Liputan6.com, Brussel- Untuk mengantisipasi munculnya gelombang kedua Virus Corona COVID-19 setelah lockdown dicabut, negara-negara Eropa dilaporkan berencana mengembangkan "pasukan medis."
Pelonggaran langkah-langkah lockdown Virus Corona baru secara bertahap mulai dinikmati oleh orang-orang di Eropa, tetapi rumah sakit mereka sudah bersiap untuk gelombang infeksi berikutnya.
Baca Juga
Kendati demikian, beberapa spesialis perawatan intensif berusaha untuk merekrut staf yang lebih permanen. Sementara lainnya ingin membuat "pasukan" cadangan profesional medis yang siap ditugaskan di mana pun untuk bekerja di bangsal dengan pasien yang sakit parah.
Advertisement
Petugas medis di negara-negara Eropa telah diberikan kursus kilat tentang cara menangani pasien Corona COVID-19, dan sekarang mencari cara untuk melatih kembali staf agar dapat menghindari kekurangan pekerja inti bila jika ada gelombang kedua Virus Corona baru muncul.
Pimpinan terpilih dari European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), Maurizio Cecconi, mengatakan "Kami membutuhkan pasukan kesehatan," yang menyatukan tenaga medis dari seluruh dunia yang bekerja di bangsal dengan pasien yang sangat sakit.
Maurizio juga mengepalai departemen perawatan intensif di rumah sakit Humanitas di Milan.
Menurutnya, staf medis harus lebih fleksibel dalam pekerjaan yang mereka lakukan, dan lebih banyak bergerak. Maurizio juga menyampaikan kepada Reuters tentang pentingnya persiapan jika gelombang besar lain muncul.
"Jika ada gelombang besar lain, kita harus siap untuk mengerahkan dokter dan perawat dari daerah terdekat di Italia. Ini tidak banyak terjadi pada gelombang pertama," ujar Maurizio, demikian seperti dikutip dari US News, Selasa (23/6/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Kekurangan yang Perlu Ditingkatkan
Pada bulan Maret dan April, banyak negara tidak siap menghadapi pandemi Corona COVID-19, dan secara buru-buru melatih kembali petugas medis untuk bekerja dengan pasien dengan kasus penyakit yang parah, untuk meningkatkan jumlah dan mengganti mereka yang jatuh sakit.
Beberapa negara bahkan dilaporkan mengirim mahasiswa kedokteran dan pensiunan dokter untuk membantu di ruang perawatan intensif ketika staf rumah sakit kewalahan.
Mereka yang paling mendapatkan dampak dari pandemi, membutuhkan penyediaan lebih banyak tempat tidur dan peralatan penting untuk unit perawatan akut, dan beberapa membangun rumah sakit baru.
Namun, masih ada masalah dan kekurangan, seperti apa yang dialami oleh Italia contohnya. Menurut masyarakat perawatan intensif Italia SIAARTI, negara tersebut mungkin perlu meningkatkan 50% jumlah ahli anestesi, ahli resusitasi, dan tenaga medis lain yang telah bekerja di perawatan intensif.
Advertisement
Pelatihan Ahli Bedah Hingga Pemindahan Pasien
Rumah sakit di seluruh Eropa telah melatih kembali ahli bedah, ahli jantung, dokter penyakit dalam dan perawat dari departemen lain.
Mereka juga telah dipindahkan ke unit perawatan intensif bila diperlukan.
Menurut presiden ESICM dan kepala perawatan intensif di University Medical Center of Utrecht, di Belanda, Jozef Kesecioglu, ada banyak yang menghadiri kursus kilat tentang cara menangani pasien Corona COVID-19.
Jozef mengatakan, "Kami memberi mereka pekerjaan dengan tanggung jawab yang kurang, seperti mencuci pasien, membalikkan pasien, memeriksa paru-paru atau melihat pindaian."
Ia juga menyampaikan bahwa spesialis perawatan intensif terus melakukan pekerjaan yang paling rumit, seperti menangani tabung di tenggorokan pasien atau menyesuaikan ventilasi mekanis.
Jozef juga berencana untuk memanggil kembali orang yang sama untuk menawarkan mereka lebih banyak pelatihan. Pekerja perawatan intensif, dalam keadaan normal, menjalani pelatihan bertahun-tahun. Tetapi Jozef merespon hal itu dengan berkata: "Kita tidak harus menunggu sampai gelombang baru datang, kita harus memberi mereka pelatihan reguler."
Salah satu rumah sakit universitas terbesar di Eropa, Erasmus Medical Center Rotterdam mengungkapkan bahwa Belanda sedang berusaha merekrut lebih banyak pekerja terampil dan berharap untuk mempersempit kesenjangan struktural dalam tenaga perawatan intensif.
Mahasiswa kedokteran yang berspesialisasi dalam kedokteran perawatan intensif, menurut SIAARTI, harus diintegrasikan sepenuhnya ke bangsal selama dua tahun terakhir dari masa pelatihan lima tahun mereka, dan telah merekomendasikan insentif keuangan yang ditawarkan untuk menarik lebih banyak mahasiswa.
Komisi Eropa, eksekutif Uni Eropa, mendanai Transfer staf medis lintas batas ke negara-negara yang paling terkena dampak pada puncak krisis Virus Corona.
Tim "flying doctors" dikirim dari Norwegia dan Romania ke Italia pada bulan April. Tetapi upaya percobaan ini dilaporkan gagal mengumpulkan banyak dukungan.
Dalam kasus tersebut, Maurizio Cecconi mengatakan bahwa memindahkan dokter dari satu negara ke negara lain "harus menjadi pilihan tetapi bukan pilihan pertama," karena hambatan bahasa mungkin membuat mereka kurang efektif.
Selain masalah dalam tenaga medis asing, beberapa pasien juga dipindahkan untuk menerima perawatan.
Seperti yang dilakukan di Prancis, saat mereka memindahkan beberapa pasien Corona COVID-19 nya ke daerah yang kurang terpengaruh di negara tersebut dan mengirim yang lain ke Jerman, yang juga menerima pasien untuk virus itu dari Italia.