Bangkok - Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis di tahun 2018. Ramuan yang mengandung ganja sebelumnya juga lumrah digunakan orang-orang Thailand dalam pengobatan tradisional mereka.
Namun pemerintah ingin memanen potensi ekonomi bernilai miliaran dolar dari tanaman ini. Pemerintah Thailand juga mendorong investasi teknologi untuk mengekstrak, menyaring, dan memasarkan minyak ganja.
Baca Juga
"Hari adalah awalnya," ujar Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul pada saat peluncuran klinik di Bangkok, ibu kota Thailand seperti dikutip dari DW Indonesia, Jumat (9/1/2020).
Advertisement
"Kami berjuang untuk kesehatan masyarakat Thailand yang lebih baik dan berjuang untuk ekonomi yang lebih baik," ujar Anutin yang mengenakan jubah dokter dan berdiri di sebelah maskot daun ganja.
Anutin mengatakan bahwa Thailand sudah memiliki 25 klinik dan 86 rumah sakit dengan persediaan obat-obatan berbasis kanabis. Ia menambahkan bahwa rumah sakit telah meminta agar obat-obatan berbasis daun ini bisa tersedia di setiap provinsi dalam tahun ini.
Warga Antusias Mengantre
Ratusan warga yang sebagian besar berusia lanjut mengantre untuk menerima botol berukuran 5-10 miligram berisi minyak ganja untuk mengobati sakit otot. Namun beberapa dari warga yang datang juga menderita penyakit yang lebih serius, salah satunya adalah Natjuta yang lahir dengan cerebral palsy dan harus menggunakan kursi roda.
Ibu Natjuta yang bernama Supatra Ulapatorn mengatakan minyak ganja membantu putrinya tidur lebih baik dan tetap tenang.
"Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, ini juga membuat saya tidak bisa tidur," kata perempuan berusia 60 tahun itu. "Dia lebih tenang sekarang, jadi saya pikir (pengobatan) itu berhasil."
Advertisement
Penghapusan Stigma Ganja
Menteri Kesehatan Thailand Anutin sebelumnya adalah seorang konglomerat di bidang konstruksi. Ia dilantik menjadi menteri setelah partainya yaitu Partai Bhumjaithai memenangkan posisi mayoritas di parlemen. Partai ini menggunakan kampanye yang mendukung penggunaan ganja dalam pemilihan tahun lalu dan menjanjikan keuntungan ekonomi bagi konstituen mereka di pedesaan.
Dia menambahkan bahwa di Thailand, ganja tidak lagi memiliki stigma. "Jika kita berbicara tentang ekstraksi ganja, saya merasa orang-orang memandangnya lebih sebagai obat daripada narkotika," ujar Anutin.
Thailand tetap memiliki undang-undang yang menetapkan siapa saja yang bisa menanam tanaman ganja dan mengekstrak minyak ganja. Para kritikus mengatakan undang-undang ini akan membatasi peluang bagi petani kecil dan kemungkinan hanya menguntungkan perusahaan agroindustri skala besar.
Penelitian medis menunjukkan bahwa minyak ganja dapat membantu meringankan rasa sakit pada pasien yang menderita kondisi seperti multiple sclerosis dan epilepsi. Namun belum diketahui pengaruhnya terhadap penyakit serius lainnya termasuk berbagai bentuk kanker.
Thailand masih tetap menyatakan bahwa penggunaan dan perdagangan ganja untuk keperluan rekreasional sebagai ilegal dan siapa yang tertangkap bisa dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara.