Walau Didesak Warganya, Parlemen Thailand Tunda Keputusan untuk Ubah Konstitusi

Parlemen Thailand menunda keputusan untuk mengubah konstitusi.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 25 Sep 2020, 15:54 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2020, 06:30 WIB
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Parlemen Thailand melakukan pemungutan suara pada Kamis 24 September 2020 untuk menunda pengambilan keputusan apakah mereka akan mengubah konstitusi, seperti yang diminta oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah yang telah berdemonstrasi hampir setiap hari selama lebih dari dua bulan.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (25/9/2020), parlemen yang didominasi oleh pendukung pemerintah justru memilih membentuk panitia untuk mempelajari proses amandemen konstitusi terlebih dahulu.

Keputusan itu membuat marah para anggota parlemen dan pengunjuk rasa oposisi di Thailand, di mana lebih dari 1.000 di antaranya berkumpul di luar parlemen untuk mendesak tuntutan mereka bagi perubahan konstitusi sekaligus mencopot Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, seorang mantan pemimpin militer.

Para pengunjuk rasa mengatakan konstitusi saat ini dirancang untuk memastikan dia mempertahankan kekuasaan setelah pemilihan tahun lalu. Prayut mengatakan pemungutan suara itu adil.

Wiroj Lakkhanaadisorn, seorang anggota parlemen dari oposisi Partai Maju, mengatakan keputusan parlemen untuk menunda pemungutan suara untuk mosi dimaksudkan untuk "menipu rakyat."

"Jika prosesnya tertunda sebulan untuk membentuk komite ini, dan jika mosi tersebut ditolak, itu berarti anggota parlemen tidak dapat mengajukan mosi seperti itu lagi sampai tahun depan," cuitnya di Twitter. 

Saksikan Juga Video Ini:

Mengulur Waktu

Begini Suasana Aksi Unjuk Rasa Warga Thailand
Demonstran pro-demokrasi menghadiri protes di Sanam Luang dengan The Grand Palace menyala di latar belakang di Bangkok, Thailand (19/9/2020). (AP Photo/Sakchai Lalit)

Penyelenggara protes, Tattep "Ford" Ruangprapaikitseree mengatakan bahwa pemerintah berusaha untuk "mengulur waktu" dengan langkah tersebut.

"Itu menunjukkan ketidaktulusan mereka terhadap rakyat Thailand," katanya kepada AFP. 

"Kami tidak bisa menerimanya."

Para pengunjuk rasa berdiri di atas pagar untuk memasang stiker pro-demokrasi tinggi di gerbang tertutup parlemen ketika penjaga mengawasi.

Sementara itu, yang lain menyemprotkan garis stensil yang dicat dari sebuah plakat yang telah dipasang selama protes pada akhir pekan di taman Sanam Luang yang bersejarah.

Apa yang disebut "Plakat Rakyat" kemudian dihapus oleh polisi . Hal itu dimaksudkan untuk merujuk pada sebuah plakat yang memperingati akhir absolutisme kerajaan pada tahun 1932, yang menghilang secara misterius tiga tahun lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya