Warga: Dari Wajahnya, Militan Pro-ISIS Bukan Berasal dari Marawi

Dalam beberapa hari terakhir, militer Filipina terus membombardir milisi Maute yang berada di Kota Marawi.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 30 Mei 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2017, 18:00 WIB
Aksi Tentara Filipina Bertempur Lawan Militan Maute di Kota Marawi
Sejumlah tentara pemerintah mengambil posisi saat memerangi kelompok Maute di Kota Marawi, Filipina, (28/5). Pasukan Filipina melancarkan serangan udara pada hari Minggu untuk mengusir militan yang terkait dengan kelompok ISIS. (AP Photo/Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Pertempuran dahsyat terjadi di Kota Marawi. Dalam beberapa hari terakhir, militer Filipina terus membombardir milisi Maute yang berada di wilayah tersebut.

Milisi Maute diduga kuat mendapat bantuan dari ekstremis asing. Dugaan tersebut dibenarkan oleh seorang warga asli Marawi.

Penduduk lokal Marawi bernama Amalia Kasih mengklaim, ia sempat bertatapan langsung dengan tiga terduga teroris yang berada di Marawi. Mereka bertemu orang-orang itu ketika sedang dalam pelarian menuju Kota Lanao del Sur.

Amalia mengatakan, ciri-ciri tiga teroris yang dilihatnya bukan nampak seperti warga asli Marawi yang biasa ia temui sehari-sehari.

"Mereka bukan dari Marawi, mereka terlihat seperti orang Arab," sebut Amalia seperti dikutip dari Inquirer, Selasa (30/5/2017).

"Wajah mereka tampan, kulitnya putih, hidungnya mancung. Mereka tidak berbicara hanya menatap kami dengan tajam dan memberi sinyal kepada kami untuk segera pergi," tambah dia.

Amalia menuturkan, tempat tinggalnya porak poranda akibat pertempuran sejak Selasa pekan lalu. Ketika itu, ia tengah berjalan menuju rumahnya setelah pulang berbelanja di pasar tradisional.

Sesampainya di rumah, pertempuran antar pemerintah dan milisi Maute langsung pecah. Tembakan terdengar di mana-mana.

Amalia pun cemas bukan main. Tidak hanya karena pertempuran, namun, suaminya tidak berada di rumah.

Karena sudah tidak ada waktu lagi, Amalia memutuskan meninggalkan rumah bersama tiga anaknya, tanpa sang suami. Ia hanya membawa beberapa barang berharga.

"Saya tidak bisa menemukan suami saya, ponselnya mati. Akhirnya kami memutuskan untuk kabur bersama beberapa tetangga, memang kejadiannya sudah lewat tapi itu adalah pengalaman paling menakutkan bagi saya," papar dia.

"Saya menangis, anak-anak saya juga, kami mencari suami dan ayah anak-anak saya. Saya sempat berpikir ia sudah tewas tapi saya bersyukur saya akhirnya melihat dia sedang membawa mobil tua untuk kabur ke Saguiaran," sebutnya.

Kekerasan di Marawi pecah saat puluhan anggota kelompok militan menyerbu kota itu, setelah aparat keamanan berusaha menangkap Isnilon Hapilon, veteran militan Filipina yang diyakini sebagai pemimpin ISIS di kawasan itu.

Segera setelahnya, bendera hitam ISIS berkibar dan kelompok militan dilaporkan menculik seorang pendeta dan 14 jemaat gereja. Mereka juga membakar sejumlah bangunan.

Dari total 85 korban tewas, terdapat 51 anggota kelompok militan dan 13 tentara. Sementara itu, sebagian besar penduduk Marawi memutuskan mengungsi.

"Penolakan mereka untuk menyerah membuat kota tersandera. Oleh karena itu, semakin penting untuk menggunakan lebih banyak serangan udara demi membersihkan kota dan mengakhiri pemberontakan ini," kata juru bicara militer Brigadir Jenderal Restituto Padilla.

Presiden Duterte dan pimpinan militer mengatakan, sebagian besar militan berasal dari kelompok Maute yang diperkirakan memiliki sekitar 260 pengikut. Maute telah berikrar setia kepada ISIS.

Duterte menambahkan, penjahat lokal juga turut mendukung kelompok Maute di Marawi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya