Liputan6.com, Phnom Penh - Seorang jurnalis veteran Kamboja, yang diberi status pengungsi oleh UNHCR, dilaporkan melarikan diri ke Amerika Serikat karena takut ditangkap oleh pihak pemerintah.
Aun Phep, nama jurnalis tersebut, dituduh terlibat dalam sebuah laporan investigasi sebelum pemilu lokal pada Juni 2017, yang dinilai merugikan negara.
Dikutip dari VOA Indonesia pada Minggu (29/4/2018), Aun Pheap dan rekannya, Zsombor Peter dari Kanada, diketahui bekerja untuk The Cambodia Daily, sebuah surat kabar independen.
Advertisement
Baca Juga
Untuk menekan surat kabar itu -- dan memaksanya tutup, pihak berwenang Kamboja menggunakan dalih tagihan pajak senilai US$ 6,3 juta, atau sekitar Rp 87,2 miliar.
Namun, pihak penerbit menyangkal mereka berutang pajak kepada pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen.
Mereka beranggapan PM Hun Sen terus memperketat pengawasan terhadap media, masyarakat madani dan oposisi sebelum pemilihan nasional Juli lalu, yang telah diperkirakan akan kembali berkuasa di Kamboja.
Saat ini. Aun Pheap (51), tengah berada di New York, setelah kabur melalui Thailand pada awal Maret. Sementara rekannya, Zsombor Peter, masih tetap berpergian ke Asia Tenggara untuk meliput beberapa peristiwa.
Baca video pilihan berikut:
Berkuasa Lebih dari Tiga Dekade
Sementara itu, Hun Sen diketahui berkuasa di Kamboja dengan memberi dirinya sendiri sebuah gelar "Tuan Agung Perdana Menteri Pemimpin Militer Tertinggi".
Gelar tersebut seakan menjadi legitimasi dirinya, sehingga ia merasa berhak mengambil alih upacara-upacara tradisional yang biasanya dipimpin oleh raja.
Ia telah memerintah Kamboja selama 33 tahun, melalui banyak tindakan melanggar hukum
Sebagai contoh, pada 2017 lalu, ia memanfaatkan pengadilan untuk membubarkan partai oposisi guna memastikan Partai Rakyat Kamboja kembali memenangkan pemilihan di bulan Juli.
Akibat pemerintahan PM Hun Sen yang otoriter, negara-negara barat yang memberikan bantuan ke Kamboja -- atas partisipasi PBB -- mulai mundur satu per satu sejak satu dekade terakhir.
Amerika Serikat sempat memberikan peringatan lewat pemotongan bantuan, karena demokrasi yang berjalan mundur di Kamboja. Eropa juga mengancam hal yang sama.
Advertisement