Somalia Alami Serangan Hama Belalang Terburuk dalam 70 Tahun Terakhir

Jenis belalang muda di Somalia Utara ditemukan tumbuh dalam jumlah besar di wilayah Puntland, Somalia.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2020, 08:04 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2020, 08:04 WIB
Pada 4 Februari 2020, belalang gurun muda yang belum menumbuhkan sayap terjebak di jaring laba-laba di semak berduri di gurun dekat Garowe, di wilayah Puntland, Somalia.
Pada 4 Februari 2020, belalang padang pasir muda yang belum menumbuhkan sayap terjebak di jaring laba-laba di semak berduri di gurun dekat Garowe, di wilayah Puntland, Somalia. (AP Photo/Ben Curtis)

Liputan6.com, Somalia - Gurun di daerah kering Somalia utara diserang kawanan hama belalang gurun. Serangan itu merupakan wabah terburuk yang pernah dialami beberapa wilayah dalam 70 tahun terakhir.

Berukuran kecil dan tak bersayap, belalang muda merupakan gelombang berikutnya dalam wabah yang mengancam lebih dari 10 juta orang di seluruh wilayah dengan mengakibatkan krisis kelaparan yang parah.

Belalang muda itu tumbuh di salah satu tempat paling sulit diakses di muka bumi ini, dengan mengancam keberadaan masyarakat yang sebagian besar merupakan di selatan wilayah Puntland semi-otonom, Somalia.

Hal itu membuat sulit atau tidak mungkin untuk melakukan penyemprotan udara untuk belalang yang dikatakan sebagai cara kontrol efektif oleh para ahli. Dalam beberapa pekan, belalang muda akan merontokkan kulit mereka, kata Keith Cressman, perwakilan dari pihak Food and Agriculture Organization (FAO).

Belalang pada tahap menghangatkan sayap biasanya berwarna merah muda cerah dan dalam keadaan paling rakus layaknya remaja kelaparan. Untuk saat ini, banyak orang di Kenya dan Ethiopia mengenal belalang muda itu dengan baik.

Setelah sekitar satu bulan, belalang akan menjadi dewasa dan siap untuk bereproduksi. Lalu setelah bertelur, belalang akan mati, tetapi keturunan mereka akan tetap menetas dengan perkiraan akan bersaing sekitar 20 kali lipat lagi dengan generasi lain.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Peringatan Darurat Nasional

Pada 1 Februari 2020, Gabriel Lesoipa, penjaga hutan, dikelilingi oleh belalang padang pasir saat ia dan tim darat menyampaikan koordinat kawanan ke pesawat yang menyemprotkan pestisida, di Nasuulu Conservancy, Kenya Utara
Pada 1 Februari 2020, Gabriel Lesoipa, penjaga hutan, dikelilingi oleh belalang padang pasir saat ia dan tim darat menyampaikan koordinat kawanan ke pesawat yang menyemprotkan pestisida, di Nasuulu Conservancy, Kenya Utara. (AP Photo/Ben Curtis)

Ketua Kemanusiaan PBB Mark Lowcock, mengatakan bahwa Somalia telah mengumumkan darurat nasional atas terjadinya wabah itu. Di seluruh wilayah itu memiliki potensi untuk menjadi wabah belalang yang paling menghancurkan jika tidak segera mengurangi masalah lebih cepat.

Juru bicara Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, Alberto Trillo Barca mengatakan, "Dunia perlu tahu di sinilah semuanya dimulai. Dalam tiga atau empat pekan ke depan, nimfa ini, seperti yang kita sebut akan mengembangkan sayap."

Dengan lebih banyak hujan diharapkan dalam beberapa pekan mendatang pada wilayah ini, jumlah belalang tidak meningkat. Karena jika tidak diawasi, belalang dapat tumbuh hingga 500 kali pada Juni yang diperkiraan cuaca lebih kering saat itu.

Meskipun begitu, cuaca yang lebih kering belum tentu menjadi sebuah solusi, karena kepadatan belalang saat ini begitu tinggi sehingga kelembaban dapat membawa generasi belalang lain.

Pakar iklim mengatakan bahwa hujan lebat yang luar biasa dan dipicu oleh topan kuat di Somalia pada Desember merupakan faktor utama dalam wabah itu. Belalang itu terbawa oleh badai angin dari Arab dan bagian-bagian lainnya, dan sekarang memakan tumbuh-tumbuhan di Somalia.

 

Upaya Pengendalian Wabah Belalang

Putra seorang petani mengangkat tangannya ketika dia dikelilingi oleh belalang padang pasir ketika berusaha mengusir mereka dari tanamannya, di desa Katitika, kabupaten Kitui, Kenya.
Putra seorang petani mengangkat tangannya ketika dia dikelilingi oleh belalang padang pasir ketika berusaha mengusir mereka dari tanamannya, di desa Katitika, kabupaten Kitui, Kenya. (AP Photo/Ben Curtis)

Tanpa penyemprotan yang cukup untuk menghentikan kawanan hama belalang, wabah yang sudah mengkhawatirkan itu bisa berubah menjadi bencana yang lebih besar. Pasalnya, butuh waktu bertahun-tahun untuk mengendalikan wabah itu.

Upaya tersebut telah dilakukan oleh beberapa pekerja yang menggunakan masker dengan pakaian pelindung putih dan wadah pestisida diikat di punggung mereka berdiri di gurun Somalia yang dilintasi unta. Para pekerja menyemburkan cairan pada ribuan belalang yang menempel pada semak-semak berduri.

Pakar iklim mengatakan bahwa klim dunia yang berubah membawa risiko lebih banyak topan yang datang dari Samudra Hindia di Afrika Timur sehingga terdapat kemungkinan wabah belalang dapat berkembang lebih lanjut.

Hal itu menyebabkan Kenya, Ethiopia, dan negara-negara Afrika Timur lainnya yang jarang melihat wabah seperti itu malah mendapati wilayah mereka sebagian besar terkena dan tidak siap untuk wabah ini. Namun mereka dapat bergabung dengan beberapa negara di bagian Afrika Barat dan Timur Tengah.

Negara-negara tersebut diketahui memiliki sistem pemantauan dan pencegahan yang terlatih dengan baik untuk wabah belalang yang lebih sering terjadi pada wilayah mereka.

"Tantangan terbesar adalah skala pengembangbiakan, seperti yang dapat Anda lihat di sekitar kita," kata Alberto Trillo Barca, juru bicara dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.

FAO telah meminta donator internasional untuk memberikan Rp 1 miliar segera untuk membantu mengendalikan wabah ini. Sejauh ini, dana bantuan sebesar Rp 260 juta telah terkumpul.

 

Reporter: Jihan Fairuzzia 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya