Liputan6.com, Osaka - Kota Osaka, Jepang, telah mengeluarkan permintaan mendesak bagi warga negara untuk menyumbangkan jas hujan plastik ke rumah sakit yang kekurangan peralatan pelindung untuk staf medis yang merawat pasien virus corona.
Saking kekurangannya, beberapa dokter bahkan menggunakan kantong sampah, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (19/4/2020)
Jepang pekan lalu memberlakukan keadaan darurat virus corona di Tokyo dan enam daerah lainnya, termasuk Osaka, tetapi jumlah kasus terus meningkat menjadi total sekitar 8.200, dengan 166 kematian.
Advertisement
Pada Rabu 15 April 2020 ada hampir 900 kasus di kota Osaka dan prefektur yang mengelilinginya, menjadikannya yang terparah kedua setelah Tokyo, the Asahi Shimbun melaporkan.
Dengan putus asa berusaha menjembatani kesenjangan dalam pasokan alat pelindung diri untuk rumah sakitnya, sebuah pemberitahuan di situs web kota Osaka mengatakan warna dan gaya jas hujan apa pun dapat diterima, termasuk ponco, selama itu dimaksudkan untuk orang dewasa.
Ichiro Matsui, walikota Osaka, mengatakan pada sebuah pertemuan di kota itu pada hari Selasa 14 April bahwa fasilitas medis tengah sangat kekurangan untuk semua jenis alat pelindung di tengah pandemi virus corona.
"Beberapa orang bahkan memakai kantong sampah," kata Matsui.
"Kami meminta siapa pun yang memiliki jas hujan plastik yang tidak terpakai di rumah mereka, atau yang mungkin memiliki persediaan mereka, untuk menghubungi kami."
Pekerja medis Jepang telah memperingatkan selama berminggu-minggu bahwa sistem medis Negeri Sakura tengah berada di ujung tanduk, dengan perawat mengatakan kepada Reuters mereka tidak yakin apakah rumah sakit mereka memiliki peralatan pelindung pribadi yang cukup canggih seperti masker N95 dan pakaian pelindung berbahan plastik.
Beberapa orang di Tokyo mengatakan mereka telah diperintahkan untuk menggunakan kembali masker daur ulang.
Simak video pilihan berikut:
Kewalahan
Pusat perawatan kesehatan darurat di seluruh Jepang "kewalahan" untuk merawat pasien yang sakit parah, seperti mereka yang menderita stroke, karena lonjakan kasus virus corona baru.
Sejumlah ambulans yang mengangkut pasien dengan demam atau batuk semakin sulit menemukan rumah sakit yang akan merawat mereka karena begitu banyak fasilitas yang hampir kewalahan.
Akibatnya, pusat perawatan medis darurat terpaksa menerima pasien.
Hal ini mempersulit pusat-pusat tersebut untuk menyediakan perawatan cepat bagi orang-orang dengan masalah kesehatan yang serius seperti stroke atau infark jantung, serta cedera serius, menimbulkan kekhawatiran bahwa nyawa bisa hilang.
"Kami khawatir dokter mungkin kehilangan waktu yang tepat untuk merawat mereka," kata pernyataan dari the Japan Association for Acute Medicine dan the Japanese Society for Emergency Medicine, seperti dikutip dari the Asahi Shimbun.
Selain dari kewalahan yang dihadapi pusat-pusat medis darurat, kelompok-kelompok itu juga menggarisbawahi "situasi sulit" yang dihadapi para profesional perawatan kesehatan yang menangani pasien dengan virus tanpa perlindungan yang memadai.
Mereka mengatakan ada kekurangan masker bedah dan APD yang dibutuhkan oleh staf medis untuk melindungi diri dari virus.
Dalam sebuah wawancara dengan Asahi, Takeshi Shimazu, ketua dewan direksi di the Japan Association for Acute Medicine, mengatakan, "Kerusakan keseluruhan sistem perawatan dimulai dengan perawatan darurat, yang merupakan titik masuk dari perawatan medis untuk pasien."
Shimazu, yang juga seorang profesor perawatan darurat di Universitas Osaka, mengutip satu kasus di mana seorang pasien lansia diangkut dengan ambulans dengan dugaan pneumonia ditolak perawatan di lebih dari 10 rumah sakit.
"Jika situasi saat ini berlanjut, kami tidak akan dapat menyelamatkan pasien yang membutuhkan perawatan segera," katanya.
Advertisement