Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump telah menjadi Presiden Amerika Serikat selama satu tahun. Namun, banyak di antara warga Negeri Paman Sam yang tampaknya tak rela sang miliarder nyentrik menjadi orang nomor satu di AS.
Setelah ia terpilih menjadi presiden -- entah kebetulan atau tidak -- sejumlah orang-orang di Amerika Serikat mulai memikirkan cara untuk meninggalkan Negeri Paman Sam ke Kanada.
Bahkan kabarnya, situs elektronik keimigrasian Kanada sempat mengalami kelumpuhan sementara pada 2017, karena diduga banyak warga negara AS yang memikirkan untuk pindah ke Negeri Daun Maple itu.
Advertisement
Beberapa yang lain memilih cara yang lebih keras.
Baca Juga
Guna mengekspresikan ketidakrelaannya terhadap Presiden Trump, beberapa kelompok rutin melakukan demonstrasi di Washington DC atau beberapa kota lain di AS, meminta agar sang miliarder nyentrik turun dari kursi kepresidenan.
Ketidak relaan para kelompok tersebut salah satunya dilandasi atas anggapan bahwa Trump tak layak untuk memimpin negara sekaliber AS.
Tengok saja bagaimana Trump menangani isu Korea Utara.
Sering sekali Trump melontarkan retorika agresif dan ancaman keras terhadap Pyongyang guna mengkritik program rudal dan nuklir negara tersebut, yang terkadang membuat orang berpikir, "Apakah komentar Trump akan menjadi awal dari perang nuklir AS versus Korut?"
Komentar itu kerap dilayangkan oleh Donald Trump baik lewat Twitter atau lewat sebuah pernyataan langsung.
Sebelumnya, jauh sebelum sang miliarder nyentrik itu menjadi presiden AS, Barack Obama telah memprediksi bahwa suami Melania Trump tersebut akan bersikap demikian. Demikian seperti dikutip dari Indy 100 (24/1/2018).
Saat periode akhir masa kampanye Pilpres AS 2016, Obama pernah mengomentari tentang laporan yang menyebut bahwa seorang asisten Trump terpaksa harus menyita akun Twitter sang miliarder nyentrik karena kerap mengunggah tweet yang kontroversial, bertentangan dengan logika, atau tidak bijaksana.
Mengomentari hal tersebut Obama mengatakan;
"Para stafnya memiliki sedikit kepercayaan terhadap Trump untuk mengendalikan Twitter-nya sendiri, maka mereka memutuskan untuk menyita (Twitter) tersebut dari tangannya."
"Sekarang bayangkan jika seseorang semacam itu diberi tanggung jawab untuk memegang kode nuklir," lanjut Obama.
"Jika seseorang mulai mengunggah tweet hanya demi membalas Saturday Night Live (SNL) yang telah mencemooh Anda, maka Anda tidak bisa mengendalikan kode nuklir," tambah Donald Trump.
Donald Trump: Tombol Nuklir AS Lebih Besar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan gertakan kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Rabu, 3 Januari 2018.
Lewat gertakan yang dilayangkan melalui Twitter, Trump menyombongkan kapabilitas nuklir milik Negeri Paman Sam.
"Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah mengatakan bahwa 'tombol nuklir' telah ada di mejanya sepanjang waktu," tulis @realDonaldTrump mengawali gertakannya.
"Bisakah salah satu orang Korut -- yang tengah kehabisan pangan dan kelaparan -- memberitahukan kepadanya (Kim Jong-un) bahwa saya (Trump) juga memiliki tombol nuklir, tapi punya saya lebih besar dan lebih kuat daripada miliknya (Kim). Dan tombol saya berfungsi!" tulis sang Presiden AS.
Tweet Donald Trump muncul beberapa hari usai retorika agresif yang dilayangkan oleh pemimpin Korea Utara pada Senin, 1 Januari 2018. Sehingga, keduanya tampak seperti sedang melakukan rangkaian komentar agresif yang saling berkelindan.
Dalam pidato Tahun Barunya, Kim Jong-un mengatakan, "Seluruh daratan utama Amerika Serikat berada dalam jangkauan senjata nuklir kami dan tombol nuklir selalu ada di atas meja kantor saya. Mereka (AS) harus sadar bahwa ini bukan ancaman, namun sebuah realita."
Advertisement