Taiwan Jadi Negara Pertama yang Ajukan RUU Pernikahan Sesama Jenis di Asia

Pemerintah Taiwan meluncurkan rancangan undang-undang untuk melegalkan pernikahan sesama jenis yang pertama di Asia.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Feb 2019, 10:02 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2019, 10:02 WIB
Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)
Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)

Liputan6.com, Taipei - Pemerintah Taiwan pada hari Kamis, mengusulkan rancangan undang-undang (RUU) untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis, di mana hal itu menjadi yang pertama dalam jenisnya di Asia.

Tetapi, RUU tersebut dikritik oleh aktivis hak asasi dan kelompok konservatif di tengah perdebatan sengit tentang kesetaraan pernikahan, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Kamis (21/2/2019).

Dalam sebuah referendum yang digelar akhir tahun lalu, banyak pemilih Taiwan menentang kesetaraan pernikahan, meski suara yang tidak kalah besar menuntut gagasan tersebut dilanjutkan.

RUU yang diumumkan oleh kabinet setempat itu berencana memberi perlindungan hukum setara bagi pernikahan pasangan sesama jenis, seperti hak tinggal satu atap dan memiliki kartu keluarga.

Namun, secara perdata, pernikahan tetap didefinisikan sebagai antara pria dan wanita, sehingga pasangan sesama sejenis tidak memiliki hak hukum terhadap isu-isu sensitif dalam rumah tangga, seperti adopsi anak misalnya.

Jennifer Lu, koordinator Koalisi Kesetaraan Pernikahan Taiwan, mengatakan RUU tersebut tidak memberikan perlindungan hukum yang lengkap kepada pasangan sesama jenis.

Dia mengakui bahwa pemerintah menerima tekanan dari berbagai pihak, tetapi mengatakan para aktivis akan terus memperjuangkan persamaan hak.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Keputusan Final pada Akhir Mei

Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)
Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Parlemen Taiwan diperkirakan akan memberikan suara final pada rancangan RUU pada akhir Mei nanti.

Itu adalah batas waktu untuk undang-undang yang ditetapkan oleh pengadilan konstitusi pada Mei 2017, ketika memutuskan bahwa pasangan sesama jenis memiliki hak untuk menikah secara sah.

Perpecahan telah menjadi tantangan bagi Presiden Tsai Ing-wen, yang partainya mengalami kekalahan besar dalam pemilihan lokal pada November lalu, di tengah kritik atas agenda reformasinya, termasuk kesetaraan pernikahan.

Kelompok konservatif yang menentang pernikahan sesama jenis mengatakan mereka akan tetap menentang RUU tersebut, "bagaimanapun caranya"

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya