Indonesia-Malaysia Berkoordinasi Menyelamatkan 2 WNI yang Diculik di Sabah

Indonesia berkoordinasi dengan Malaysia perihal penanganan kasus dua nelayan WNI yang diculik di perairan Sabah, 11 September 2018.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Sep 2018, 11:01 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2018, 11:01 WIB
Gedung Pancasila
Bendera Indonesia di Gedung Pancasila Kemlu RI (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Tawau - Pemerintah Indonesia, melalui KBRI Kuala Lumpur dan KRI Tawau di Sabah, Malaysia, menjelaskan pada 13 September 2018 bahwa mereka telah berkoordinasi dengan otoritas setempat perihal penanganan kasus dua nelayan WNI yang diculik di perairan dekat Pulau Gaya, Semporna, Sabah, pada 11 September 2018 lalu.

Pihak KBRI Kuala Lumpur memastikan bahwa dua nelayan yang diculik berstatus sebagai WNI, berinisial SS dan UY, berasal dari Provinsi Sulawesi Barat.

"Kemlu RI melalui perwakilan RI di Malaysia akan terus bekerja sama dengan otoritas Malaysia dalam operasi penyelamatan mereka," kata Fungsi Pensosbud KBRI Malaysia Agung Sumirat dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Kamis (13/9/2018).

Pihak KJRI Tawau turut mengonfirmasi hal serupa.

"KJRI Tawau telah berkoordinasi dengan aparat keamanan terkait di wilayah itu," kata Staf Pensosbud KRI Tawau Firma Agustina.

Dugaan Diculik Kelompok Abu Sayyaf

Sejumlah pemberitaan, baik di Malaysia dan Indonesia, menyebut bahwa pelaku penculikan diduga berasal dari Sulu, Filipina selatan--wilayah yang dianggap sebagai sarang kelompok teroris sekaligus perompak Kelompok Abu Sayyaf (ASG) yang terafiliasi dengan ISIS.

Merespons berbagai laporan tentang keterkaitan ASG dengan kasus penculikan terbaru, pihak KBRI Kuala Lumpur mengatakan, "Berbagai cerita menyebut hal yang variatif, Mas," ujar Fungsi Pensosbud KBRI Agung Sumirat kepada Liputan6.com.

"Kami belum bisa memastikan atau pun berspekulasi seperti itu," lanjutnya.

"Saat ini, fokus utama Perwakilan RI di Malaysia adalah berupaya berkoordinasi dengan pihak Malaysia untuk konsolidasi informasi tentang kejadian tersebut dan mengupayakan keselamatan kedua nelayan," ujar Agung.

Kelompok Abu Sayyaf telah melakukan berbagai aksi penculikan terhadap nelayan WNI yang melaut di perairan Sabah, Sulawesi Utara, atau Filipina selatan.

Pada Desember 2016-Januari 2017, tujuh WNI diculik dan disandera kelompok itu. Sebagian besar berhasil dibebaskan per Januari 2018, berkat upaya pemerintah RI yang bekerja sama dengan otoritas setempat. Sementara sisanya diketahui melarikan diri dari jerat sandera Abu Sayyaf, hingga akhirnya ditemukan oleh otoritas Filipina, yang kemudian menyerahkan mereka kepada pemerintah Indonesia.

Dugaan Pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan oleh Pihak Majikan

Mencuat pula kabar mengenai dugaan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak majikan pemilik kapal terkait penculikan dua WNI di Semporna, Sabah, Malaysia.

Dugaan itu muncul karena kedua WNI tersebut dilaporkan melaut pada malam hari. Padahal, otoritas Malaysia telah memberlakukan kebijakan jam malam yang melarang aktivitas pelayaran pada malam hari di kawasan perairan Sabah. Hal ini menyusul maraknya geliat kelompok teroris dan perompak di wilayah itu.

Mengomentari hal tersebut, Fungsi Pensosbud KBRI Kuala Lumpur Agung Sumirat mengatakan, "Isu ini termasuk yang perlu didalami dan dikonsultasikan dengan pihak Malaysia. Kita tunggu saja."

Lebih lanjut, Agung Sumirat menjelaskan, "Konsul RI Tawau telah berkunjung ke Semporna untuk bertemu dengan pemilik kapal dan meminta agar gaji dan tunjangan para nelayan yang menjadi korban tetap disalurkan kepada keluarga."

Senada, Staf Pensosbud KRI Tawau Firma Agustina mengatakan, "Kami juga sudah menghubungi pihak majikan agar mereka turut bertanggung jawab, bukan saja kepada korban, tapi juga kepada keluarga korban di kampung halaman mereka."

 

Simak video pilihan berikut:

Laporan Awal

Ilustrasi kapal (iStock)
Ilustrasi kapal (iStock)

Sebelumnya, dua nelayan Indonesia dilaporkan diduga diculik di perairan Semporna, sebuah kota di Sabah, Malaysia, dalam sebuah jam malam, sekitar pukul 01.00 dini hari waktu setempat pada Selasa 11 September 2018, menurut laporan outlet surat kabar Singapura.

Menurut sumber, empat awak kapal nelayan baru saja berlabuh di dermaga Pulau Gaya di Semporna.

Telah diketahui bahwa sekitar jam 1 pagi, salah satu anggota kru mendengar suara mesin perahu pompa yang mendekat dan pasokan listrik kapal mereka tiba-tiba terputus.

Dua dari awak kapal, yang bersembunyi di dalam kompartemen kapal penangkap ikan, mendengar orang-orang yang berbicara dalam logat Suluk (kemungkinan besar orang Filipina) dan melalui lubang, melihat dua orang bersenjata dari kelompok itu.

Sekitar satu jam kemudian, dua nelayan keluar dari persembunyian tetapi menemukan dua teman mereka hilang, beserta sistem komunikasi radio kapal, demikian seperti dilansir The Strait Times, Selasa, 11 September 2018.

Orang-orang yang selamat dikatakan telah mengajukan laporan di kantor polisi Semporna, Sabah Malaysia.

Pihak berwenang dari Departemen Kepolisian dan Komando Keamanan Sabah Timur (Esscom) telah mengonfirmasi insiden itu, tetapi rincian lebih lanjut tentang itu masih dipastikan.

Ini akan menjadi insiden penculikan pertama dalam hampir dua tahun.

Jam malam di Sabah berlaku mulai petang menjelang fajar. Kebijakan itu pertama kali diterapkan empat tahun lalu, menyusul maraknya kejahatan di perairan. Itu kemudian diperpanjang hingga 13 September 2018.

Detailnya, kebijakan itu berlaku mulai jam 06.00 sore sampai jam 06.00 pagi mencakup wilayah hingga tiga mil laut dari Tawau, Semporna, Kunak, Lahad Datu, Kinabatangan, Sandakan dan Beluran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya