak akan ada perayaan dan pesta sementara penduduk Okinawa sedang berduka," demikian pengumumkan pihak militer AS, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (28/5/2016). Aturan tersebut akan berlaku hingga 24 Juni 2016.
"Kita tak sepatutnya menyalakan kembang api...Jika kita merasa menjadi bagian dari masyarakat Okinawa, sudah seharusnya kita juga ikut berkabung. Dan itu yang kita lakukan," kata Komandan Korps Marinir di Jepang Letnan Jenderal Lawrence Nicholson.
Baca Juga
"Tak ada kata dalam Bahasa Inggris yang bisa mewakili keterkejutan, rasa sakit, dan kesedihan atas hilangnya nyawa korban yang tak berdosa," tambah dia.
Sang Jenderal juga menyampaikan permintaan khusus pada warga Okinawa. "Jangan biarkan tindakan mengerikan yang dilakukan satu oknum memecah belah dua komunitas ini."
Advertisement
Kenneth Shinzato (32) ditahan pada 19 Mei 2016 lalu. Namun, belum ada dakwaan yang dikenakan padanya
Shinzato ditahan atas tuduhan membuang jasad seorang wanita. Sementara itu, jasad korban yang berusia 20 tahun ditemukan di lokasi yang diketahui berdasarkan pengakuan tersangka.
Polisi Jepang mengungkapkan, Shinzato mengaku telah membuah jasad tersebut. Ia juga diduga kuat membunuh korban -- meski dakwaan soal itu belum dikenakan.
Sejumlah warga Okinawa sudah lama menaruh kebencian pada pangkalan AS. Dan insiden yang terjadi belakangan kian menyulut ketegangan.
Pada 2013 lalu, jam malam diberlakukan untuk seluruh tentara yang ada di Jepang setelah 2 anggota angkatan laut AS dinyatakan bersalah dalam kasus pemerkosaan seorang perempuan Jepang di Okinawa.
Sementara itu, pada 1995, pemerkosaan gadis 12 tahun di Okinawa oleh para prajurit AS memicu protes massal.
Okinawa menjadi pangkalan sekitar setengah dari semua pasukan AS di Jepang. Muncul wacana untuk memindahkan sebagian dari markas tersebut -- pangkalan udara Futenma -- ke daerah yang lebih sedikit di pulau itu.
Namun, banyak warga Okinawa menginginkan pangkalan udara AS dienyahkan dari wilayah mereka.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sebelumnya menyampaikan perihal kasus tersebut kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama jelang KTT G7.
"AS akan bekerja sama penuh dan akan terus memastikan keadilan ditegakkan di bawah sistem hukum Jepang," kata Obama soal kasus di Okinawa.