Gerhana Matahari Total 21 Agustus Memicu Ramalan Kiamat Bumi

Seorang ahli nujum, meramalkan kemunculan sebuah planet raksasa, Nibiru, yang akan bertabrakan dengan Bumi. Benarkah?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Agu 2017, 18:11 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2017, 18:11 WIB
20160303-Gerhana-Matahari-Total-iStockphoto
Ilustrasi Gerhana Matahari Total (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 21 Agustus 2017, sebuah peristiwa alam langka dan menakjubkan akan terjadi: gerhana matahari total.

Namun, tak seperti pada 2016 lalu, saat sebagian wilayah Indonesia diselubungi kegelapan sesaat, gerhana matahari tahun ini hanya akan disaksikan warga di Amerika Serikat.

Gerhana matahari adalah peristiwa alam ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari -- sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Sang Surya.

Pakar sains juga menyebut bahwa gerhana matahari total yang akan terjadi nanti tak hanya mengakibatkan kegelapan sesaat, namun juga penurunan temperatur yang tak biasa.

Namun, tak hanya komunitas sains, gerhana matahari total yang akan terjadi di AS pada 21 Agustus nanti memancing kelompok pegiat pseudoscience (ilmu semu), ahli ramal dan nujum, serta pakar supranatural di sejumlah negara untuk bersuara.

Mereka mengonstruksi sejumlah argumen serta mengaitkan fenomena alam langka itu dengan beberapa kejadian teranyar yang telah maupun yang akan segera melanda Bumi.

Seperti dilansir Daily Star (8/8/2017), komunitas pseudoscience menyebut bahwa gerhana matahari 21 Agustus nanti akan menjadi pertanda kemunculan mengejutkan planet raksasa bernama Nibiru yang mendadak berada dekat dengan Bumi.

David Meade, pegiat religi, pakar angka, pengamat amatir antariksa, dan penulis buku 'Planet X - The 2017 Arrival', memprediksi bahwa Nibiru alias Planet X akan mendadak muncul pada 23 Agustus atau dua hari pasca-gerhana matahari total AS.

Planet 'misterius' itu akan muncul dekat dan diramalkan berpotensi menabrak Bumi. Tabrakan dapat terjadi 4 hingga 8 pekan pasca-gerhana matahari total 21 Agustus muncul.

"Gerhana 21 Agustus itu dapat menjadi bencana besar bagi manusia," jelas Meade.

Ramalan pria itu merujuk pada Kitab Yesaya, salah satu bagian dalam Perjanjian Lama, Bab 13 ayat 9 - 10, yang menyebut, "Lihatlah hari ketika Tuhan datang, akan menjadi hari kehancuran bagi para pendosa. Bintang dan langit akan redup. Matahari akan menggelap dan Bulan tak akan bercahaya."

Meade juga menyebut nubuat gerhana matahari total dengan kehancuran Bumi yang dihubungkan dengan konsep '33 Convergence' atau Konvergensi Angka 33.

"Ketika gerhana matahari muncul, matahari terbit akan tak bercahaya, seperti prediksi Kitab Yesaya. Bulan akan mengalami kegelapan, atau disebut sebagai Bulan Hitam. Hal itu terjadi setiap 33 bulan," jelasnya.

Ilustrasi Gerhana Matahari Total (iStockphoto)

"Elohim (bentuk jamak Tuhan dalam Kitab Suci berbahasa Ibrani) muncul sebanyak 33 kali dalam Kitab Kejadian," tambahnya.

Pria itu juga menyebut bahwa bukan sebuah kebetulan bahwa ternyata gerhana matahari total 21 Agustus itu akan muncul pertama kali di Oregon, negara bagian AS ke-33. Dan, fenomena itu akan berakhir di sudut lintang 33 derajat di Charleston, Carolina Selatan.

"Gerhana matahari total di AS juga terakhir terjadi pada 1918, 99 tahun yang lalu, atau 33 kali 3," ramal Mead.

Dan 33 hari pasca-gerhana, atau pada 23 September 2017, bintang-bintang akan berada dalam satu garis lurus, awal dari ramalan kiamat seperti yang tercantum dalam Kitab Wahyu, ujar Mead memprediksi.

"Itu adalah pertanda mengerikan," pungkasnya.

Seperti Mead, sejumlah kelompok fanatik religi lain juga meyakini bahwa gerhana matahari 21 Agustus nanti merupakan satu dari 10 ramalan kiamat yang telah tercantum dalam Kitab Suci.

Unsealed, media religi berbasis di Texas, menyebut bahwa gerhana 21 Agustus mungkin menjadi pertanda akhir zaman. Demikian seperti yang dilansir dari Daily Star, 3 Agustus 2017.

Media itu menjelaskan bahwa 21 Agustus merupakan rangkaian pertama dari total dua peristiwa yang mengarah pada kiamat. Peristiwa kedua adalah gerhana matahari total AS yang akan kembali terjadi pada 8 April 2024.

Dalam periode tujuh tahun ini, menurut media religi, orang-orang beriman akan berseri-seri ke surga. Dan orang yang tidak beriman akan menghadapi kesengsaraan yang mengerikan di Bumi.

Unsealed menjelaskan, "Kitab Suci mengatakan beberapa kali bahwa akan ada tanda-tanda di langit sebelum Sang Penyelamat kembali ke Bumi. Kita melihat ini sebagai kemungkinan salah satunya. Kami pikir itu adalah isyarat Tuhan kepada kita bahwa Dia akan melakukan langkah selanjutnya."

Selain itu, Michael Parker dari End Time Prophecies menjelaskan bahwa gerhana nanti menjadi tanda kedatangan Yesus Kristus dan akhir zaman.

Mahasiswa mempersiapkan teleskop untuk melihat hilal di Parang Tritis, Yogyakarta, Kamis (1/9). Selain melakukan pengamatan penentuan ruhiyat hilal untuk penetapan 1 Dzulhijah, mereka juga hendak melihat gerhana matahari cincin.(Liputan6.com/Boy Harjanto)

"Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa ketika sebuah negara dan para pemimpinnya terlibat berusaha untuk membagi tanah Israel, Tuhan akan datang ke negara itu dan membagi tanah tersebut sebagai penghakiman untuk melakukannya," jelas Parker yang merujuk 'negara' itu sebagai AS

"Gerhana matahari pada 21 Agustus 2017 nanti akan membelah AS secara diagonal - yang pada dasarnya memotongnya menjadi dua," tambahnya.

Akan tetapi, menurut Duncan Steel penulis buku Eclipse: The Celestial Phenomenon that Changed the Course of History, hal-hal prediksi dan ramalan terkait gerhana dan nasib manusia --seperti yang disebutkan di atas-- sudah tidak relevan dengan konteks Abad ke-21.

"Zaman dulu, ramalan dan prediksi tentang gerhana itu masih dipercaya oleh manusia. Tapi bagi orang masa kini untuk membayangkan bahwa mereka adalah tanda malapetaka, adalah hal yang gila," jelas Steel.

"Jika orang percaya bahwa gerhana matahari yang akan datang dapat berdampak sesuatu untuk AS, bagi Trump, terhadap dunia, maka mereka jelas-jelas tertipu," tambahnya.

 

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya