18-12-1771: Puputan Bayu, Perang Paling Mematikan di Indonesia

Perang Puputan ini disebut-sebut sebagai perang paling mematikan sepanjang sejarah Indonesia karena banyak korban jiwa.

oleh Rasheed Gunawan diperbarui 18 Des 2016, 06:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2016, 06:00 WIB
Ilustrasi perang Puputan. (Wikimedia)
Ilustrasi perang Puputan. (Wikimedia)

Liputan6.com, Jakarta - Hari itu, 18 Desember 1771, terjadi perang di tanah paling timur Jawa, yang kini menjadi Kabupaten Banyuwangi. Perang tersebut dinamakan Puputan Bayu, perang habis-habisan atau perang sampai mati yang dilakukan warga Banyuwangi untuk menggempur pasukan VOC Belanda.

Perang Puputan ini disebut-sebut sebagai perang paling mematikan sepanjang sejarah Indonesia, lantaran jumlah korban jiwa yang begitu banyak dan banyak aksi bengis yang terjadi.

Dalam buku berjudul "Sembah Sumpah, Politik Bahasa dan kebudayaan Jawa" yang ditulis Benedict R Anderson, akibat perang ini, sekitar 60.000 rakyat Blambangan (Banyuwangi) gugur, hilang, ataupun yang menyingkir ke hutan untuk menyelamatkan diri dari VOC. Jumlah korban tersebut dianggap begitu besar karena jumlah penduduk Blambangan waktu itu 65.000 orang.

Sementara itu, belum diketahui pasti jumlah serdadu Belanda yang tewas. Tapi dipastikan Belanda mengalami kerugian besar. Delapan ton emas terkuras untuk perang ini yang menjadi pukulan telak terhadap keuangan VOC pada waktu itu.

Penyebab terjadinya Puputan Bayu ini lantaran warga Banyuwangi geram dan tak tahan dengan aturan penjajah Belanda yang mencekik kehidupan mereka. Belanda mempekerjakan paksa warga dan tidak menyediakan makanan bagi mereka. Kesengsaraan, kelaparan, serta serba hidup kekurangan yang kemudian memicu penyakit dan berakhir pada kematian yang sangat tinggi.

Selain meninggal, banyak rakyat Blambangan yang melarikan diri dan bersembunyi ke hutan. Hingga pada akhirnya, 18 Desember 1771, warga memutuskan untuk perang habis-habisan.

Dalam peristiwa itu, para pejuang Blambangan melakukan serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC. Prajurit Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa senjata golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh sebagai rampasan dari tentara VOC. Serangan pejuang Bayu yang mendadak, membuat pasukan VOC terdesak.

Ketika posisinya terus terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang. Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC. Saat itulah pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan sungga (parit yang di dalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC yang terjebak dan dihujam dari atas.

Belanda menyatakan serangan ini sebagai "de dramatische vernietiging van Compagniesleger" (kehancuran dramatis pasukan kompeni). Sersan Mayor van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu Eropa lainnya tewas dalam perang itu. Hanya beberapa serdadu yang tersisa. Sementara, warga Blambangan harus kehilangan pemimpinnya. Pangeran Jagapati gugur satu hari kemudian, 19 Desember 1771, karena terluka akibat perang.

Peristiwa ini dikisahkan dalam Babad Tawang Alun xi.5-21, sebagai berikut:

"Pangeran Jagapati bertempur melawan Alap-alap dari Madura. Keduanya tak terkalahkan. Lalu ketahuan oleh Pangeran Jagapati bahwa Alap-alap memakai baju zirah. Maka dengan lembing pusakanya, Si Kelabang, dari jenis biring lanangan, ditusuknya Alapalap dari bawah. Dan Alap-alap roboh tetapi masih sempat melukai Pangeran Jagapati. Alap-alap diusung ke perkemahan, lalu meninggal. Jagapati yang luka parah dibawa ke benteng. Dengan luka parah Pangeran Jagapati masih mampu mengatur strategi peperangan dengan menunjuk Jagalara dan Sayu Wiwit sebagai wakilnya untuk melanjutkan peperangan. Keesokan harinya pertempuran dilanjutkan diiringi suara kendang, gong, beri dan tambur dan berlangsung sampai malam tiba. Setelah kembali ke benteng para prajurit Bayu mengetahui bahwa Pangeran Jagapati telah meninggal. Babad Tawang Alun xii.1-2 melanjutkan: Pangeran Sumenep dan Panembahan Bangkalan sangat marah karena kematian Alap-alap. Pasukan Madura dan Kompeni bertempur lagi dan kehilangan 2.000 orang sebagai akibat amukan orang Bayu."

Tanggal terjadinya peperangan ini, 18 Desember 1771, pada akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi karena menjadi cikal bakal terbentuknya wilayah tersebut.

Sejarah lain mencatat pada 18 Desember Pada 1961, Indonesia menyerang Nugini untuk merebut Papua Barat, yang sebelumnya dikenal sebagai Nugini Belanda. Kemudian pada 18 Desember 1999, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) meluncurkan satelit Tera yang membawa 5 instrumen pengamat Bumi: ASTER, CERES, MISR, MODIS, dan MOPITT.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya