Begini Cara Sistem Kekebalan Tubuh Lawan Virus Corona COVID-19

Sejumlah peneliti Australia berhasil memecahkan misteri bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia bekerja menghadapi Virus Corona COVID-19.

diperbarui 18 Mar 2020, 16:15 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2020, 16:15 WIB
Mengintip Penanganan Pasien Kritis Virus Corona
Dokter memeriksa kondisi pasien kritis virus corona atau COVID-19 di Rumah Sakit Jinyintan, Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (13/2/2020). China melaporkan 254 kematian baru dan lonjakan kasus virus corona sebanyak 15.152. (Chinatopix Via AP)

Victoria - Kabar baik untuk dunia. Sejumlah peneliti Australia berhasil memecahkan misteri bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia bekerja menghadapi Virus Corona COVID-19.

Sekitar 80 persen infeksi virus bersifat ringan hingga sedang, karenanya tim peneliti yakin bisa mengatasi pandemi global ini.

Temuan tim peneliti 'Peter Doherty Institute for Infection and Immunity' (Doherty Institute), sebuah lembaga kerjasama Universitas Melbourne dan Royal Melbourne Hospital, sudah dipublikasikan dalam Jurnal Nature yang terbit Senin 16 Maret.

Kepala laboratorium Profesor Katherine Kedzierska menjelaskan, sistem kekebalan tubuh manusia merespons Virus Corona COVID-19 dengan cara yang sama seperti merespon flu biasa.

"Populasi sel kekebalan tubuh yang muncul sebelum pasien Virus Corona COVID-19 ini pulih, adalah sel yang sama yang kami lihat dalam kasus influenza," jelas Prof Kedzierska kepada ABC seperti dikutip Rabu (18/3/2020).

Pengujian sampel darah dilakukan dalam empat waktu berbeda kepada seorang pasien perempuan berusia 40-an.

Pasien ini positif terinfeksi Virus Corona COVID-19 dan memiliki gejala ringan hingga sedang sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Ia pernah berada di Wuhan, China, dan dirawat di rumah sakit Melbourne dengan gejala lesu, sakit tenggorokan, batuk kering, dan demam.

Dokter mengambil empat sampel darah sebelum dan sesudah kesembuhannya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Yang Pertama

Intip Penanganan Pasien Virus Corona di Iran
Petugas medis menguji sampel dari pasien yang diduga terinfeksi virus corona atau COVID-19 di sebuah rumah sakit di Teheran, Iran, Minggu (1/3/2020). Kasus virus corona di Iran mengalami lonjakan tajam dalam beberapa hari. (Ali Shirband/Mizan News Agency via AP)

Salah satu peneliti, Dr Oanh Nguyen, mengatakan hasil penelitian ini merupakan yang pertama terkait bagaimana cara sistem imun merespons COVID-19.

"Kami melihat luasnya respons imun pada pasien ini berbekal pengetahuan selama bertahun-tahun soal respons kekebalan tubuh pada pasien influenza," jelas Dr Nguyen.

"Tiga hari setelah pasien ini dirawat, kami melihat adanya populasi besar dari beberapa sel kekebalan tubuh. Ini merupakan tanda pemulihan untuk kasus influenza," katanya.

"Makanya kami memperkirakan bahwa pasien akan pulih dalam tiga hari. Dan benar, itulah yang terjadi," tambah Dr Nguyen.

Tim peneliti mampu melakukan penelitian ini dengan sangat cepat karena Australia sudah memiliki sistem medis yang siap menghadapi infeksi baru. Nama sistemnya adalah 'Sentinel Travellers and Research Preparedness for Emerging Infectious Disease' atau Setrep-ID yang dipimpin Dr Irani Thevarajan dari Doherty Institute.

Melalui sistem ini, tim dapat mengambil sampel biologis dari siapa saja yang baru kembali ke Australia dalam situasi wabah penyakit menular seperti Virus Corona COVID-19.

"Ketika COVID-19 muncul, kita sudah punya protokol sehingga bisa dengan cepat memeriksa virus dan sistem kekebalan tubuh dengan sangat terperinci," jelas Dr Thevarajan.

Mirip influenza 

Ilustrasi flu
Ilustrasi flu. Sumber foto: unsplash.com/rawpixel.

Menurut Prof. Kedzierska, meskipun COVID-19 disebabkan oleh virus baru, namun sel-sel pemulihan dalam tubuh orang sehat merespons dengan cara yang mirip pada kasus influenza.

"Sekarang kita sudah tahu apa yang mendorong adanya pemulihan pada pasien COVID-19," ujarnya.

Prof. Kedzierska mengatakan metode mereka bisa digunakan untuk memahami respons kekebalan dalam kohort COVID-19 yang lebih besar, serta memahami apa yang kurang pada pasien yang meninggal.

Dr Thevarajan menambahkan, perkiraan saat ini menunjukkan 80 persen kasus COVID-19 bersifat ringan hingga sedang. Karena itu, memahami respons kekebalan tubuh pada kasus ringan ini sangat penting.

"Kami ingin memperluas penelitian secara nasional dan internasional untuk memahami mengapa orang meninggal karena COVID-19," jelasnya.

Peneliti lainnya, Dr Carolien van de Sandt menjelaskan kepada ABC, karena COVID-19 merupakan virus baru, belum ada yang tahu bagaimana tubuh manusia meresponsnya. Dia berharap hasil penelitian bisa digunakan untuk menyaring pasien, apakah mereka cenderung mengembangkan gejala yang lebih serius atau tidak.

"Sehingga kita bisa lebih awal menyatakan, kasus ini akan parah, atau kasus ini akan ringan," jelas Dr van de Sandt.

Dari situ, katanya, tim medis bisa mengatur perawatan pasien sesuai kebutuhan masing-masing.

"Informasi ini memungkinkan kita mengevaluasi calon vaksin karena idealnya vaksin itu harus meniru respon kekebalan tubuh manusia," kata Prof Kedzierska.

Namun ia belum bisa memastikan, apakah seseorang yang telah terinfeksi dan sembuh dari Virus Corona COVID-19 akan kebal terhadap virus untuk selamanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya