Ikuti Saran WHO, Badan Urusan Obat PBB Longgarkan Kontrol Global untuk Ganja

Dalam pemungutan suara itu diikuti oleh 53 negara anggota, terdapat 27 suara menyatakan dukungan dengan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 04 Des 2020, 07:02 WIB
Diterbitkan 04 Des 2020, 07:02 WIB
Ganja
Ilustrasi Ganja Bawah Tanah (sumber: unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara anggota The United Nations drug agency's pada Rabu, 2 Desember 2020 memilih untuk menghapus ganja dari kategori obat-obatan yang paling berbahaya dalam kontrol penggunaannya di dunia medis.

Hal ini dilakuukan mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempermudah penelitian.

UN Office on Drugs and Crime's governing body melakukan pemilihan dengan jumlah suara 27 banding 25, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (4/12/2020).

Dalam pemungutan suara itu diikuti oleh 53 negara anggota, terdapat 27 suara menyatakan dukungan dengan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis. Sekitar 25 suara menyatakan keberatan dan satu abstain.

Pemungutan suara tersebut mengikuti rekomendasi WHO tahun 2019 bahwa "ganja dan resin ganja harus diawasi pada tingkat kontrol guna mencegah kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan."

Pernyataan PBB pada pertemuan Komisi Narkotika di Wina tidak menyebutkan negara mana yang mendukung atau menentang perubahan tersebut.

Konvensi tersebut menyatakan bahwa salah satu pihak mengambil "langkah-langkah pengendalian khusus yang menurut pendapatnya sangat diperlukan dengan memperhatikan sifat-sifat" dari obat yang tercantum dalam daftar tersebut.

WHO merekomendasikan agar ganja tetap terdaftar di sana, dengan mencatat "tingginya tingkat masalah kesehatan masyarakat yang timbul dari penggunaan ganja".

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Berikut Ini:


Sebagian Ganja Masih Bersifat Ilegal

Pengungkapan ladang ganja di antara kebun kopi di Bengkulu.
Pengungkapan ladang ganja di antara kebun kopi di Bengkulu. (foto: Direktorat Reserse Narkoba Polda Bengkulu)

Dikutip dari laman resmi PBB, disebutkan bahwa adanya potensi pengobatan dan terapi dari obat-obatan dengan bahan ganja yang umum digunakan tetapi sebagian besar masih bersifat ilegal.

WHO mengklasifikasikan cannabidiol (CBD) sebagai senyawa tidak memabukkan yang memiliki peran penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Penggunaan ganja dan produk turunannya seperti cannabidiol (CBD) dan senyawa nonintozxicating untuk medis telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Saat ini lebih dari 50 negara telah menggunakan ganja untuk obat seperti di Kanada, Uruguay, dan 15 negara bagian AS yang telah melegalkan untuk penggunaan rekreasi. Sementara Meksiko dan Luksemburg akan menyusul melegalkan penggunaan ganja untuk rekreasi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya