Kesepakatan Nuklirnya Ditolak AS, Iran Kecam Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un

Setelah kesepakatan nuklirnya ditolak, Iran mengecam rencana Donald Trump bertemu Kim Jong-un di Singapura.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 11 Jun 2018, 14:02 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2018, 14:02 WIB
Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Shanghai - Pada KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai yang digelar di Distrik Qingdao, Minggu, 10 Juni 2018, Presiden Iran Hassan Rouhani mengkritik "unilateralisme" Amerika Serikat (AS) ketika menarik diri dari kesepakatan nuklir.

Selain itu, Presiden Rouhani juga menyampaikan kritik keras yang menyebut Donald Trump sesuka hati pergi dari berbagai isu yang belum dibahas.

Dikutip dari South China Morning Post, Senin (11/6/2018), Presiden Rouhani --salah satunya-- menyinggung kepergian Trump di tengah pelaksanaan KTT G7 di Quebec, Kanada, untuk lebih dini mempersiapkan agenda pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura.

Di lain pihak, laporan PBB dan negara-negara Barat mengatakan bahwa terjadi relasi jual-beli antara Pyongyang dan Teheran, dalam pasar teknologi rudal balistik.

Hal itu, masih menurut laporan PBB, dimaksudkan sebagai dukungan satu sama lain terkait sumber finansial kedua negara, guna menghindari sanksi internasional lebih lanjut.

Iran tidak pernah mengakui pembelian teknologi rudal dari Korea Utara, tetapi kelompok garis keras di Iran telah lama memuji tindakan berani Pyongyang terhadap Washington.

"Korea Utara tidak memberikan jawaban positif kepada AS untuk negosiasi," tulis koran garis keras Kayhan Iran pada Agustus lalu.

"Tanpa diragukan lagi, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa Korea Utara belajar dari perundingan (yang) tidak membuahkan hasil, dan menghancurkan komitmen Iran dengan AS," ujar Presiden Rouhani.

Dikenal sebagai seorang ulama yang relatif moderat dalam teokrasi, Presiden Rouhani selalu mendukung solusi diplomatik untuk mengakhiri keadaan perang di Semenanjung Korea.

Namun, dia mengkritik AS pada November lalu, ketika Trump mengejar perundingan dengan Korea Utara. Rouhani menyebut pemimpin AS itu tidak dapat dipercaya.

"Orang Amerika mengirim pesan ke beberapa negara di Asia Timur untuk datang dan memasuki negosiasi," kata Rouhani. "Apakah mereka kehilangan akal untuk berbicara dengan Anda? Anda sudah menginjak-injak negosiasi (tentang nuklir Iran) baru-baru ini."

Analis politik yang bermarkas di Teheran, Saeed Leilaz, mengatakan dia percaya kesepakatan antara Trump dan Kim akan memengaruhi China, salah satu penghubung utama Iran ke dunia.

Perdagangan antara Iran dan China lebih dari USD 37 miliar pada 2017, atau 19 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

"Jika mereka mencapai kesepakatan, tekanan pada Iran akan meningkat," kata Leilaz. "Kesepakatan itu adalah semacam kesepakatan antara AS dan China juga."

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Dukungan China dan Rusia

Hubungan Makin Akrab, Putin dan Xi Jinping Kembali Menggelar Pertemuan
Presiden Rusia Vladimir Putin didampingi Presiden China Xi Jinping saat melakukan kunjungannya di Aula Besar Rakyat, China (8/6). Presiden Xi menyebut hubungan China dan Rusia mampu menghadapi tantangan ekonomi dan diplomatik dari AS.(AP/Pool/ Greg Baker)

Sementara itu, Presiden China Xi Jinping, berbicara kepada Rouhani, menyatakan ia "menyesalkan" keputusan Washington, yang menarik diri dari kesepakatan nuklir.

"China bersedia bekerja dengan Rusia dan negara-negara lain untuk melestarikan JCPOA," kata Presiden Xi.

Di lain pihak, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow masih mendukung kesepakatan nuklir Iran yang baru-baru ini ditinggalkan Trump.

Penarikan AS, katanya, "dapat semakin mengacaukan situasi" tetapi Rusia mendukung "implementasi tanpa syarat" dari perjanjian itu.

Kesepakatan Nuklir Iran menjadikan Teheran setuju untuk membatasi pengayaan uranium, yang dikhawatirkan Barat dapat digunakan untuk membangun senjata pemusnah massal.

Bagi Iran, yang telah lama mempertahankan program atomnya untuk tujuan damai, kesepakatan itu berpotensi melepaskan belenggu sanksi pada kehidupan ekonominya, dan membuka akses penjualan minyaknya ke luar negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya