Liputan6.com, Abuja - Sebanyak 50 juta dosis vaksin polio yang disimpan di lemari es laboratorium di seluruh Nigeria, sejatinya akan didistribusikan ke seluruh balita dari total 49 juta penduduk yang tersebar di 36 negara bagian.
Namun, hal tersebut urung dilakukan setidaknya hingga Juni mendatang, terkait kebijakan Departemen Kesehatan Nigeria yang menerapkan metode imunisasi start-stop, yang diketahui menunjukkan tren positif pada upaya penanggulangan wabah polio pada anak-anak di sana.
Dikutip dari Time.com pada Senin (7/5/2018), metode imunisasi start-stop yang dilakukan dengan jangka waktu setahun sekali sejak 2015 itu terbukti membuahkan hasil 20 bulan penuh tanpa satu pun kasus polio paralitik.
Advertisement
Jika metode terkait bisa terpenuhi tanpa cacat selama tiga tahun berturut-turut, dan ditambah dengan beberapa bulan sebagai bantalan epidemiologi, maka hal itu akan membuat Nigeria segera resmi terbebas dari wabah virus polio.
Hal itu juga akan membuat seluruh Benua Afrika bebas polio, dan menyisakan Afghanistan dan Pakistan sebagai sisa dua negara di muka Bumi, di mana polio adalah endemik.
"Sertifikasi akan menjadi sebuah pencapaian," kata Dr. Tunji Funsho, mantan ahli jantung yang kini menjadi ketua Komite Polio-Plus Rotary International di Nigeria. "Tapi kami tidak terburu-buru untuk itu. Kami sedang terburu-buru untuk memastikan tidak ada anak yang lumpuh."
Baca Juga
Dr. Funsho akan menjadi salah satu pejabat pemeringkat yang mengawasi Hari Imunisasi Nasional (NID) yang direncanakan akhir pekan ini, yang sebenarnya akan berlangsung empat hari.
NID diadakan dua kali setahun di Nigeria, selalu dari Sabtu hingga Rabu, untuk membantu memastikan bahwa pekerja lapangan memiliki dua hari untuk mengunjungi keluarga, ketika anak-anak pulang dari sekolah.
Selain NID semi-tahunan, sub-NID yang mencakup hampir 23 juta anak-anak diadakan setiap tahun di 13 negara bagian di utara Nigeria, yang dianggap sebagai wilayah berisiko tinggi.
Saat ini, NID ditangguhkan ketika pengawasan rutin mendeteksi mendeteksi jejak virus polio hidup di tiga negara bagian di wilayah utara Nigeria, yakni Jigawa, Sokoto dan Gombe.
Hal tersebut berarti di suatu tempat di negara-negara tersebut, setidaknya beberapa anak membawa virus, yang menurut beberapa peneliti, mungkin tanpa gejala mencolok.
"Ketika para ahli genetika mengurutkan virus dari Jigawa dan Gombe, mereka menemukan bahwa virus-virus tersebut identik," kata Dr. Mohammed Soghair, koordinator bidang polio UNICEF di Nigeria.
"Seseorang bepergian dari satu negara bagian dan menumpahkan virus di satu negara lain, dan itu berarti itu bisa ditumpahkan di Bauchi juga," lanjutnya.
Sebagai tanggapan, tim pengawas bergegas ke negara-negara yang terkena virus polio untuk mendistribusikan 2,4 juta dosis vaksin, dan berharap 'membunuh' luka epidemiologi sebelum kasus kelumpuhan yang sebenarnya bisa muncul. Hanya ketika situasi itu stabil, NID akan dimulai.
Ada dua jenis vaksin yang digunakan untuk mencegah wabah terkait, yakni vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio yang disuntikkan (IPV).
OPV lebih mudah dan lebih murah untuk dikelola, sehingga kemudian menjadi jenis yang kerap digunakan dalam imunisasi skala besar.
Masalahnya adalah, OPV menggunakan bentuk virus polio yang hidup dan lemah untuk memberikan kekebalan, dan pada kesempatan yang sangat langka, virus itu dapat bermutasi dan benar-benar menyebabkan penyakit.
IPV, yang lebih disukai di negara maju untuk imunisasi rutin pada masa kanak-kanak, menggunakan virus yang sudah dibunuh. Namun, karena harganya yang mahal, tipe vaksin ini hampir tidak pernah didistribusikan secara gratis kepada anak-anak.
Simak video pilihan berikut:
Menunjukkan Tren Positif
Sementara itu, sampel virus yang ditemukan di negara bagian utara Nigeria adalah bentuk virus yang diturunkan dari vaksin OPV, khususnya Tipe 2.
Awalnya, ada tiga jenis virus polio liar. Tipe 2 dan 3 telah divaksinasi ke dalam kepunahan; Tipe 1 masih dalam tahap penelitian lebih lanjut.
Vaksin yang digunakan dalam NID termasuk sebagai perlindungan terhadap Tipe 1 dan 3, meski Tipe 3 baru-baru ini telah dihapus.
Vaksinasi terhadap Tipe 2 dihentikan pada tahun 2016, yang kemudian diketahui muncul kembali secara tiba-tiba di wilayah utara Nigeria
"Vaksin itu mungkin sudah dibuang ketika mereka tidak lagi dibutuhkan," kata Dr. Funsho. "Bahkan ketika sebuah botol terlihat kosong, ada beberapa jejak virus yang sebenarnya masih tersisa."
Untuk mencegah kontaminasi yang tidak terduga ini, dokter dan petugas kesehatan lainnya diperingatkan untuk membuang sisa-sisa vaksin dengan lebih hati-hati.
Botol yang dikembalikan ke laboratorium dapat ditangani dan dihancurkan seperti limbah medis lainnya.
Adapun di desa-desa, pencegahan bisa dilakuakn dengan cara layaknya pengolahan limbah nuklir, yakni dengan cara merebus dan menguburnya sedalam minimal lima meter di bawah permukaan tanah.
Setelahnya, tempat penguburan tersebut harus ditutupi lempengan beton, dan tidak boleh dibuka setidaknya hingga tiga tahun kemudian.
Berbagai langkah di atas telah dilakukan selama hampir dua tahun terakhir, dan menurut pengamatan berbagai otoritas terkait, hasilnya menunjukkan tren positif.
Advertisement