Liputan6.com, Colorado - Sebuah riset yang dilakukan oleh tim ilmuwan menyebutkan bahwa orang yang terinfeksi parasit toksoplasma -- yang kerap ditemukan dalam kotoran kucing, mungkin memiliki peluang lebih besar untuk terjun ke dunia bisnis dan kewirausahaan. Apa penyebabnya?
Penelitian yang dipublikasikan pada Rabu 27 Juli 2018 dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B menemukan, subjek penelitian yang dites positif terinfeksi parasit Toxoplasma gondii (T. gondii) --biasa ditemukan dalam kotoran kucing yang tak tervaksinisasi-- lebih berpeluang besar untuk menggeluti dunia bisnis secara akademik dan profesional, atau berpotensi berwirausaha.
Advertisement
Baca Juga
Selain akibat terpapar via kotoran kucing yang tak tervaksinisasi, manusia dapat terinfeksi parasit T. gondii jika mengonsumsi daging yang tercemar atau minum air yang terkontaminasi dengan parasit tersebut, menurut Centre for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat.
Orang yang terinfeksi parasit itu dikenal sebagai pengidap toksoplasmosis.
Periset utama riset tersebut, profesor manajemen di University of Colorado Boulder's Leeds School of Business, Stefanie Johnson mengatakan, penelitiannya menunjukkan korelasi positif antara pengidap toksoplasmosis dengan perilaku kewirausahaan mereka.
Johnson dan rekan-rekan peneliti juga menemukan, negara-negara dengan prevalensi infeksi parasit T. gondii yang lebih tinggi, memiliki proporsi yang lebih rendah atas jumlah orang-orang yang menyebut "takut gagal" sebagai alasan mereka berkecil hati memulai sebuah bisnis.
Itu berarti, suatu negara dengan angka pengidap toksoplasmosis tinggi memiliki banyak orang yang terjun ke dunia bisnis dan kewirausahaan.
"Kami dapat melihat hubungan tingginya angka orang yang terinfeksi T. gondii untuk terjun ke dunia bisnis," kata Johnson seperti dikutip dari media Selandia Baru Stuff, Kamis (26/7/2018).
"Tapi, kami tidak bisa mengukur apakah bisnis mereka cenderung sukses atau gagal dalam jangka panjang," tambahnya.
Lebih lanjut, Johnson mengatakan bahwa orang yang terinfeksi parasit T. gondii, "Ketika berhadapan dengan situasi yang berisiko tinggi, punya kemampuan untuk menekan kekhawatiran akan kegagalan."
"Di satu sisi, membuka bisnis dan kewirausahaan baru cenderung memicu seseorang merasa khawatir akan tingginya risiko menemui kegagalan. Dan itu cukup rasional," tambahnya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Rangkuman Riset
Stefanie Johnson dan tim riset memilih 1.495 mahasiswa sarjana di bidang biologi dan bisnis, untuk menguji mereka terhadap keterpaparan pada parasit T. gondii. Dari total tersebut, 22 persen dinyatakan positif.
Hasil dari tes itu kemudian dianalisis dengan membandingkan jurusan yang dilaporkan masing-masing siswa.
Hasilnya menunjukkan, siswa yang dinyatakan positif terinfeksi T. gondii, memiliki kemungkinan 1,4 kali lebih besar untuk berkuliah di jurusan bisnis daripada mereka yang tidak terinfeksi.
Sementara itu, dari total subjek penelitian yang mengambil jurusan bisnis, mahasiswa yang dinyatakan positif terinfeksi T. gondii memiliki kemungkinan 1,7 kali lebih besar untuk berfokus pada manajemen dan kewirausahaan.
Johnson dan tim juga mengumpulkan sampel air liur dari 197 orang yang menghadiri sebuah acara kewirausahaan. Mereka yang positif terinfeksi T. gondii, memiliki kemungkinan 1,8 kali lebih besar telah terjun ke dunia bisnis atau berwirausaha.
Para peneliti kemudian mencoba untuk menguji hubungan antara T. gondii dan kewirausahaan di tingkat global. Mereka mengumpulkan data tentang prevalensi infeksi di 42 negara dan membandingkannya dengan survei nasional mengenai aktivitas dan sikap kewirausahaan.
Para peneliti melihat korelasi positif antara kehadiran toksoplasmosis dalam populasi dan proporsi orang yang melaporkan niat untuk memulai bisnis mereka sendiri atau terlibat dalam aktivitas kewirausahaan.
Penelitian itu menjadi temuan baru dalam ranah ekonomi mengenai riset perilaku bisnis manusia.
Sebagian besar penelitian di bidang itu telah mengandalkan aspek rasionalitas sebagai penjelasan untuk perilaku bisnis manusia.
Tetapi aspek biologis, seperti parasit, jarang dikaji dalam ranah riset perilaku bisnis manusia. Oleh karenanya, Johnson dan tim peneliti menyarankan agar riset terkait pengaruh aspek biologis pada perilaku bisnis manusia terus digalakkan.
Johnson mengatakan kepada NBC News bahwa timnya berencana untuk melanjutkan penelitian ini, dan melihat kemungkinan hubungan antara toksoplasmosis dengan perilaku lainnya. Johnson mengatakan dia juga ingin menguji apakah mereka yang terinfeksi parasit menjadi lebih sukses berbisnis dan berwirausaha.
"Jadi bagaimana jika semua bisnis yang dimulai oleh orang-orang yang positif toxoplasma gagal? Bagaimana jika rasa takut itu adalah hal yang baik? Kami ingin tahu," katanya.
Advertisement
Pengaruh Lain
Lebih dari 2 miliar orang di dunia, termasuk 60 juta di Amerika Serikat, diperkirakan terinfeksi T. gondii, meskipun sangat sedikit yang menunjukkan gejala.
Menurut CDC, beberapa orang dengan toksoplasmosis mungkin merasakan gejala seperti flu, mengalami kelenjar getah bening yang membengkak atau nyeri otot.
Toksoplasmosis berat dapat termasuk kerusakan otak dan mata, seperti penglihatan yang redup atau kabur.
Masih belum jelas bagaimana toksoplasmosis mempengaruhi perilaku manusia.
Tetapi penelitian-penelitian terdahulu mengenai populasi dengan berbagai tingkat toksoplasmosis, telah menghubungkan keterkaitan tingkat infeksi tinggi dengan kemakmuran ekonomi dan gangguan psikis atau syaraf.
Penelitian yang dilakukan di Republik Ceko dan Turki juga menemukan bahwa orang dengan toksoplasmosis memiliki tingkat kecelakaan mobil yang lebih tinggi.
Sebuah studi 2012 menganalisis catatan kesehatan selama puluhan tahun dari para wanita di Denmark untuk menyelidiki hubungan antara toksoplasmosis dan penyakit mental.
Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang dites positif parasit memiliki tingkat upaya bunuh diri yang lebih tinggi. Kemungkinan bahwa seorang wanita yang terinfeksi akan mencoba bunuh diri pada tahun tertentu adalah 1,5 kali lebih tinggi daripada di antara wanita yang tidak terinfeksi.
Teodor Postolache, penulis utama studi itu, mengatakan kepada NPR pada 2012 bahwa parasit itu mungkin mengganggu korteks prefrontal pada otak manusia.
"Area itu seperti mekanisme pengereman, seperti rem di mobil," kata Postolache.
"Apa yang kita pikirkan adalah bahwa mungkin parasit itu, pada kenyataannya, mengganggu kapasitas korteks prefrontal untuk mengerem diri."