Liputan6.com, California - Jutaan atau miliaran tahun yang lalu, bintang raksasa di konstelasi Sagitarius bernama J1808 kehabisan bahan bakar, lalu ambrol karena tak kuasa menahan bobotnya sendiri dan meledak.
Ledakan seperti itu biasa terjadi di kosmos. Para ilmuwan tahu ledakan ini adalah bagian dari proses yang mengubah matahari menjadi bintang-bintang neutron --bintang terkecil dan terpadat di alam semesta.
Apa yang membuat para astronom tertarik tentang J1808 adalah fakta bahwa itu masih meledak sampai hari ini dan tampaknya menghujani Bimasakti dengan beberapa ledakan cahaya paling kuat yang pernah terdeteksi.
Advertisement
Baca Juga
Pada 20 Agustus 2019, sebuah teleskop khusus pengamat bintang-neutron di Stasiun Angkasa Luar Internasional (ISS) merekam ledakan termonuklir pada J1808, yang menghempaskan semua ledakan yang terdeteksi sebelumnya.
Ledakan singkat sinar-X itu hanya berlangsung selama 20 detik. Meski demikian, ada banyak energi yang dilepaskan pada waktu itu daripada pancaran energi matahari dalam 10 hari, menurut rilis berita NASA yaang dikutip dari Live Science, Jumat (15/11/2019).
Itu adalah kilatan energi paling terang yang pernah direkam oleh teleskop sepanjang sejarah, yang dipublikasikan secara daring pada 2017.
"Ledakan ini luar biasa," kata Peter Bult, seorang astrofisikawan di Goddard Space Flight Center NASA dan penulis utama studi yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal Letters.
"Kami melihat dua perubahan dalam kecerahan ledakan itu, yang kami pikir disebabkan oleh pelepasan lapisan yang terpisah dari permukaan bintang, dan fitur lain yang akan membantu kami memecahkan kode fisika dari peristiwa yang kuat ini."
Mirip Lubang Hitam
J1808 adalah pulsar --bintang neutron yang berputar sangat cepat dan memancarkan radiasi elektromagnetik yang kuat dari kedua kutubnya-- sehingga sinar energi di kutubnya tampak berdenyut seperti lampu strobo setiap kali mereka menunjuk ke Bumi (J1808 menyelesaikan sekitar 400 rotasi setiap detik).
Mirip dengan lubang hitam, gravitasi kuat bintang neutron dapat terus menarik sejumlah besar materi di sekitarnya, yang terkumpul dalam cakram yang berputar-putar di tepi bintang (disebut "cakram akresi").
Menurut penulis penelitian, J1808 tampaknya telah menghabiskan banyak waktu dengan menghisap gas hidrogen dari benda langit misterius yang dibagikannya dengan orbit biner. Objek ini, lebih besar dari sebuah planet, namun lebih kecil dari bintang, sehingga menghasilkan tangkapan kosmologis yang tidak menarik --brown dwarf.
Sedangkan ledakan masif yang diamati pada 20 Agustus diperkirakan merupakan hasil dari hubungan satu sisi yang panjang antara J1808 dan brown dwarf, tulis para ilmuwan.
Bintang neutron itu kemungkinan menyedot begitu banyak hidrogen dari tetangganya selama beberapa tahun terakhir, sehingga gas yang ada di sekelilingnya menjadi "laut" super-padat yang mulai jatuh ke dalam tubuh bintang dan melapisi permukaan bintang.
Panas dari bintang menghangatkan lautan ini dan terjadilah reaksi nuklir, menyebabkan inti hidrogen melebur menjadi inti helium.
Seiring waktu, helium yang baru terbentuk itu menciptakan lapisan gas kedua di sekitar permukaan bintang yang membentang beberapa meter, tulis para peneliti.
"Setelah tercipta lapisan helium sedalam beberapa meter, kondisinya memungkinkan inti helium melebur menjadi karbon," kata co-author Zaven Arzoumanian, juga dari NASA.
"Kemudian helium itu meledak dengan eksplosif dan melepaskan bola api termonuklir di seluruh permukaan pulsar."
Para peneliti percaya ledakan 20 Agustus terjadi ketika bola api seperti itu menghempaskan lapisan hidrogen dan helium yang mengelilingi bintang dalam suksesi cepat, menyebabkan kilatan ganda energi sinar-X yang sangat terang di angkasa luar.
J1808 dan mitranya terletak sekitar 11.000 tahun cahaya dari Bumi, yang cukup dekat secara kosmik.
Advertisement