Misteri Sindrom Yerusalem yang Dialami Turis, Apakah Itu?

Dalam beberapa kasus, hal-hal yang dilihat di Yerusalem dapat sedemikian merasuk dalam diri para peziarah sehingga memicu kondisi langka.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 10 Jul 2017, 20:00 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2017, 20:00 WIB
Jerusalem Syndrome (0)
Pemandangan Kota Tua di Yerusalem. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Yerusalem - Kota Yerusalem dikenal dalam Bahasa Ibrani sebagai Yerushalayim dan al-Quds dalam istilah Arab. Kota itu memiliki jumlah tempat suci terbanyak dibandingkan tempat manapun di dunia.

Bagi sebagian orang, kota itu adalah pusat dunia. Sepanjang sejarahnya, Yerusalem berkali-kali diduduki, dihancurkan, dan dibangun kembali.

Yerusalem juga merupakan salah satu kota tertua sedunia dan memiliki makna penting bagi pemeluk Yahudi, Kristen, dan Islam. Dengan demikian, tidak heran kalau jutaan peziarah datang ke sana selama ribuan tahun.

Dikutip dari The Vintage News pada Senin (10/7/2017), penulis Prancis di Abad ke-19 bernama François-René Chateaubriand menuliskan, "Tidak pernah ada satupun peziarah yang kembali ke kampung halamannya dengan mengurangi satu saja prasangka dan satu gagasan lagi."

Namun demikian, dalam beberapa kasus, hal-hal yang dilihat di Yerusalem dapat sedemikian merasuk dalam diri para peziarah sehingga memicu kondisi langka yang disebut dengan Sindrom Yerusalem.

Sindrom itu adalah suatu kondisi semu yang berdampak pada beberapa pengunjung Yerusalem sedemikian rupa sehingga ia mencirikan dirinya dengan tokoh penting dari latar belakang keagamaannya sendiri.

Yang menarik, walaupun Sindrom Yerusalem dikenali secara klinis pada beberapa dekade lalu, bukti yang ada menungkapkan bahwa sindrom itu sebenarnya telah berlangsung sejak Abad Pertengahan.

Dr. Pesach Lichtenberg, kepala bagian psikiatri di Rumah Sakit Herzog di Yerusalem menjelaskan kepada National Public Radio bahwa "Sindrom Yerusalem adalah gejala di kalangan orang-orang, peziarah, wisatawan yang ke Yerusalem lalu diterpa oleh rasa kekudusan di sini sehingga terjadi sesuatu pada diri mereka."

Pemandangan pusat kota Yerusalem. (Sumber Pixabay)

"Terbersitlah beberapa khayalan, yaitu khayalan pengampunan untuk menjadikan dunia ini menjadi lebih baik dan tugas itu harus dipenuhi, sehingga bisa menjadi masalah."

"Dan ini terkadang terjadi pada orang yang sebelumnya tidak pernah menunjukkan gangguan mental jenis ini sebelumnya. Lebih sering lagi terjadi pada orang yang sudah pernah mendapat diagnosis dan pernah bermasalah dengan penyesuaian diri sebelum mereka datang ke Yerusalem."

Dr. Yair Bar El, mantan direktur Rumah Sakit Jiwa Kfar Shaul, adalah yang pertama mengenali Sindrom Yerusalem. Gejala-gejala biasanya dimulai 1 hari setelah pengunjung itu tiba di Yerusalem.

Bagi banyak penderitanya, yang kebanyakan berasal dari Inggris dan Amerika Serikat, gejala dimulai dengan kecemasan dan keterasingan yang diikuti dengan obsesi terhadap ritual penyucian.

Banyak penderita mulai menggunakan kain seprai hotel untuk meniru pakaian zaman dulu dan mulai melakukan nubuatan-nubuatan. Kadang-kadang mereka menjerit, berteriak, atau secara lantang menyanyikan mazmur, ayat Alkitab, atau lagu keagamaan.

Dalam beberapa kasus, hal-hal yang dilihat di Yerusalem dapat sedemikian merasuk dalam diri para peziarah sehingga memicu kondisi langka. (Sumber Wikimedia Commons)

Dalam beberapa kasus, khayalan para turis sedemikian hebatnya sehingga kesatuan polisi Yerusalem harus turun tangan.

Dr. Bar El menjelaskan kepada BBC bahwa ia pernah menangani beberapa orang yang mengaku sebagai Yesus Kristus, satu atau dua orang yang mengaku sebagai Bunda Maria, dan seorang yang mengaku sebagai Samson.

Menurut Dr. Bar El, "Yerusalem itu seperti magnet yang menarik orang-orang, beberapa di antaranya sakit jiwa, beberapa lagi beriman sangat mendalam, ada lagi orang-orang aneh dan langka."

"Orang yang sungguh-sungguh gila datang ke sini sebagai turis normal dan di sini mereka mengembangkan Sindrom Yerusalem yang spesifik."

"Mereka datang ke sini dengan citra ideal bawah sadar tentang tempat-tempat kudus di Yerusalem dan ketika melihat tempat-tempat kudus sesungguhnya, mereka tidak tahan."

"Mereka memunculkan reaksi psikotik untuk membangun jembatan antara citra-citra yang berbeda tentang Yerusalem," tambahnya lagi.

Sementara itu, menurut British Journal of Psychiatry, ada 3 jenis orang yang terdampak oleh Sindrom Yerusalem.

Jenis pertama adalah orang-orang yang telah mendapat diagnosis sakit jiwa sebelum mereka berkunjung ke sana.

Jenis ke dua adalah orang-orang dengan gangguan kepribadian dan obsesi kukuh tentang suatu gagasan, tapi tidak memiliki sakit mental yang tampak.

Jenis ke tiga adalah orang-orang yang tidak memiliki riwayat sakit jiwa, tapi mengalami episode psikotik ketika berada di kota itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya