Waspada Cuaca Dingin Ekstrem, Perhatikan 3 Faktor Penyebab Hipotermia

Berikut 3 hal yang menjadi penyebab hipotermia saat cuaca dingin ekstrem melanda.

oleh Afra Augesti diperbarui 03 Feb 2019, 19:40 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2019, 19:40 WIB
Danau Michigan
Seorang pria berjalan di Danau Michigan yang membeku saat suhu di bawah 0 derajat Celsius di Milwaukee, Rabu (30/1). Cuaca dingin ekstrem yang terjadi sekali dalam satu generasi sedang melanda beberapa wilayah Amerika Serikat. (AP/Jeffrey Phelps)

Liputan6.com, New York - Pada minggu ini, sebagian besar wilayah Upper Midwest dan Eastern Amerika, bahkan Kanada, masih dilanda Polar Vortex. Sejumlah laporan media setempat menyebut bahwa suhu di sana tak jauh berbeda dengan Kutub Utara, dinginnya ekstrem.

Orang-orang yang tinggal di wilayah yang terdampak Polar Vortex mengaku bahwa suhu ekstra rendah membuat mereka merasa seperti akan "mati beku" akibat hipotermia.

Saat suhu berada terjun bebas di bawah nol derajat Celcius, gangguan seperti frostbite (radang dingin) dan hipotermia menjadi masalah kesehatan yang nyata.

Kantor ramalan cuaca di seluruh negara bagian di Amerika telah memperingatkan tentang datangnya badai yang berbahaya dan bahkan mengancam jiwa hingga Kamis, 31 Januari 2019.

Namun, faktanya, meninggal akibat hipotermia atau "mati beku" dapat terjadi pada siapa saja, meski tubuh tidak benar-benar mengeras seperti es.

Berikut 3 hal yang perlu diperhatikan saat cuaca dingin melanda, agar terhindar dari hipotermia. Sebagaimana dikutip dari Live Science, Minggu (3/2/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

1. Penurunan Suhu Tubuh Inti

Danau Michigan
Lapisan es terbentuk di sepanjang pantai Danau Michigan di Chicago, Illinois, Rabu (30/1). Diperkirakan, suhu beku yang ekstrem, terparah setidaknya dalam satu generasi ini, akan menyelimuti beberapa wilayah AS. (Scott Olson/AFP)

Suhu inti tubuh orang dewasa biasanya berkisar sekitar 98,6 derajat Fahrenheit (setara 37 derajat Celsius). Hipotermia terjadi ketika suhu tubuh inti turun drastis, menjadi sekitar 95 derajat Fahrenheit (35 derajat Celcius) atau lebih rendah lagi.

Orang dapat mengalami hipotermia dalam suhu udara yang relatif dingin, secara mendadak, tetapi tidak beku, hanya sekitar 30 hingga 50 Fahrenheit (minus 1 hingga 10 derajat Celcius) --terutama jika mereka basah karena kehujanan, keringat, atau menyelam di air yang dingin, menurut National Weather Service.

"Tubuh kehilangan panas sekitar 25 kali lebih cepat di dalam air daripada di darat," ujar Michael Sawka, Kepala Divisi Thermal & Mountain Medicine di U.S. Army Research Institute of Environmental Medicine (USARIEM), mengatakan kepada Live Science dalam wawancara 2010.

Tetapi hipotermia yang terjadi pada suhu yang relatif dingin ini, merupakan hal yang tidak biasa.

"Suhu yang berada di bawah nol derajat Celcius, bagaimanapun, adalah permasalahan yang sama sekali berbeda," kata Dr. Robert Glatter, seorang dokter darurat di Lenox Hill Hospital di New York City.

Pada suhu minus 30 derajat Fahrenheit (minus 34 derajat Celsius), orang sehat yang tidak berpakaian dengan benar saat musim dingin tiba, dapat mengalami hipotermia hanya dalam 10 menit.

Sedangkan pada minus 40 hingga 50 derajat Fahrenheit (minus 40 hingga minus 45 derajat Celsius), hipotermia dapat terjadi hanya dalam 5 hingga 7 menit.

Penurunan suhu tubuh inti mencegah organ-organ penting bekerja dengan baik, termasuk otak dan jantung, menurut Mayo Clinic.

"Fungsi jantung yang tidak benar mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke seluruh organ tubuh, membuat badan manusia menjadi syok, serta meningkatkan risiko seperti gagal hati dan ginjal," Glatter mengatakan kepada Live Science.

Orang-orang yang umurnya masih sangat muda dan mereka yang renta, berisiko lebih besar untuk mengalami hipotermia karena mereka umumnya memiliki otot jantung yang lebih lemah.

Selain itu, orang sepuh juga lebih cenderung menggunakan obat-obatan seperti beta blocker yang dapat memperlambat detak jantung, sehingga semakin meningkatkan risiko terkena hipotermia di tengah suhu dingin.

Gejala hipotermia ringan meliputi tubuh yang menggigil, lemas, dan bingung, muncul ketika suhu tubuh inti mencapai sekitar 95 derajat Fahrenheit. Setelah itu, ketika mereka mulai tak berdaya (dalam suhu tubuh inti yang rendah), hal-hal buruk terjadi, seperti:

  1. Pada 33 derajat Celcius akan mengalami amnesia.
  2. Pada 28 derajat Celcius akan kehilangan kesadaran.
  3. Di bawah 21 derajat Celcius akan menderita hipotermia mendalam dan kematian dapat terjadi.

Untuk suhu tubuh terendah, di mana orang dewasa dapat bertahan hidup, adalah 56,7 derajat Fahrenheit (13,7 derajat Celcius), yang biasanya terjadi saat orang itu menyelam ke air yang dingin selama beberapa waktu, menurut John Castellani, dari USARIEM, yang juga berbicara dengan Live Science pada tahun 2010.

Jika tidak ditangani segera, hipotermia dapat menyebabkan gagal jantung, dan akhirnya kematian, demikian kata Mayo Clinic.

2. Perlindungan Tubuh Terhadap Cuaca Dingin

Memancing di Tengah Laut Beku
Sejumlah pria dikelilingi kawanan burung camar ketika memancing di tengah laut Bothnia yang membeku di Vaasa, Finlandia, Rabu (27/12). Selain suhu ekstrem, pemancing dapat melakukan aksinya di tengah laut dengan berjalan kaki. (OLIVIER MORIN / AFP)

Namun pada dasarnya, tubuh manusia diciptakan sangat kuat untuk menghadapi cuaca dingin. Manusia memiliki dua mekanisme bawaan (sejak lahir) untuk melindungi diri dari kondisi kedinginan.

Begitu udara dingin menyapu bagian wajah, tubuh akan mencoba untuk mengisolasi dirinya sendiri dengan memindahkan darah dari kulit dan ekstremitas luar, seperti jari tangan dan kaki, dan menuju intinya.

"Proses ini disebut vasokonstriksi, dan mampu membantu membatasi jumlah panas yang hilang di sekujur tubuh," kata Castellani.

Respons kedua dari tubuh manusia adalah menggigil, yang menghasilkan panas dan membantu meningkatkan suhu tubuh.

3. Bahaya Frostbite

Suhu 20 Derajat Celcius, Warga China Seru Berenang di Danau Es
Seorang pria berenang di danau yang sebagaian beku dengan es saat suhu minus 20 derajat Celcius di Shenyang di provinsi Liaoning timur laut China (10/12). (AFP Photo/Str/China Out)

Meskipun kondisi cuaca dingin ekstrem sering dikaitkan sebagai pemicu hipotermia pada orang sehat, namun frostbite atau radang dingin lebih sering terjadi pada suhu udara yang tidak terlalu parah.

"Meski suhu inti tubuh turun, tetapi tidak demikian dengan suhu periferal," kata Castellani.

Jari-jari tangan dan kaki manusia lebih rentan terhadap radang dingin, karena daerah-daerah ini akan mengurangi aliran darah ketika berhadapan dengan suhu dingin dan tubuh manusia berusaha menjaga suhu intinya tetap hangat.

Meskipun untuk mengatasinya, kaki manusia biasanya dilindungi oleh kaus kaki atau sepatu, namun suhu jari kaki bisa menjadi sangat rendah.

Selain itu, jika seseorang berkeringat, basah akibat cairan tubuh ini akan menarik lebih banyak panas keluar dari area tersebut, karena radang dingin disebabkan oleh pembekuan.

"Anda tidak bisa terkena radang dingin jika suhu udara di sekitar Anda di atas 32 derajat Fahrenheit atau nol derajat Celcius," lanjut Castellani.

Walaupun begitu, kemampuan tubuh untuk mengembangkan radang dingin akan tergantung pada kondisi masing-masing individu. Misalnya, jika minus 18 derajat Celcius dengan angin dingin minus 28 derajat Celcius, ia bisa membeku dalam 30 menit.

"Tetapi jika minus 26 derajat Celcius, dengan angin dingin minus 48 derajat Celsius, maka Anda bisa terkena radang dingin dalam waktu 5 menit," menurut National Weather Service.

Terlepas dari risiko ini, namun ada saja orang-orang yang justru 'menantang maut' dengan memanjat gunung, berpetualang di Kutub Utara dan berenang mengarungi Selat Inggris yang memiliki suhu air sangat rendah.

Namun, mereka harus berpakaian dengan benar untuk menghadapi kondisi tak biasa tersebut.

Glatter merekomendasikan agar orang-orang mengenakan setidaknya tiga lapisan pakaian: kaus berbahan katun untuk menyerap keringat dan kelembaban tubuh, kaus yang sifatnya mengisolasi, dan lapisan terluar untuk melindungi diri dari angin serta elemen lainnya.

"Jangan lupa pakai sepatu bot tebal dan berinsulasi, karena telapak dan jari kaki kita berisiko tinggi terhadap radang dingin," papar Glatter.

Di satu sisi, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga merekomendasikan agar orang-orang yang menghadapi musim dingin mengenakan topi, syal atau masker yang menutupi wajah dan mulut, mantel tahan air, sarung tangan dan sepatu bot tahan air.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya