Tuntut Presiden Korsel Mundur, Ribuan Demonstran Padati Seoul

Protes besar-besaran digelar di Seoul, Korea Selatan pada Sabtu 12 November 2016.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 13 Nov 2016, 08:23 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2016, 08:23 WIB

Liputan6.com, Seoul - Protes besar-besaran digelar di Seoul, Korea Selatan pada Sabtu 12 November 2016. Sudah dua kali demonstrasi yang dihadiri ribuan orang diadakan selama akhir pekan.

Peserta aksi datang dari berbagai kalangan. Ada keluarga yang membawa serta anak-anak mereka yang masih kecil, murid-murid sekolah berseragam, juga anggota serikat. Mereka menuntut agar Presiden Park Geun-hye mundur dari jabatannya.

Tuntutan tersebut disuarakan menyusul skandal keputusan Presiden Park yang membagikan informasi rahasia pada seseorang yang tidak memiliki izin keamanan yang disyaratkan untuk menerimanya.

Presiden perempuan pertama dalam sejarah Korsel itu sudah minta maaf dua kali. Namun, itu tak lantas meredakan amarah sebagian besar rakyat yang merasa 'dikhianati'.

Aksi kemarin adalah salah satu protes anti-pemerintah yang pernah digelar di Korsel selama kurun waktu beberapa dekade.

Empat aparat keamanan terluka selama demonstrasi. Menurut kantor berita Yonhap News Agency, mengutip sumber Departemen Pemadam Kebakaran, 26 pendemo dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami cedera, sementara 29 lainnya dirawat di lokasi aksi.

Belum jelas mengapa ada korban luka dari pihak aparat dan demonstran.

Seperti dikutip dari CNN, Minggu (13/11/2016), sejumlah demonstran mengaku tak akan mundur hingga sang presiden lengser.

"Kami tak akan menyebutnya presiden. Tak akan lagi,"kata Chu Mia, salah satu demonstran yang mengenakan aksesoris mirip tanduk setan dan memegang poster tuntutan agar Park mundur. "Yang kami inginkan adalah pemerintahan yang sesungguhnya."

Chu Mia menambahkan, rakyat Korea Selatan dibuat tercengang dan kaget setelah mengetahui ada ''seseorang di belakang presiden". Pernyataannya merujuk pada orang kepercayaan Park, Choi Soon-sil, yang tak punya jabatan pemerintah tapi diduga punya akses ke sejumlah dokumen rahasia, bahkan pidato kepresidenan. "Kami tak ingin orang ini (Presiden Park) tetap berkuasa."

Manfaatkan Rahasia Negara

Presiden Korsel, Park Geun-hye membungkuk sebagai wujud permintaan maafnya kepada rakyat (Reuters)


Pihak media dan partai oposisi menuding orang dekat Presiden Park, Choi Soon-sil memanfaatkan kedekatannya dengan orang nomor satu Korsel untuk mengumpulkan sumbangan miliaran dolar untuk yayasannya.

Jaksa kini telah menahan Choi atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan upaya penipuan. Dua mantan tangan kanan Park juga ditahan.

Sementara, seperti dikabarkan Yonhap, mantan sekretaris presiden An Chong-bum (57) ditahan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemaksaan.

Pengadilan juga mengeluarkan perintah penahanan untuk Jeong Ho-seong, mantan sekretaris untuk urusan pribadi presiden, atas tuduhan memindahtangankan dokumen kenegaraan pada Choi.

Tak hanya soal itu Park Geun-hye dituntut mundur. Sejumlah insiden yang terjadi, termasuk tenggelamnya kapal feri Sewol yang menewaskan 300 orang, memicu frustasi rakyat atas kepemimpinannya.

Akhir pekan lalu, puluhan ribu demonstran menyerukan Park untuk mundur. Pada pemrotes bahkan memblokir jalan tol 16 jalur di Seoul.

Sementara, dalam aksi teranyar, para pemimpin aksi bergantian berorasi.

"Korupsi semacam ini sudah terjadi selama masa kepemimpinan ayahnya. Bedanya, kini, 40 tahun kemudian, ditanggapi dengan resistensi rakyat," kata salah satu pemimpin aksi.

Sementara, demonstran lain memegang lilin. Anaknya yang masih kecil berdiri di sampingnya. "Aku membawa anakku agar ia bisa menjadi saksi dari sebuah aksi demokrasi, sekaligus menunjukkan kepadanya, salah satu masa paling suram dalam sejarah bangsa ini."

Park, yang menjadi perempuan pertama yang menjabat Presiden Korsel adalah putri dari  Park Chung-hee, presiden yang menjabat pada 1961-1979.

Park Chung-hee tewas dibunuh oleh kepala intelijennya sendiri. Park senior dianggap sebagai otak di balik kesejahteraan Korsel, namun sejumlah orang menyebutnya sebagai diktator yang melanggar hak asasi manusia dan memberangus perbedaan pendapat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya