Liputan6.com, Naypyidaw - Sebuah pesawat angkut militer Myanmar dengan penumpang lebih dari ratusan orang dilaporkan hilang pasca-lepas landas pada Rabu siang dari pangkalan udara di bagian selatan negara itu. Sebagian besar penumpang adalah kerabat dari tentara Myanmar, termasuk di antaranya sejumlah anak-anak.
Seperti dilansir New York Times, Kamis (8/6/2017) menurut Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Myanmar telah memobilisasi sejumlah kapal dan pesawat untuk melakukan pencarian di daerah dekat Pangkalan Udara Myike. Pesawat yang hilang adalah Y-8 buatan China yang tengah dalam perjalanan menuju Yangon.
Baca Juga
Mengutip dari Al Jazeera, serpihan pesawat tersebut dilaporkan telah ditemukan di Laut Andaman pada Rabu malam.
Advertisement
"Mereka telah menemukan serpihan-serpihan pesawat di laut yang terletak sekitar 218 kilometer dari kota Dawei," ungkap seorang pejabat di instansi pariwisata di Myeik seraya menambahkan bahwa pencarian saat ini masih terus dilakukan.
Sebuah sumber angkatan udara mengonfirmasi kepada AFP bahwa tim pencari dan penyelamat dari angkatan laut telah menemukan sejumlah serpihan pesawat. Menurut pihak terkait, burung besi tersebut hilang kontak sekitar pukul 13.35 waktu setempat di lepas pantai selatan Myanmar.
Terdapat kesimpangsiuran terkait jumlah penumpang pesawat. Sebelumnya disebutkan bahwa terdapat 90 orang, sementara informasi terbaru menyatakan bahwa burung besi itu mengangkut 106 orang dan 14 di antaranya adalah awak pesawat.
Pesawat yang hilang tersebut telah mencatat 809 jam terbang. Kendaraan angkut militer jenis Y-8 ini lazimnya digunakan untuk transportasi, pengintaian, pencarian, dan penyelamatan.
Militer Myanmar memainkan perang penting di negara itu meski negara dijalankan oleh pemerintahan sipil dengan Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin de factonya. Militer memiliki 25 persen kursi di parlemen dan mengendalikan tiga kementerian utama, termasuk kementerian dalam negeri.
Dalam beberapa tahun terakhir, Myanmar intens melakukan belanja militer. Jenderal Min Aung Hlaing menegaskan, langkah ini dibutuhkan untuk bersaing dengan negara-negara lain di kawasan.