Liputan6.com, Hanoi - Banyak pihak berharap dalam pertemuan kedua antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam, akan dicapai kesepakatan resmi menyudahi Perang Korea 1950-53.
Konflik yang menghancurkan antara Korea Utara yang komunis --yang didukung oleh China-- dan kapitalis Selatan, yang dibantu AS, berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Hal itu, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Senin (25/2/2019), membuat Pyongyang dan Washington secara teknis masih berperang.
Advertisement
Baca Juga
"Saya percaya bahwa ada kemungkinan (berdamai) di sana," kata juru bicara kepresidenan Gedung Biru, Kim Eui-kyeom, kepada wartawan di Seoul.
"Tidak ada cara untuk mengetahui seperti apa deklarasi itu, tapi saya percaya AS dan Korea Utara mungkin mencapai kesepakatan," lanjutnya optimis.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan pada Oktober lalu, bahwa "hanya masalah waktu" sebelum Washington dan Pyongyang menyatakan perang berakhir.
AS juga telah menunjukkan nada optimis terhadap komitmen pemerintahan Kim Jong-un.
Stephen Biegun, utusan khusus negara itu untuk Korea Utara, mengatakan awal bulan ini bahwa Trump "siap untuk mengakhiri perang ini", memicu spekulasi bahwa akhir resmi konflik mungkin sudah dekat.
Diharapkan Membangun Kemajuan
Sementara itu, Kim Jong-un akan bertemu kembali dengan Donald Trump di ibukota Vietnam, Hanoi pada 27 dan 28 Februari, di mana kedua pemimpin diharapkan akan membuat kemajuan dalam pembicaraan mengenai denuklirisasi, dan kemungkinan perjanjian damai.
Tetapi, menurut juru bicara Gedung Biru, bahkan jika para pemimpin AS dan Korea Utara menyatakan akhir Perang Korea, sebuah perjanjian perdamaian formal kemungkinan akan ditandatangani pada "tahap terakhir dari proses denuklirisasi" di semenanjung Korea, di mana mungkin memakan waktu lebih lama untuk mewujudkannya.
"Perjanjian damai dan deklarasi akhir perang berbeda," katanya, seraya menambahkan bahwa perjanjian itu harus merupakan "upaya multilateral" yang melibatkan Korea Selatan dan China.
Korea Utara, Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dipimpin AS, dan China semuanya menandatangani gencatan senjata.
Simak video pilihan berikut:
Kemajuan Nyata Diperlukan
KTT Hanoi digelar setelah Donald Trump dan Kim Jong-un bertemu pada Juni lalu di Singapura, di mana menghasilkan perjanjian samar-samar tentang denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Tetapi, sejak itu, kemajuan diplomasi di antara keduanya terhenti, dengan masing-maisng pihak tidak setuju atas apa arti perjanjian tersebut.
Pengamat mengatakan kemajuan nyata diperlukan di Hanoi untuk menghindari pembicaraan yang diberhentikan sebagai aksi publisitas.
Sementara itu, lembaga pemantai Korea Utara yang berpusat di AS, 38 North, melaporkan pada hari Senin bahwa tidak ada indikasi Pyongyang mengoperasikan reaktor nuklirnya di kompleks Yongbyon.
Pembongkaran kompleks itu diperkirakan akan menjadi salah satu langkah denuklirisasi kunci, yang akan dibahas oleh para pemimpin AS dan Korea Utara di Hanoi.
"Tidak ada ventilasi uap dari ruang generator, juga tidak ada air panas di pipa pembuangan air pendingin," kata situs web itu.
Advertisement