Liputan6.com, Jakarta - Republik Indonesia baru saja naik kelas menjadi negara berpengasilan menengah ke atas (upper middle income country). Status itu berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia mengenai level pendapatan suatu negara.
Bank Dunia menyusun laporan berdasarkan Gross National Income (GNI) per capita. Pendapatan rata-rata Indonesia tahun ini mencapai USD 4.050 sehingga masuk daftar upper middle income country.
Advertisement
Baca Juga
Namun, apabila membaca laporan terbaru Bank Dunia, ada beberapa data yang tak banyak terungkap ke publik. Salah satunya adalah GNI per capita Indonesia yang jauh di bawah rata-rata negara kelas menengah atas lainnya.
Berdasarkan laporan Bank Dunia tahun ini, penghasilan minimum bagi negara upper middle income adalah USD 4.046. Selisihnya sangat tipis dari penghasilan Indonesia, yakni USD 4.050.
Oleh karena selisih yang tipis, Indonesia menjadi juru kunci pada daftar negara berpenghasilan menengah ke atas di 2019.
Beberapa negara berpenghasilan menengah ke atas yang berada di urutan terbawah tahun ini adalah Samoa (USD 4.180), Yordania (USD 4.300), dan Azerbaijan (USD 4.480).
Lebih lanjut, rata-rata GNI per capita bagi negara upper middle income adalah USD 9.074 dan angka itu masih belum dilewati Indonesia. GNI per capita di Indonesia juga masih di bawah rata-rata negara middle income (bukan upper) yaitu USD 5.598.
Sementara, negara berkembang lain seperti negeri jiran Malaysia, Turki, dan Brasil sudah melewati rata-rata negara upper middle income dengan GNI per capita masing-masing USD 11.200, USD 9.610, dan USD 9.130.
Di ASEAN, penghasilan Indonesia masih lebih tinggi dari Filipina (USD 3.850), Vietnam (USD 2.540), dan Myanmar (USD 1.390), namun masih di bawah Thailand (USD 7.260), Brunei (USD 32.230), dan Singapura (USD 59.590).
GNI per capita di Indonesia juga lebih tinggi dari negara-negara Asia Selatan, seperti India (USD 2.130), Bangladesh (USD 1.940), dan berbeda sedikit dari Sri Lanka (USD 4.020).
GNI per capita antara Indonesia dan Sri Lanka cukup menarik disorot karena dari segi Gross Domestic Product (GDP), ekonomi Indonesia jauh menungguli Sri Lanka. Akan tetapi dari segi pendapatan rata-rata justru tak jauh berbeda.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Apakah Status Kelas Menengah Atas Menguntungkan?
Dunia usaha memperhatikan plus dan minus dari status upper middle income. Pada sisi positifnya, ada rasa bangga, namun ini berarti Indonesia berpotensi tidak mendapatkan bantuan internasional yang dibutuhkan.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jakarta Sarman Simanjorang, menilai kenaikan status tersebut belum tepat, karena pendapatan perkapita Indonesia masih rendah.Â
"Kalau dari indikator di atas sih belum ya karena pendapatan perkapita kita juga masih rendah, jumlah pengusaha kita juga masih di bawah 3 persen, jumlah pengangguran dan golongan miskin kita masih tinggi, kita masih butuh waktu proses ke arah sana," kata Sarman kepada Liputan6.com, Kamis 2 Juli 2020.
Menurut Sarman, jika dilihat dari sisi kedudukan tentu bangga jika status Negara Indonesia peringkatnya dari negara berkembang menjadi negara menengah atas atau maju.
Kendati begitu, ia masih mempertanyakan apakah memang negara Indonesia sudah layak menyandang gelar negara maju atau menengah atas ditinjau dari aspek angka pengangguran, pendapatan per kapita, laju pertumbuhan hidup, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, posisi sektor industri dan jasa menjadi sektor perekonomian utama dan sektor pendidikan.
"Ini perlu di evaluasi pemerintah sejauh mana indikator itu sesuai dengan kondisi kita saat ini. Karena jika kita nanti masuk dalam peringkat negara itu, maka berbagai bantuan yang kita terima dari lembaga-lembaga dunia dan negara maju akan berkurang," uajrnya.
Karena sebaliknya dengan menyandang status negara menengah atas, Indonesia dipandang negara yang sudah layak membantu negara yang sedang berkembang. Di sisi lain, Sarman memandang Indonesia masih membutuhkan bantuan dalam berbagai bidang.
Tapi positifnya dari sisi investasi para investor akan lebih yakin masuk menanamkan modalnya, namun lagi-lagi apakah memang kenyataannya kita sudah layak menyandang gelar itu, Pemerintah agar mempertimbangkan dari berbagai aspek.
Demikian walaupun ada sisi positifnya, Sarman mengatakan tetap ada beban yang dirasakan oleh Indonesia, seperti pengurangan bea masuk impor dan fasilitas lainnya.
"Bebannya pasti ada seperti hilangnya insentif pengurangan Bea Masuk ekspor impor dan fasilitas-fasilitas lainnya dari lembaga kerjasama ekonomi dunia. Karena kalau negara maju kan kesannya kita sudah kuat dari sisi bisnis, industri, perdagangan, investasi dan lainnya," pungkasnya.
Advertisement
Jokowi Bersyukur
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, Bank Dunia telah menaikkan status Indonesia menjadi upper middle income country. Menurut dia, kenaikan status tersebut perlu disyukuri.
Hal ini disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan secara virtual dalam Sidang Terbuka Peringatan 100 Tahun Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat 3 Juli 2020.
"Status Indonesia telah naik dari lower middle income country (negara berpenghasilan mengengah ke bawah) menjadi upper middle income country," kata Jokowi.
"Kenaikan status ini harus kita syukuri," sambung dia.
Dia menuturkan, Gross National Income per kapita Indonesia naik menjadi USD 4.050 dari posisi sebelumnya yakni, USD 3.840. Jokowi meminta agar kenaikan status tersebut dijadikan sebuah peluang agar Indonesia lebih maju.
"Kita perlakukan sebagai sebuah peluang agar negara kita Indonesia bisa terus maju melakukan lompatan kemajuan agar kita berhasil menjadi negara berpenghasilan tinggi dan berhasil keluar dari middle income trap," tutur Jokowi.