Liputan6.com, Phnom Penh - Seorang kepala sekolah di Kamboja menjadi orang pertama yang didakwa atas pasal penistaan terhadap raja atau lese majeste law pada Minggu, 13 Mei 2018.
Polisi mengatakan, Kheang Navy (50 tahun), ditahan di Provinsi Kampong Thom di Kamboja tengah pada Sabtu, 12 Mei 2018 atas komentar bernada menghina yang ia buat dalam media sosial Facebook.
"Kami menangkapnya karena menulis komentar yang menghina Raja," kata wakil kepala polisi, Yeng Sareth, seperti dikutip dari Channel News Asia (14/5/2018).
Advertisement
"Untuk lese majeste, ini adalah kasus pertama," tambahnya.
Seorang juru bicara pengadilan mengatakan, Kheang Navy kemudian didakwa pada Minggu, 13 Mei. Ia terancam hukuman hingga lima tahun penjara. Pria itu saat ini mendekam di balik bui untuk penahanan pra-ajudikasi.
Baca Juga
Kasus ini terjadi ketika Kamboja memulai perayaan tiga hari yang menandai ulang tahun ke-65 Raja Norodom Sihamoni pada hari Senin.
Pemerintah Kamboja menetapkan aksi menghina raja sebagai tindakan kriminal sejak Februari 2018. Pengesahan undang-undang lese majeste itu memicu kekhawatiran sejumlah pihak.
Kelompok HAM memperingatkan, undang-undang semacam itu mungkin akan menjadi alat pemerintah untuk membungkam individu yang kerap melontarkan kritik terhadap monarki.
Kamboja memiliki kepala negara bernama Raja Norodom Sihamoni. Namun, kepala pemerintahan negara itu dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Sen yang dianggap memerintah secara otoriter -- di mana ia kerap menggunakan hukum-hukum tertentu untuk mempersekusi lawan politiknya.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Kekuatan Monarki Melemah
Raja Sihamoni, yang naik takhta pada tahun 2004, dianggap sebagai kepala negara simbolis Kamboja dan sama sekali tak terlibat dalam kontestasi serta dinamika politik yang terjadi di negaranya.
Kekuatan monarki Kamboja telah menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir di bawah Hun Sen, perdana menteri yang mendominasi kekuasaan selama 33 tahun.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah yang kuat telah melakukan tindakan keras terhadap saingan politik dan oposisi, LSM dan media independen menjelang pemilu pada bulan Juli 2018.
Advertisement