Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mengecam pemerintah Amerika Serikat yang berencana mendeportasi sejumlah WNI eksodus tragedi 1998. Apalagi mengingat para WNI berdarah Tionghoa itu merupakan korban persekusi berbasis etnis dalam tragedi tersebut.
LBH Jakarta juga berargumen, persekusi terhadap warga Indonesia berdarah Tionghoa masih terjadi hingga sekarang. Sehingga, firma bantuan hukum itu khawatir, jika para WNI eksodus tragedi 1998 dideportasi dari AS dan dipaksa kembali ke Indonesia, mereka akan kembali menjadi korban persekusi di Tanah Air.
"Orang-orang dari kelompok etnis, agama, dan politik tertentu terus menjadi target persekusi di Indonesia. Hal itu diperkuat dengan apa yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta dari 2015 - 2017," ujar LBH Jakarta dalam rilisnya, seperti yang diterima Liputan6.com, Selasa (24/10/2017).
Advertisement
"Beberapa pejabat dan figur politik juga kerap mengumbar pidato serta kampanye yang menyulut sentimen terhadap minoritas," tambah rilis tersebut.
Atas dasar itu, LBH Jakarta menilai, Amerika Serikat wajib memberikan perlindungan terhadap para WNI eksodus tragedi 1998 seperti yang diatur dalam Konstitusi AS Amandemen ke-14 dan hukum internasional.
"Selain itu (Konstitusi AS), walaupun kelompok Indonesia-Tionghoa di AS belum terdaftar secara formal sebagai pencari suaka atau pengungsi, namun secara substansi, kondisi dan latar belakang mereka layak dengan definisi kedua konsep tersebut, seperti yang diatur dalam Konvensi PBB Tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Sehingga mereka berhak memperoleh perlindungan internasional," tulis LBH Jakarta.
Menurut LBH Jakarta, terdapat sekitar 2.000 Indonesia-Tionghoa eksodus tragedi 1998 yang terancam dideportasi dari Amerika Serikat.
Sedangkan, menurut informasi yang diperoleh dari Kementerian Luar Negeri RI, ada sekitar puluhan Indonesia-Tionghoa eksodus Tragedi 1998 yang terancam dideportasi.Â
Kemlu Pantau WNI Eksodus 1998 yang Terancam Dideportasi
Beberapa hari terakhir, sempat mencuat kabar mengenai puluhan hingga ratusan warga Indonesia eksodus tragedi 1998 yang terancam dideportasi dari Amerika Serikat.
Para warga Indonesia--yang sebagian besar keturunan Tionghoa--itu terancam dideportasi akibat overstayed visa dan ditolaknya permohonan mereka untuk mencari suaka serta menjadi warga negara di Negeri Paman Sam oleh Dinas Keimigrasian AS (ICE).
Para WNI tersebut menggunakan alasan sebagai pencari suaka politik eksodus tragedi 1998 guna mengajukan permohonan untuk menetap dan menjadi warga negara AS.
Sejak 1998, ICE menetapkan status puluhan hingga ratusan WNI tersebut sebagai imigran ilegal. Akan tetapi, otoritas lokal menoleransi mereka untuk menetap di AS, sepanjang mereka melakukan wajib lapor berkala ke kantor keimigrasian setempat.
Namun, semua itu berubah sejak Donald Trump naik menjadi presiden ke-45 AS, bersama dengan kebijakan keimigrasian yang ketat.
Pada Agustus 2017, otoritas ICE mulai menyuruh beberapa WNI di AS untuk membeli tiket sekali jalan, keluar dari Negeri Paman Sam dan kembali ke Indonesia dalam waktu dua bulan.
Mendengar kabar itu, Kementerian Luar Negeri RI mengaku tengah memantau situasi perihal puluhan WNI yang terancam dideportasi tersebut.
"Kita masih mendalami WNI yang sudah tercatat dalam deportation order Dinas Keimigrasian AS (ICE). Jumlahnya sekitar puluhan. Berapa angka pastinya masih kita dalami," jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2017.
Dari puluhan WNI yang terancam dideportasi, ada dua di antaranya yang diketahui telah mengajukan gugatan hukum ke pengadilan setempat, agar permohonan mereka untuk mencari suaka di AS dapat dikabulkan oleh ICE. Mereka adalah pasangan suami istri Meldy dan Eva Lumangkun.
"Khusus yang dua itu, kita mengikuti perkembangannya dan perlu dibedakan dengan kasus-kasus lainnya. Mereka (Meldy dan Eva) sudah masuk dalam daftar final overstayer dan deportation order ICE," ujar Arrmanatha.
"Terkait langkah hukum yang dilakukan mereka, tujuannya adalah untuk meminta suaka politik. Dalam konteks ini, hakim memutuskan untuk tidak melakukan deportasi sebelum dapat keputusan pasti."
Sang jubir menambahkan, terkait WNI eksodus 1998 lain yang terancam dideportasi dari AS, pihak Kemlu RI, melalui KBRI dan KJRI di Amerika Serikat, mengaku tengah melakukan pemantauan serta siap memberikan sosialisasi dan bantuan hukum bagi mereka yang membutuhkan.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, turut mengamini hal serupa ketika dimintai keterangan terkait kabar tersebut.
"Iya betul ada puluhan orang yang terancam dideportasi karena sudah mendapatkan final deporation order. Pada umumnya mereka adalah peminta suaka yang sudah ditolak permintaan suakanya oleh pengadilan. Informasi terakhir yang kami peroleh mereka sudah melakukan upaya hukum kembali," ujar Iqbal melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu, 18 Oktober.
"Terkait detail berapa orang yang akan dideportasi, kami belum tahu persisnya saat ini, karena pihak imigrasi tidak menginfokan."
Ketika ditanya soal langkah hukum atau bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap Meldy, Eva, serta WNI eksodus 1998 lain yang terancam dideportasi dari AS, Arrmanatha Nasir menjelaskan, "Masalahnya begini, kita kan tidak mungkin menawarkan bantuan ke orang Indonesia yang ingin menjadi warga negara lain."
"Tapi kita tetap siap untuk memberikan bantuan hukum kepada mereka, jika mereka membutuhkan," katanya.
Advertisement