Liputan6.com, Kathmandu - Polisi Nepal menginvestigasi kematian gadis 15 tahun. Sebelumnya, korban diasingkan ke gudang berventilasi buruk karena ia sedang haid. Aparat mengatakan, gadis itu tercekik asap perapian yang ia nyalakan agar tubuhnya tetap hangat.
Seperti dikutip dari BBC, Rabu (21/12/2016), jasad Roshani Tiruwa ditemukan oleh ayahnya akhir pekan lalu di sebuah pondok yang dibuat dari batu dan lumpur di Desa Gajra, Distrik Achham, 440 kilometer di barat Kathmandu.
Baca Juga
Berdasarkan praktik kuno, chhaupadi, perempuan yang sedang menstruasi atau baru melahirkan dianggap 'kotor' dan harus diasingkan. Praktik tersebut telah dilarang oleh pemerintah Nepal pada 2005, namun masih dilakukan di desa-desa terpencil.
Advertisement
Masyarakat di sana yakin, mereka akan mengalami kemalangan seperti bencana alam jika ada perempuan yang sedang haid atau nifas hidup di antara mereka.
Saat diasingkan, para perempuan tak boleh makan makanan yang biasa mereka asup. Minum susu juga terlarang.
Dalam sejumlah kasus, para perempuan dan gadis berbagi tempat bernaung dengan hewan ternak lengkap dengan kotoran mereka -- di gubuk atau kandang yang letaknya jauh dari desa.
Mereka yang diasingkan kerap mengigil pada musim dingin dan tersengat terik pada musim panas. Sejumlah korban bahkan mengalami sakit fisik dan mental akibatnya.
Sejumlah kritikus mengatakan, pemerintah belum berbuat banyak untuk menghapuskan praktik tersebut, juga untuk mencegah pernikahan dini di kalangan bocah bau kencur.
Sementara, pemerintah mengatakan, sulit untuk mencegah pelanggaran tersebut karena terlanjur tertanam dalam budaya lokal.
Praktik Kuno
Chhaupadi mengatur apa yang boleh dimakan seorang perempuan, di mana ia bisa tidur, dengan siapa ia boleh berinteraksi, ke mana ia bisa pergi, dan siapa saja yang boleh disentuhnya.
Mereka yang haid atau nifas masuk ke rumahnya, dilarang memasak, menyentuh orangtuanya, pergi ke kuil atau sekolah, atau makan apapun kecuali roti atau nasi yang diasinkan.
Konon, mereka yang melanggarnya bisa membawa kemalangan bahkan kematian bagi keluarganya.
Tak hanya itu, diyakini, jika ia menyentuh tanaman, maka tanaman itu akan layu; jika ia menimba air maka sumur akan kering; dan jika ia memetik buah maka buah itu tak akan matang.
Chhaupadi -- atau yang diterjemahkan sebagai 'makhluk yang tak boleh disentuh' telah dipraktikkan selama berabad-abad di Nepal, juga sebagian India dan Bangladesh.
Meski telah dilarang lewat keputusan Mahkamah Agung pada 2005, praktik tersebut masih dilakukan di bagian barat Nepal, di mana laju pembangunan, tingkat pendidikan, dan kesetaraan gender masih rendah.
Radha Paudel, ketua organisasi akar rumput Action Works Nepal (Awon) mengatakan, 95 persen anak gadis dan perempuan Nepal di kawasan tengah hingga Barat menjadi korban dari praktik chhaupadi. Kebanyakan diasingkan di kandang sapi.
Sementara, di wilayah Kathmandu, di mana harga tanah teramat mahal dan warga tak mungkin punya kandang ternak, pihak keluarga akan menyewa kamar agar perempuan yang sedang datang bulan atau nifas bisa tinggal terpisah.
Chhaupadi terkait dengan gangguan psikologis dan fisik yang dialami kaum hawa -- sebagai akibatnya. Riset Awon menemukan bahwa 77 persen perempuan merasa terhina selama menstruasi, dan dua pertiga dari responden mengaku kesepian dan ketakutan tinggal di kandang sapi.
Laporan PBB menambah sisi gelap chhaupadi. Praktik tersebut bisa mengakibatkan diare, pneumonia, penyakit pernapasan, bahaya serangan ular, binatang liar, dan laki-laki mabuk. Juga berpotensi memicu insiden pelecehan dan pemerkosaan.
Pengasingan juga berkorelasi dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi yang baru lahir, termasuk di Nepal.
Â