Israel: Donald Trump Buang-Buang Waktu soal Rencana Perdamaian Timur Tengah

Donald Trump dikritik oleh salah seorang menteri senior Israel karena dianggap membuang waktu dalam menyusun rencana perdamaian dengan Palestina.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Nov 2018, 17:04 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2018, 17:04 WIB
Bendera Israel
Bendera Israel berkibar di dekat Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem (20/3). Gerbang Jaffa adalah sebuah portal yang dibuat dari batu yang berada dalam deret tembok bersejarah Kota Lama Yerusalem. (AFP Photo/Thomas Coex)

Liputan6.com, Tel Aviv - Seorang menteri senior Israel mengatakan rencana perdamaian Timur Tengah yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dinilai akan "buang-buang waktu".

"Kesenjangan antara Palestina dan Israel terlalu besar untuk dijembatani," kata Menteri Kehakiman, Ayelet Shaked, dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh surat kabar Jerusalem Post.

"Saya pikir, secara pribadi, itu buang-buang waktu," katanya, berbicara dalam bahasa Inggris, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (22/11/2018).

"Meskipun saya menginginkan perdamaian lebih dari orang lain, saya pikir saya hanya lebih realistis, dan saya tahu bahwa di masa depan tidak mungkin," katanya. "Tapi mari kita tunggu dan lihat apa yang mereka (AS) akan tawarkan."

Ditanya apakah dia akan memberitahu Donald Trump untuk tidak "membuang waktunya dengan ini", dia menjawab: "Pasti."

Oleh para pengamat, pernyataan Shaked dinilai bisa menyinggung Trump, yang sebelumnya menyebut rencana "kesepakatan damai abad ini" dan menugaskan menantunya, Jared Kushner, untuk menyusun perjanjian terkait.

Trump mengatakan pada akhir September bahwa ia mengharapkan rencana perdamaian itu terlaksana, yang memakan dua tahun dalam pembuatannya. Dia juga mengatakan akan merilis hal tersebut selambat-lambatnya awal 2019, meskipun para diplomat di Israel mengajukan penundaan.

Sementara Washington telah memfokuskan pada keberatan Palestina terhadap upaya perdamaiannya, ada juga sedikit antusiasme untuk memulai kembali perundingan di antara publik Israel dan tokoh-tokoh berpengaruh di pemerintahan setempat.

Sebuah jajak pendapat bulan lalu menemukan 73 persen warga Israel tidak percaya negosiasi akan mengarah ke perdamaian.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengatakan dia tidak melihat ada urgensi dalam rencana perdamaian itu.

Shaked adalah menteri kabinet senior di pemerintahan koalisi Netanyahu dan anggota partai Home dari pihak sayap kanan, sebuah kelompok nasionalis keagamaan yang menolak gagasan Palestina merdeka.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Palestina Tolak AS Berperan dalam Perdamaian

Pemimpin Palestina Yasser Arafat (kiri) dan PM Israel Yitzhak Rabin (tengah) serta Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres (kanan).
Pemimpin Palestina Yasser Arafat (kiri) dan PM Israel Yitzhak Rabin (tengah) serta Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres (kanan) saat menerima Nobel. (AP)

Sementara itu, pemimpin Palestina telah menolak peran tradisional Washington sebagai mediator perdamaian, menyusul keputusan Trump untuk memindahkan kedutaan AS di Israel ke Yerusalem.

Sejak lama, Yerusalem menjadi masalah krusial dalam konflik Israel-Palestina.

Palestina mengklaim Yerusalem Timur kota itu sebagai ibu kota negara masa depan. Sementara Israel merebut bagian kota tersebut dari pasukan Yordania pada tahun 1967, dan sejak saat itu mendudukinya, serta mengklaim semua kota suci sebagai ibu kota "yang tidak terbagi".

Di sisi lain, kebijakan sanksi AS terhadap warga Palestina membuat masalah di sana semakin suram.

Tahun ini, Trump memangkas ratusan juta dolar bantuan kemanusiaan, menutup kantor diplomatik Palestina di Washington, dan menutup konsulat AS yang melayani Tepi Barat dan Gaza.

Palestina menuduh Trump berpihak pada Israel pada isu-isu inti konflik yang telah berlangsung puluhan tahun, dan melihat rencana perjanjian damai terkait sebagai pro-Tel Aviv.

Di lain pihak, menurut Jason Greenblatt, mantan pejabat hukum utama di pemerintahan Trump dan sekarang menjabat sebagai perwakilan khusus untuk negosiasi internasional, mengatakan rencana tersebut akan "sangat terfokus pada kebutuhan keamanan Israel", tapi tetap "adil untuk Palestina".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya