Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang akan menyumbang lebih dari US$ 130 juta (Rp 1,9 triliun) untuk membantu negara-negara berkembang agar mendapat vaksin COVID-19. Dana disalurkan lewat program COVAX.
COVAX merupakan program WHO untuk mempercapat pengembangan dan manufaktur vaksin COVID-19. WHO dan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) ingin menjamin agar vaksin bisa diakses secara adil.
Advertisement
Baca Juga
"Jepang menempatkan pentingnya (untuk) memperkuat kapabilitas dalam merespons Virus Corona baru, terutama pengembangan vaksin dan mewujudkan akses adil," ujar Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsi Motegi seperti dilansir Kyodo, Jumat (9/10/2020).
Dana ke COVAX itu termasuk ke dalam total kontribusi Jepang untuk program vaksin COVID-19, yakni sekitar US$ 300 juta (Rp 4,4 triliun).
Secara keseluruhan, Jepang telah memberi bantuan hingga US$ 1,54 miliar (Rp 22,6 triliun) untuk bantuan melawan pandemi COVID-19 ke seluruh dunia.
Lebih lanjut, Menlu Motegi berjanji Jepang akan mempromosikan persediaan obat COVID-19 melalui perjanjian internasional serta menunjang kapasitas tes Virus Corona COVID-19 di negara-negara berkembang. Jepang juga akan membantu perkuat sistem kesehatan.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, saat ini ada 87.679 total kasus COVID-19 di Jepang. Sebanyak 1.617 pasien dinyatakan meninggal dan 79.674 sembuh.
(US$ 1 = Rp 14.699)
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
WHO Sebut Anggaran Vaksin COVID-19 yang Terjangkau Masih Kurang
Anggaran untuk Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator dilaporkan masih kurang US$ 35 miliar. Padahal, program itu penting untuk memastikan akses penanganan COVID-19 yang terjangkau di dunia.
WHO meminta agar dunia aktif mendanai ACT-Accelerator, sebab program ini tak hanya menyediakan akses vaksin dan terapeutik, tetapi juga memberikan harapan.
WHO lantas memberi sindiran halus bahwa dana itu sebetulnya relatif kecil dibandingkan stimulus ekonomi yang telah digelontorkan berbagai negara akibat COVID-19.
"Kekurangan dana ACT-Accelerator saat ini US$ 35 miliar. Itu kurang dari 1 persen dari paket stimulus domestik yang disiapkan pemerintah G20," ujar Pemimpin WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam acara PBB, Rabu 30 September 2020..
Dr. Tedros juga berkata bahwa dana US$ 35 miliar sebetulnya sama dengan harga rokok di dunia tiap dua minggu.
"Itu kurang-lebih setara dengan pengeluaran dunia untuk rokok tiap dua minggu," ujar Dr. Tedros. Ia pun meminta agar dunia berpegang pada kemanusiaan ketimbang nasionalisme.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab turut mengajak negara-negara dunia agar ikut terlibat dalam pendanaan ACT-Accelerator. Pemerintah Inggris sudah berkomitmen mendukung ACT untuk mengakhiri COVID-19.
"Kolaborasi pada ACT-Accelerator adalah harapan terbaik kita untuk mengendalikan pandemi ini, dan Inggris bangga mendukung inisiatif ini," ujar Dominic Raab.
Menlu Raab lantas mengajak negara-negara lain agar ikut terlibat dalam program ACT.
"Inggris mengembang tanggung jawabnya untuk memastikan vaksin, perawatan, dan tes tersedia bagi semuanya, dan saya memanggil komunitas internasional untuk maju jadi kita bisa melawan tantangan baru ini bersama," pungkas Dominic Raab.
Advertisement