Jangan Sembarangan Pakai Gel Pembersih Tangan, Atau Ini yang Akan Terjadi...

Alkohol yang terkandung dalam gel pembersih tangan atau hand sanitizer ternyata bisa memunculkan sesuatu yang berbahaya. Ini alasannya.

oleh Afra Augesti diperbarui 02 Agu 2018, 20:10 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2018, 20:10 WIB
Hand Sanitizer
Hand sanitizer. (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan di Australia mengklaim telah menemukan fakta baru terkait pembersih tangan atau hand sanitizer. Mereka mengatakan bahwa bakteri, terutama jenis "superbug", ternyata resisten (kebal) terhadap cairan tersebut meski kebanyakan mengandung alkohol.

Mereka menyelidiki penyebab beberapa spesies bakteri resisten terhadap antibiotik di rumah sakit Australia. Padahal bakteri-bakteri tersebut telah terkontaminasi disinfektan yang terdapat dalam hand sanitizer.

Mereka berfokus pada kelompok bakteri yang terdapat di dalam usus, yakni Enterococci. Bakteri ini telah lama menjadi permasalahan manusia di seluruh dunia, sebab Enterococci kian kebal terhadap sejumlah antibiotik, seperti vankomisin.

Pengujian sampel bakteri yang diambil dari rumah sakit Australia selama 19 tahun ditemukan adanya bakteri yang mampu bertahan hidup di lingkungan yang telah disterilkan. Organisme ini terus menyebabkan infeksi.

Jika kenyataan seperti itu berlanjut, pihak rumah sakit mungkin tidak lagi dapat mengandalkan langkah-langkah untuk mencegah wabah menular, kata para ilmuwan yang hasil penelitiannya diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine, Rabu 1 Agustus 2018.

Sementara cairan pembersih tangan beralkohol --biasanya berbentuk gel-- kerap digunakan di rumah sakit naungan National Health Service di Inggris dan di seluruh dunia sejak pertengahan 2000-an.

Kala itu, masyarakat internasional sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan gerakan mencuci tangan tanpa air, yang diklaim mampu mengurangi jumlah bakteri penyebab segala macam penyakit, termasuk "superbug" seperti Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) yang menyebabkan ribuan kematian per tahun.

"Di seluruh negara, tingkat kematian akibat MRSA menurun. Ini kabar bagus karena orang-orang sudah semakin bisa menjaga kebersihan badan. Risiko tertular infeksi serius juga berkurang," kata Profesor Paul Johnson dari University of Melbourne, sebagaimana dikutip dari The Independent, Kamis (2/8/2018).

"Tapi kami juga melihat adanya peningkatan bertahap dari bakteri Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), ini tampak seperti sebuah paradoks karena kedua infeksi tersebut seharusnya bisa dikontrol oleh cairan pembersih tangan."

 

Saksikan video cara mencuci tangan yang benar di bawah ini:

 

Penyebab Utama Penyakit Muncul

Hand Sanitizer
Hand sanitizer. (iStock)

Enterococci menjadi penyebab terbesar infeksi sepsis di Eropa dan menyebabkan 10 persen infeksi darah atau dikenal sebagai bakteremia.

Selain itu, resistensi terhadap vankomisin juga menjadi "pekerjaan rumah" para ilmuwan di bidang kesehatan, sebab vankomisin merupakan salah satu dari beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati bakteri dengan dinding sel yang lebih kompleks seperti E coli dan Enterococci. Bahayanya lagi, kedua contoh bakteri itu juga dapat berbagi gen resistensi antar spesies.

Spesies yang dipelajari oleh tim Profesor Johnson, E faecium, adalah salah satu penyebab utama infeksi. Spesies ini menyumbang sepertiga dari 7.000 infeksi aliran darah akibat Enterococci di Inggris, Wales dan Irlandia Utara pada tahun 2016, menurut data 16, menurut data Public Health England .

Para peneliti menguji E faecium yang telah terkena disinfektan, lalu menambahkannya ke kandang tikus yang telah disterilisasi menggunakan larutan alkohol. Ia menemukan spesies tersebut justru terus tumbuh subur dan lebih mampu menjajah usus tikus, sehingga menyebabkan infeksi parah.

Penyebabnya, bisa jadi bakteri yang tumbuh telah mampu beradaptasi dengan kondisi di dalam tubuh manusia, yang secara kebetulan membantu mikroorganisme tersebut menahan disinfektan.

"Di banyak rumah sakit besar di seluruh dunia, VRE semakin meningkat, seperti di Australia," kata Profesor Tim Stinear, seorang ahli mikrobiologi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya